"Ta, gimana nih perasaannya setelah Lo punya karya dan dikenal banyak orang? Apa yang beda di hidup Lo sekarang?"
"Alhamdulillah, seneng dan bersyukur yang pasti kak. Aku dapet support dari banyak orang. Terus fame yang dititipin ke aku saat ini, juga ngasih banyak banget privilege ke hidupku."
"Bad side-nya apa nih Ta? Kan hidup itu selalu balance ya, ada seneng pasti juga ada sedih."
"Aku rasanya nggak berhak deh kak buat ceritain bad side-nya, atau istilahnya ngeluh gitu soal hidupku. Karena aku udah banyak banget diuntungin ketika ada di titik sekarang."
Itulah kira-kira cuplikan percakapanku dengan Kak Moli-penyiar She f.m yang memandu sesi promo single pertamaku di radio She, satu jam lalu.
Dialog tadi begitu membekas, karena saat mengucapkannya aku bisa melihat Bang Sabda mengamatiku dari sudut ruangan. Mungkin ini asumsiku sendiri, tapi tatapan lurus Bang Sabda ke arahku itu seperti mengandung sebuah hujatan. 'Lo munafik Titah,' mungkin itu yang ada di hati Bang Sabda.
Sekarang kami sedang ada di sebuah restoran keluarga di daerah Menteng. Masih jam sepuluh pagi, restoran baru saja buka jadi belum terlalu banyak pengunjung di sana.
"Habis ini Lo mau langsung balik Kos?"
"Iya, nggak papa kan Bang?"
Dia mengangguk, lalu asik lagi dengan soto mienya. Aku sendiri memesan nasi kuning yang nggak bisa benar-benar kunikmati.
Ada rasa bersalah tapi sedikit gengsi kalau harus minta maaf pada Bang Sabda. Padahal pertengkaran kemarin malam berhasil membuat suasana di antara kami jadi janggal sampai sekarang.
Aku sih merasakannya.
Bang Sabda melirik isi piringku lagi yang baru kusentuh sedikit. Dia lalu berdiri, mengambil mangkuk sambal terasi dan dua kerupuk udang dari toples di meja sebelah.
Dia menyodorkannya untukku. "Makan pakai ini."
Dia kenapa baik banget sih. Aku jadi makin ngerasa bersalah.
***
Siang ini aku punya waktu free, sebelum sore nanti ketemu dengan para Titahku-sebutan untuk para teman yang sudah mendukungku berkarya selama ini.
Aku membuka lagi pesan instagram-ku dan mulai membaca satu per satu ratusan pesan yang masuk. Beberapa sudah sempat kubaca semalam, sampai membuatku bisa mengatakan hal tadi di interview. Perihal aku yang nggak pantes mengeluh sejak mendapat keterkenalan.
Pesan-pesan dari Titahku lah yang menyadarkanku untuk lebih bersyukur. Tanpa kehadiran dukungan mereka, aku pasti masih jadi orang yang wari wiri di atas panggung menyanyikan lagu-lagu orang lain.
Apa yang kudapat sekarang, jauh melebihi ekspektasiku dulu.
Dan kalau aku hanya harus kehilangan jam tidur, pertemanan, serta keluarga, untuk sampai di posisi ini, rasanya itu cukup sepele.
Aku sampai bertanya-tanya apa yang membuat mereka rela melakukan banyak hal, untuk mendukung impian yang bahkan bukan benar-benar milik mereka.
Semakin ku-scroll ke bawah, makin banyak aku melihat pesan berisi foto Titahku menonton langsung dari bawah panggung, banyak juga yang menceritakan perjalanan mereka sampai bisa menontonku. Ada yang jauh-jauh dari luar kota ke Jakarta, naik kereta belasan jam. Ada yang naik pesawat bahkan. Gila!
Kuedarkan pandanganku ke sekeliling kamar, berbagai hadiah dari Titahku juga ada di sini. Lagi-lagi membuatku berpikir, apa aku pantas mendapat semuanya dari mereka?
![](https://img.wattpad.com/cover/374108152-288-k457550.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SABDA TITAH (selesai)
Chick-LitAku, Titah Cinta. Panggung demi panggung adalah duniaku, penuh tantangan yang harus kuhadapi tanpa ragu. Sebagai penyanyi aku terbiasa berdiri dengan penuh keberanian dan kepercayaan diri di bawah sorot lampu. Aku juga terlatih menghadapi banyak tat...