"Sayang, nanti pulang dari sini kita mampir ke toko, ya," ucap Rozan sambil memandangi ponselnya. Sejak pertama kali memasuki Plaza Pragolo, Rozan terus saja melihat ponselnya.
Alia yang berjalan di sampingnya langsung berhenti. "Ada masalah di toko, Mas?" tanya Alia.
Rozan yang tersadar karena dia terlalu fokus dengan hp segera memasukkan benda pipih itu ke dalam saku celana.
"Tidak, Nduk. Tapi kami sedang berusaha mengembangkan toko lewat beberapa akun market place. Kata Bayu, kami dapat banyak orderan kemarin. Jadi, dia minta untuk menambah karyawan."
"Wah, bagus dong, mas. Jadi kita bisa menambah lapangan pekerjaan untuk orang-orang di daerah kita."
"Iya, Sayang. Maka dari itu Bayu minta saya buat ke toko hari ini."
Alia mengangguk. "Tapi, beli es krim dulu, ya," ujarnya sambil meringis.
Rozan yang gemas dengan tingkah Alia langsung mengacak-acak hijab istrinya. "Saya tahu ada tempat yang recomended di sini. Kita kesana sekarang?"
"Iya, Mas. Tapi jangan acak-acak jilbab saya, dong. Susah tau benerinnya," ujar Alia kesal karena sekarang jilbabnya jadi berantakan.
Rozan tergelak melihat kelakuan istrinya yang semakin menggemaskan saat merajuk. Tangan laki-laki reflek mencubit pipi istrinya karena gemas.
"Kamu kalau lagi hamil malah semakin menggemaskan ya, Nduk. Sering-sering hamil aja, ya!"
Mendengar kalimat itu, Alia reflek mencubit pinggul suaminya lalu menggigit bagian lengan atas.
Alih-alih merasa kesakitan, Rozan malah justru merasa senang atas reaksi istrinya itu. "Mau dilanjutkan di sini? Ini tempat umum, Nduk."
Alia melihat sekeliling. Benar, ada banyak orang yang berlalu lalang di sekitar mereka. Maka, sebelum menjadi pusat perhatian, Alia menggandeng tangan suaminya untuk segera menuju ke tempat penjual es krim yang tadi dibicarakan Rozan.
"Lihat dek, ibumu kalau sedang salah tingkah malah justru kecantikannya bertambah. Itu yang membuat bapak semakin jatuh cinta sama ibu," ujar Rozan sambil mengelus perut Alia yang semakin membuncit.
"Sudah, ayo jalan dulu, Mas. Saya malu dilihat banyak orang." Alia mempererat gandengannya.
~0o0~
Rozan melapaskan jaketnya lalu meletakkan di kursi sebelahnya yang kosong, hingga menyisakan kaus putih separuh lengan saja. Ia duduk behadapan dengan Alia yang sedang mengamati sekeliling.
"Saya baru tahu kalau di Pragolo ada tempat makan seperti ini," ujar alia. Pragolo adalah salah satu mall yang ada di Pati.
Tidak seperti di Kediri, mall yang berada di Pati ini tidak begitu luas. Dari beberapa mall yang terletak di Pati, Alia dan Rozan paling sering berbelanja di Pragolo. Seringnya, mereka hanya menghabiskan waktu untuk jalan bersama. Sekadar membeli pernak-pernik, atau membeli es krim, seperti saat ini.
"Tempat ini baru saja buka beberapa waktu yang lalu, Al."
"Mas dapat rekomendasi dari siapa mengenai tempat ini?" tanya Alia menilik, menatap tajam ke arah suaminya.
"Ck.." Rozan terkekeh meliha tatapan Alia. "Sampean mencurigai saya, Nduk?"
"Bukan curiga, Mas. Tapi ini namanya waspada!"
"Lalu, menurut sampean dari siapa? Dari perempuan baru?" Rozan sengaja menggoda Alia dengan pertanyaan yang sedikit sensitif.
Alia semakin memicingkan matanya, lalu menatap suaminya lekat-lekat. "Berani sebut nama permpuan lain di depan saya?" Tangan alia mengangkat garpu lalu ditodongkan ke arah Rozan.
"Hahahaa.." Rozan reflek tertawa lepas hingga kepalanya menghadap ke atas. "Kamu kok lucu sekali ta, Nduk."
Alia masih tetap berada di posisinya.
"Tidak ada, Sayang. Informasi ini saya dapatkan dari Bayu, yang pernah jajan di sini sama istrinya." Rozan merapatkan dua bibirnya, berusaha untuk menahan tawa.
"Oh.." Alia menurunkan garpunya, lalu menyendokkan es krim ke mulutnya.
"Bocah kok nyenengke temen." Rozan mengacak hijab Alia lagi yang sudah pasti membuat Alia kesal.
"Maasss.. pakai jilbab pasmina itu nggak gampang, loh. Lihat, muka saya jadi berantakan kan.."
Rozan kembali merapatkan kedua bibirnya, berusaha untuk tidak tertawa. Memang benar, sejak Alia hamil, tingkah perempuan itu selalu menggemaskan di mata Rozan.
"Sini, saya coba rapikan, ya. Mau jilbab kamu rapi atau tidak, kamu tetap cantik, Nduk."
Alia tidak peduli dengan yang diucapkan suaminya, dia terus saja memasukkan es krim ke dalam mulutnya.
Melihat itu, Rozan segera mengeluarkan hp dan membuka kamera untuk mengabadikan momen. Alia yang sadar akan difoto langsung menutupi wajahnya dengan tangan.
"Cantik banget istriku," ujar Rozan pelan.
Mendengar itu, Alia tersipu dibalik telapak tangan yang menutupi wajahnya.
"Kalau mau senyum, senyum aja di depan saya, Al. Nggak usah ditutupi seperti itu. Walaupun ditutupi saya juga bisa lihat pipi kamu yang merah kaya tomat."
Alia kalah. Suaminya benar, dia tidak pernah bisa menyembunyikan wajah merahnya itu dari Rozan. Perlahan, Alia menurunkan telapak tangan yang menutupi wajahnya.
Alia tidak berani menatap wajah suaminya karena Rozan sedang menopang dagu dengan kedua tangannya. Jika Alia mendongakkan kepala saat ini, dia pasti akan menatap kedua bola mata suaminya itu.
Harus diakui, walapun sudah satu tahun lebih usia pernikahan mereka, tapi tetap saja Alia selalu merasa salah tingkah setiap kali beradu pandang dengan suaminya.
Rozan yang mengetahui Alia salah tingkah lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain sambil terus menahan senyum.
Tanpa mereka sadari, sepasang manik mata berwarna hitam sedang memerhatikan keduanya dari kejauhan.
~0o0~
Halo temen-temen semua
Kapan pun kalian baca cerita ini jangan lupa vote dan komennya ya
Terima kasih
:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Merhaba Alia 2
Teen FictionJika Tuhan tidak pernah keliru dalam menentukan takdir, lalu apakah bertahan dalam keadaan ini adalah pilihan yang paling baik?