"Ini? Ruang operasi."
Ruang operasi?
Tiba-tiba sebuah ingatan muncul di kepala, ingatan bagaimana Naka di dunia ini menjalankan pekerjaanya sebagai dokter di sebuah rumah sakit di Jakarta. Naka menunduk sambil memegang kepalanya yang berdenyut. Suara-suara orang di sekitarnya pun kian samar, pandangan memburam, lalu semuanya gelap begitu saja.
Naka... pingsan di ruang operasi.
***
Jakarta, 2023.
Kepala Naka berdenyut nyeri. Laki-laki berpakaian biru itu memijat pelipisnya saat sadar dari pingsannya. Begitu sadar, ia mendapati tangannya sudah dipasangkan sebuah alat yang tersambung pada sebuah cairan di sebuah tiang kecil. Saat hendak melepaskannya, sebuah suara datang dan membuka tirai putih.
"Udah sadar?"
Naka terdiam menatap Perempuan berjas putih yang tengah menatapnya. Perempuan itu lalu duduk di kursi dekat ranjang. Siapa?
"Lo kalau kerja yang manusiawi-manusiawi aja dong. Masa sehari lo bisa operasi sampai lima orang? Belum lo praktek sampe sore. Pasti di rumah pun lo masih ngerjain kerjaan, kan? Tidur lo gak teratur, kan?" Perempuan berambut panjang yang diikat kuda itu terus mengomel, sedangkan Naka masih menerka-nerka siapa perempuan di hadapannya saat ini.
Naka melirik name tag yang tertempel di jas putih perempuan itu. Kanita Putri Santoso.
Setelah membaca nama itu, ingatan lain kembali datang. Kali ini ingatan bagaimana Naka di dunia ini bersama dengan perempuan bernama Kanita itu. Kanita merupakan teman Naka sejak masa koas mereka. Mereka sama-sama mengambil spesialis penyakit dalam di kampus yang sama.
Ingatan pemilik tubuh ini masih tersimpan di dalam tubuhnya. Apa mungkin sekarang dalam tubuh ini ada dua jiwa? Dan dia masih ada di dalam sini sekarang? Itu artinya aku meminjam tubuhnya?
"Udah lo abisin dulu infus lo, baru habis itu lo boleh balik ke ruangan lo." Kanita menunjuk cairan yang tergantung itu. "Kalau udah habis kabarin gue, nanti baliknya gue anter sampe apartemen lo. Oke?"
Naka tidak bereaksi apa-apa. Sejujurnya, ia tidak begitu mengerti beberapa kata yang dikatakan perempuan di hadapannya.
"Gue balik kerja lagi ya, kalau ada apa-apa telepon gue aja." ujarnya sebelum akhirnya pergi meninggalkan Naka.
Naka masih terdiam di tempatnya sambil menatap gorden putih yang baru saja ditutup Kanita. Samar-samar masih terdengar suara Kanita sedang mengobrol dengan seseorang di luar sana, sebelum akhirnya benar-benar menghilang.
Naka menghela napas panjang sambil memejamkan mata, berusaha mencerna bagaimana ia bisa ada di dunia antah berantah ini hanya dengan menyeburkan diri ke dalam danau kematian. Apa ini dunia setelah kematian? Atau ini dunia lain yang dimaksud Kakek tua itu? Kalau begitu...
"Akasia... ada di dunia ini?"
Naka memfokuskan pikiran mencoba menggunakan sihirnya, namun sihirnya itu tentu saja tidak dapat dipakainya di dunia ini. Dunia ini bukanlah Kota Loka dengan sihir yang berterbangan di mana-mana, ini hanya dunia antah berantah yang Naka sendiri tidak tahu. Padahal jika menggunakan sihir, Naka bisa dengan mudah menemukan Akasia hanya dengan satu kali jentikkan jari.
"Argh, tubuh tidak berguna! Bagaimana aku bisa menemukan Akasia jika menggunakan sihir saja aku tidak bisa!" ujarnya kesal sambil menekan pangkal hidungnya. Sekali lagi, Naka menghela napasnya.
"Bagaimana aku bisa menemukanmu?"
***
Kali ini Naka sedang berada di ruangan kerjanya di rumah sakit. Ia kembali sebelum cairan itu habis menentang perkataan Kanita. Naka berpikir kenapa ia harus menuruti perkataan Kanita, Kanita bukan siapa-siapanya.
Lalu bagaimana Naka tahu letak ruangan kerjanya?
Jawabannya, Naka mengulik ingatan Naka asli lalu tubuh ini dengan implusif bergerak menuju ruangan kerja ini. Naka rasa, hal yang sudah menjadi kebiasaan Naka asli akan mengalir begitu saja tanpa perlu Naka menyesuaikannya lagi.
"Naka Arsena..."
Naka mengulang nama itu pelan. Kakinya perlahan berjalan menuju washtafel di dekat pintu kamar mandi, lalu berkaca di sebuah cermin bulat.
"Nama yang sama, wajah yang sama, hanya saja nama belakang kita berbeda."
Cukup dengan menatap wajahnya, Naka kini berjalan untuk membuka jendela ruangannya. Ruangan Naka berada di lantai empat, pemandangan yang dilihat Naka saat ini adalah gedung tinggi yang tentu saja tidak ada di Kotanya, Loka.
"Dunia ini begitu besar. Bagaimana aku bisa menemukan Akasia di dunia sebesar ini tanpa sihir?"
Naka mencoba fokus kembali. Tangannya terbuka siapa tahu saja sihir itu bisa keluar dari tangan ini. Namun, berkali-kali Naka mencobannya, sihir itu tidak pernah keluar dan berhasil, yang ada Naka hanya menghabiskan tenaga saja seperti orang bodoh.
Lalu, Naka salah fokus pada sesuatu di jari manisnya. Sebuah cincin putih.
"Jangan bilang tubuh ini sudah menikah?"
Bagian dua pendek ya hehehe...
...
12 Agustus 2024.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Another Life
Teen Fiction《 Genre : Fantasy - Romance 》 •• Berawal dari Naka-manusia dari dunia sihir yang tidak pernah tercatat dalam sejarah mana pun-yang kehilangan cinta sejatinya akibat dari peperangan antar klan. Di tengah keputusasaan dalam hidup paska ditinggalkan, d...