"Mohon bantuan dan kerja samanya,"
Jisung membungkuk menatap sejajaran karyawan yang ikut tersenyum menatapnya. Jisung merupakan karyawan baru di sebuah perusahaan start-up yang cukup terkenal. Banyak karyawannya yang bekerja seusianya, jadi dirinya tidak terlalu merasa canggung.
"Pak direktur biasanya datang jam setengah sembilan. Kau bisa duduk disini untuk sementara waktu hingga beliau datang,"
Jisung tersenyum lalu mengangguk kepada salah seorang staff HRD tempatnya bekerja. Ia meremat celana bahannya, sesekali merapikan lipatan kemejanya agar tetap terlihat rapi. Ia berusaha menampilkan senyum sebanyak mungkin untuk menghilangkan rasa gugupnya.
"Selamat Pagi,"
Suara bariton nan tegas itu berhasil membuat seluruh atensi di ruangan tersebut teralih, termasuk Jisung. Nampak seorang pemuda, berpenampilan formal menggunakan jas, tak lupa dengan kacamatanya yang menggantung apik membingkai wajahnya.
"Permisi Tuan Lee, ini sekertaris baru anda,"
Jisung kemudian bangkit sambil membungkukkkan badan, menyapa dengan hormat, "Saya Han Jisung, mohon bantuan dan arahannya,"
Tepat ketika Jisung menegakkan tubuhnya, maniknya bertatapan dengan wajah dingin itu. Menatapnya dengan tatapan angkuh dan mendalam.
Tanpa sepatah kata, sang Direktur hanya berpaling dan langsung berjalan lurus ke arah tangga, menuju ruangannya di lantai dua.
"Jangan diambil hati, bos kita memang pendiam. Jadi bersabarlah,"
Jisung hanya bisa meneguk ludahnya kasar. Nampaknya, pekerjaannya kali ini akan cukup berat kedepannya.
---
Jisung memiliki ruangan yang cukup kecil yang langsung tersambung dengan ruangan sang direktur. Beruntung dirinya cepat beradaptasi, hingg serah terima tugas dari sekertaris sebelumnya lebih cepat ia tangkap. Tak lupa, ia mencatat poin-poin penting hal apa saja yang harus ia lakukan selama sehari penuh.
Dan, waktunya membuat kopi.
Biasanya, sang Direktur akan membeli kopinya sendiri ketika ia berangkat bekerja. Namun nampaknya, laki-laki itu tidak membawa segelas kopi pagi ini.
"Ini tinggal dimasukkan saja di mesinnya seperti ini. Untuk takaran airnya, bisa sampai disini. Lalu tambahkan es. Selesai,"
Jisung hanya bisa mengerjapkan matanya beberapa kali. Tanpa sadar, ia sudah memegang sebuah nampan dan segelas ice americano untuk direkturnya itu.
Jisung dengan hati-hati membawa nampan tersebut. Tak lupa ia mengetuk pintu kaca itu.
"Permisi Tuan Lee,"
Setelah melihat sinyal anggukan dari direkturnya, ia memberanikan diri untuk masuk. Ia kemudian sampai di depan meja sang Direktur yang bertuliskan 'Lee Minho'.
"Letakkan saja di tempat minum. Jangan sampai mengenai dokumen," ujar laki-laki itu.
Jisung tentu meletakkannya dengan penuh kehati-hatian. Ia tahu jika dirinya ceroboh, tapi dia tidak boleh ceroboh di hari pertamanya bekerja.
"Sebelumnya sudah pernah bekerja dimana?"
Jisung mengerjapkan matanya beberapa kali. Dan sekali lagi, matanya bertemu tatap dengan manik kelam itu.
"Di perusahaan kecil di pinggiran kota, Tuan. Sebuah perusahaan alas kaki, tidak besar," jawab Jisung.
"Sekertaris juga?" tanya Minho.
"Um-tidak. Saya bekerja di bagian dokumen. Saya terbiasa untuk menyusun sesuatu dengan rapi dan terencana,"
Minho mengangguk. Nampak ia tiba-tiba teringat akan sesuatu.
"Kosongkan jadwal saya untuk hari Rabu, istriku akan kemari."
Oh, sudah beristri rupanya...
Jisung hanya mengangguk dan undur diri dari ruangan. Ia harus cepat-cepat me-reschedule jadwal direkturnya yang cukup padat minggu ini. Tak lupa, ia juga memberi kabar kepada divisi-divisi terkait agenda di hari tersebut.
"Maaf Tuan, untuk hari Rabu, apakah saya perlu melakukan reservasi? Misalnya seperti hotel atau restoran?" tanya Jisung dengan hati-hati.
"Reservasi Restoran Alden untuk tiga orang di ruang privat," jawab Minho.
"Tiga orang ya Pak? Anda beserta istri, lalu...?"
Jisung mengerjapkan matanya beberapa kali sambil menunggu jawaban dari sang Direktur. Dengan tatapan datar, sang direktur mengucap satu kata,
"Kamu."
Hah? Aku?
---
Jisung meletakkan kepalanya di atas kedua tangannya yang terlipat di atas meja. Hari ini benar-benar menyulitkan untuknya. Ia harus beradaptasi, di samping itu, perubahan schedule yang terlalu tiba-tiba, membuat sebagian besar divisi melempar komplain kepadanya.
Tapi mau bagaimana lagi? Direktur yang meminta, apa yang bisa dia lakukan?
"Bersemangatlah sedikit..."
Seseorang berpenampilan cukup menarik, dengan rambut hitamnya, membuat wajah kecilnya sangat manis terlihat.
"Terima kasih," jawab Jisung.
Jisung menerima sekaleng minuman yang diberikan oleh pemuda yang berada di depannya.
"Siapa namamu? Boleh aku berkenalan?" tanya Jisung.
Sambil tersenyum, pemuda itu mengulurkan tangannya, "Yongbok, Lee Yongbok. Aku adik dari direkturmu yang seperti tembok itu," jawab Yongbok.
Mendengar bahwa di hadapannya ini adalah adik dari sang Direktur, ia reflek berdiri dan membungkukkan badan. Namun, Yongbok lebih cepat mencegahnya, "Tidak usah terlalu formal, santai saja. Lagipula, ini sudah bukan jam kantor."
Jisung reflek melirik jam yang tertera pada layar monitornya. Jam sudah menunjukkan pukul 19.00. Seharusnya dia sudah pulang sedari tadi.
"Mau pulang? Yuk, aku ajak dinner sekalian," ajak Yongbok.
Jisung hanya bisa tersenyum kikuk. Ia mengangguk dan mulai membereskan barang-barangnya. Ia baru saja menata ulang catatan serta berkas penting yang perlu dibaca oleh sang Direktur esok hari.
Namun, ada sedikit perasaan mengganjal di dada Jisung.
Hingga selarut ini, sang Direktur belum juga pulang. Nampak olehnya dari balik pintu kaca, pemuda yang lebih tua darinya itu, masih fokus menatap layarnya dalam diam. Jisung memberanikam diri untuk berpamitan dan sekalian memberitahu jika dirinya akan keluar bersama adiknya.
Knock, knock
"Permisi Tuan Lee, saya izin pulang terlebih dahulu. Untuk berkas esok hari sudah saya siapkan. Dan agenda untuk meeting besok, dokumennya sudah siap secara hard file dan soft file. Saya malam ini juga izin makan malam bersama dengan Tuan Yongbok,"
Jisung menatap Minho yang melihatnya bergantian dengan sang adik, kemudian laki-laki itu mengangguk, dan matanya kembali fokus menatap layar komputer.
Mereka berdua pun berjalan menuju tangga, lalu turun menuju lift. Jujur, Jisung mengakui bahwa Minho memiliki aura yang sangat dominan. Baik dari segi ekspresi maupun berbicara, laki-laki itu memiliki semuanya.
"Tuan Lee sangat hebat ya. Dia benar-benar tegas. Seharian ini, aku merasa sangat gugup ketika berkomunikasi dengannya. Huft, aku berharap, hari pertamaku bisa memberikan impresi yang bagus untuknya," ujar Jisung.
"Dia hebat dalam berkarir. Tapi saranku, sebagai seorang adik dari Minho, jangan terlalu loyal kepadanya," ujar Yongbok.
"Eh?"
"Jika kau terlalu loyal padanya, ia bisa merampas apapun darimu. Termasuk, kau juga bisa kehilangan dirimu sendiri. Jadi, berhati-hatilah," sambung Yongbok.
Ugh, rasanya...mau resign saja.
---
Note penulis :
Yaaaaaaa, buku baroeeee
KAMU SEDANG MEMBACA
As Long As You Love Me - Minsung
Fanfiction"As long as you love, I'll be your platinum, I'll be your silver, and I'll be your gold,"