Eps 3 : Anindhiya Lavanya

186 28 4
                                    

Jakarta, 2023

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, 2023

Anin turun dari bus dengan tergesa. Bagaimana tidak? Jika sahabatnya sejak kuliah tiba-tiba menelepon bahwa ia mengalami kecelakaan motor saat pulang dari kantor dan kini tengah dirawat di IGD. Anin sebagai sahabat yang baik tentu saja langsung bergerak menemui sahabatnya itu walaupun harus menerjang kemacetan Kota Jakarta saat jam pulang kantor.

Begitu sampai Anin celengak-celinguk mencari keberadaan sahabatnya, Sinta. Lalu tanpa sengaja Anin melihat seorang dokter berjas putih, baru saja keluar dari balik tirai pembatas antar ruangan, tanpa basa-basi Anin menghampiri dokter itu untuk bertanya.

"Permisi dok,"

"Eh, iya?"

Anin melirik nama dokter di hadapannya dari name tag yang terpasang di jas putih kebanggaannya. dr. Kanita Putri Santoso, Sp.PD.

"Anu... dok saya mau tanya, tadi kan teman saya kecelakaan motor terus katanya dibawa ke sini untuk dirawat, kira-kira dokter tahu tidak, ya?" Anin tersenyum sungkan. Aura dokter memang berbeda, entah kenapa Anin sungkan saja melihatnya.

"Kebetulan saya bukan dokter yang jaga di IGD, tapi kalau kamu ingin tahu keberadaan teman kamu, kamu bisa tanya ke bagian informasi sebelah sana." dokter Kanita menjelaskan dengan suara yang lembut.

Anin di tempatnya semakin terpesona. Selain wajahnya yang cantik jelita, dokter Kanita ini memiliki suara yang enak didengar dan sangat lembut. Berbeda dengan suaranya yang terbilang cempreng dan tidak ada lembut-lembutnya.

"Terima kasih banyak, dok. Mohon maaf saya menganggu waktunya."

"Tidakk apa. Kalau begitu saya permisi dulu." ujarnya kemudian berjalan menuju lorong.

Anin sedikit membungkuk-bungkukkan tubunya sampai dokter itu tidak terlihat lagi, kemudian ia berjalan menuju bagian informasi yang berada di sebelah kanan untuk menanyakan keberadaan Sinta. Setelah informasi berhasil didapatkan, Anin langsung berjalan menuju tempat yang diinformasikan petugas yang ternyata bersebelahan dengan ruangan yang dimasuki dokter Kanita tadi. Namun, kini gorden itu terbuka dan tidak ada orang yang menepati ranjang itu. Anin tidak begitu peduli, lalu Anin membuka gorden putih di sampingnya, begitu terbuka, terlihat Sinta sedang asik bermain ponsel dengan keadaan tangan dan kakinya diperban.

"Sinta!" seru Anin sedikit berteriak.

Sontak Sinta yang sedang bermain ponsel melotot kaget dan menaruh telunjuk di bibirnya. "Syutt! Berisik dodol!"

Anin menarik bibirnya ke bawah. Matanya kini berkaca-kaca melihat keadaan Sinta yang terluka. "Kok lo bisa begini..."

"Aw! Jangan dudukin kaki gue!"

Anin langsung berdiri kembali. "Sorry, sorry. Gak sengaja."

Sinta menghela napas panjang lalu menceritakan semuanya dari awal bagaimana ia bisa kecelakaan sampai dibawa ke rumah sakit ini. Untungnya saja luka Sinta tidak terlalu parah, hanya kaki dan tangannya saja terdapat luka goresan terkena aspal jalan.

In Another LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang