Kurang dari satu tahun, hubungan Minho dan Jisung hampir tidak ada kemajuan sama sekali.
Mulai dari Jisung yang sibuk dengan penelitiannya dan Minho yang...entahlah, Jisung juga tidak mengerti apa yang sedang pak tua itu lakukan.
"Udah nih? Gini aja?"
Jisung sandarkan kedua tangannya ke pinggiran jembatan yang sering ia lewati di dalam kampusnya. Memegang satu gelas Iced Americano, Jisung tundukkan kepalanya sejenak untuk berpikir jernih.
Sejujurnya, ia sudah mulai menerima perasaan yang muncul di dalam benaknya. Perasaan rindu bercampur kenyataan pahit bahwa dirinya kini tengah jauh dari sang dambaan hati. Jisung sesekali hanya bisa memegang dadanya atau menggigit bibirnya ketika rasa rindu itu mulai datang.
Awalnya, dirinya benci karena tubuhnya lebih memilih untuk merindukan Minho daripada menurut kepadanya. Ia benar-benar berusaha keras untuk melupakan pria yang pernah memanfaatkannya itu.
Namun perlahan, berkat komunikasi tarik-ulur yang diberikan Minho, membuat perasaan itu kembali dua kali lipat lebih besar. Membuat Jisung benar-benar merasa dipuja dan diinginkan.
Sayangnya, hingga saat ini, mantan direkturnya itu belum memunculkan batang hidungnya untuk menemuinya kemari. Bukankah hal yang mudah bagi Minho untuk sekedar menemuinya saja?
"Ugh..."
Jisung mengusap pelan dadanya yang tiba-tiba merasakan sakit. Ia tegakkan tubuhnya kembali. Menatap lurus ke arah permukaan sungai dengan semburat jingga yang menghiasi di permukaannya.
"Halo, Nak..."
Merasa terpanggil, Jisung menoleh ke arah sumber suara. Betapa terkejutnya ia bertemu dengan orang yang hampir tidak ia duga sama sekali.
"Nyonya...Park?"
---
"Kau sudah tahu dimana ia tinggal?"
Minho berjalan tergesa sambil membawa kopernya, melewati beberapa pintu kamar, berjalan secepat yang ia bisa untuk sampai ke ruangannya.
"Sudah, ia tinggal di apartemen tepat di seberang hotel ini,"
Minho mengangguk. Ia masuk ke dalam kamar tidurnya, dengan cepat bebersih, menyiapkan 'kejutan kecil' dengan harapan Jisung dapat menerimanya.
"Hannie...aku merindukanmu,"
Minho tampil dengan jas terbaiknya, membawa sebuket mawar merah, tak lupa dengan sebuah kotak cincin berlapis beludru yang ia simpan rapih di dalam saku kemejanya.
Langkahnya mantap berjalan ke arah apartemen yang menjadi tujuannya jauh-jauh datang ke Australia saat ini. Menyebutkan nama sang pemilik kamar kepada resepsionis, hati Minho terasa sangat berbunga-bunga untuk saat ini.
"Maaf, Tuan Han masih belum kembali saat ini,"
Raut wajah Minho berubah. Ia cukup terkejut. Pasalnya, Minho tahu jika hari ini adalah jadwal penelitian dan sudah selesai di sore hari. Apakah Jisung sedang bermain di luar?
"Baiklah, saya akan menunggu,"
Minho raih ponselnya, mencoba untuk menelepon Jisung beberapa kali. Nihil, tidak ada jawaban yang berarti selain ditolaknya telepon tersebut.
"Hannie, kau dimana?"
Satu jam kemudian....
Dua jam kemudian....
Tiga jam kemudian....
"Cari Han Jisung sampai dapat!"
Minho memerintahkan beberapa ajudannya untuk mencari Jisung. Ia kerahkan beberapa mobil untuk mencari kekasihnya itu sampai ditemukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
As Long As You Love Me - Minsung
Fanfiction"As long as you love, I'll be your platinum, I'll be your silver, and I'll be your gold,"