Permainan Panas (1/2)

175 13 16
                                    

WARNING ⚠️🔞 Cerita fiksi ini memuat adegan tak senonoh seperti sex sesama jenis, rape, incest, violence, stockholm syndrome, bahasa kasar, dan adegan-adegan tak ramah serta menjijikkan lainnya. Mohon lebih bijak dalam memilih bacaan. Thanks!

***


Semua teman-temannya sudah memainkan video game terbaru yang mulai dijual dipasaran sejak dua bulan lalu, tapi orang tua Jongdae terlalu kolot dan super irit jika harus membelikannya barang-barang seperti itu, alasannya karena game tidak ada hubungannya dengan sekolah Jongdae dan video game milik Jongdae yang lama juga masih bagus.

“Tapi kan video game lama milikku itu adalah bekasmu ketika remaja, Dad! Sudah sangat ketinggalan zaman!”

Tapi orang tua Jongdae tidak mempedulikan rengekan putranya itu dan malah mengunci diri di kamar selama berjam-jam.

Jongdae coba memikirkan cara lain untuk membeli apa yang diinginkannya, yakni dengan menabung dari uang jajannya, tapi itu terlalu lama untuk terkumpul dan dia sudah tak sabar ingin pamer. Jongdae coba memikirkan cara lain, yaitu dengan sengaja merusak video game lama miliknya, kalau yang lama rusak, pasti akan dibelikan yang baru kan?

Sialnya, ayahnya itu justru memberikan Jongdae video game lama milik temannya yang sudah bertahun-tahun tinggal digudang! Ini lebih jadul daripada miliknya sebelumnya!

“Keterlaluan!”

Sekarang Jongdae dengan sangat terpaksa harus ikut ayah dan ibunya pulang ke rumah nenek mereka yang ada di Asia Tenggara, tepatnya di Pulau Bali.

Terakhir kali Jongdae datang ke Indonesia adalah ketika kelas 2 SMP, sejak memiliki geng Jongdae jadi sangat sibuk dengan pertemanannya dan selalu menolak untuk diajak pergi, tapi kali ini agak berbeda, dia dipaksa, mungkin juga bakalan dapat warisan karena neneknya sudah sangat tua, yah meski Jongdae pun juga tak yakin kalau neneknya sekaya itu. Bukan berarti dia mendoakan neneknya supaya cepat mati, loh, ya!

Bali sedikit banyak mirip dengan Pulau Jeju, yang ada di Korea Selatan. Banyak warga lokal yang mengantungkan hidupnya pada hasil laut dan pariwisata. Mungkin yang paling membedakan adalah budayanya, di sini ada banyak sekali orang-orang lokal yang beribadah setiap pagi dengan memakai pakaian adat dan kain — untuk laki-laki — di atas kepala mereka.

Di sini juga banyak turis macan negara yang datang, menginap diresort-resort bahkan memiliki usaha sendiri, ibunya yang adalah orang Korea juga memperkenalkan pada Jongdae dan ayahnya tentang komunitas orang Korea Selatan yang tinggal di Bali, jadi walau pun tinggal di negara orang, mereka tak terlalu banyak menemuka kesulitan karena saling membantu dan berbagi informasi.

Di sini membosankan bagi Jongdae jujur saja, karena dia tak memiliki seorang pun teman, sulit menemukan anak-anak sepantarannya dari Korea yang ada di sini, kebanyakan adalah warga lokal dan mereka tak bisa bahasa Korea.

“Ahh, aku harus belajar bahasa Indonesia mulai besok.” Jongdae menggerutu, karena dia akan tinggal di Bali selama seminggu, menghabiskan musim panas di sini. Sementara orang tuanya, akan bersenang-senang bersama menikmati pantai. “Sial, aku juga ingin punya pacar.”

Atau setidaknya, dia akan memiliki banyak waktu luang untuk memikirkan cara merayu neneknya agar mau membelikannya video game. Karena Jongdae adalah cucu tunggal, tentu semua limpahan kasih sayang hanya tertuju padanya.

Siang itu cuaca sungguh terik, Jongdae tak akan mengeluh karena itu adalah pantai dan meski pun begitu, udaranya sangat lembab. Suncream diseluruh badannya dan dua cup es krim jumbo rasa cokelat cukup lah untuk meredakan kekesalannya sambil berjalan-jalan di pinggir pantai menikmati deburan ombak menerpa kakinya.

MATURE CONTENT CHANCHENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang