Episode 2. Shankara : Hujan

87 9 0
                                    

Langkah kaki jenjangnya perlahan keluar dari pintu kaca diikuti puluhan penumpang lainnya.

Suara riuh rendah orang-orang mulai memenuhi pendengaran. Ada begitu banyak ekspresi yang ia lihat. Semuanya tentang kebahagiaan, kerinduan yang memuncak, rasa sayang tak terbendung. Lobby bandara yang luas ini seperti diselimuti oleh kasih sayang.

Ia tersenyum lebar, rasanya sudah lama ia tidak menghirup udara tempat ini. Ada perasaan tak tertahankan menyeruak ke dalam relung hatinya. Rasa rindu dan senang memenuhi seluruh rongga dada. Hari ini akhirnya tiba. Ia pulang. Pulang ke rumahnya.

Buru-buru ia merogoh saku, mencari-cari ponselnya.

Ting!

Berbagai notifikasi muncul di lockscreen, tapi ada satu pesan yang langsung membuat senyum Shankara mengembang.

Bundaku

Ayah sama bunda lagi di jalan ke bandara
Shan tunggu yaa
Bunda sama ayah ada hadiah istimewa buat Shan

Masih dengan senyum terukir lebar, jemarinya bergerak cepat diatas layar ponsel, mengetikkan beberapa kalimat untuk bunda.

Bundaku

Wahh Shan jadi gak sabar mau ketemu ayah sama bunda
Hadiahnya bukan yang aneh-aneh, kan Bun?

Tanda di pojok chat berubah menjadi centang satu. Shankara tak ambil pusing, mungkin jaringan ponsel bunda di jalan sedang bermasalah. Ia mengantongi ponselnya kembali, menyeret koper menuju kursi tunggu yang kosong.

Ia hanya perlu menunggu sebentar lagi. Ayah dan bundanya akan segera datang menjemput.

.
.
.

Hari ini hari yang penting bagi Shankara. Hampir satu dekade ia meninggalkan tanah kelahirannya untuk menuntut ilmu di benua seberang sana. Dan hari inilah hari yang paling Shankara nantikan. Shankara pulang untuk pertama kalinya, bertemu dengan bunda dan ayah dalam bentuk nyata, tidak hanya lewat telpon atau panggilan video. Ahh Shankara benar-benar tidak sabar ingin bertemu kedua orangtuanya, terlebih bunda bilang ada hadiah istimewa.

"Kira-kira hadiahnya apa yaa? Gak mungkin kan calon menantu?" Shankara bergumam sendiri, sibuk menerka-nerka hadiah itu.

Mendadak Shankara jadi gugup sendiri. Bagaimana kalau bunda dan ayah benar-benar membawa calon menantu alias gadis yang akan dijodohkan padanya? Usia Shankara sudah 25 tahun, apalagi beberapa hari terakhir bunda suka membicarakan soal pernikahan meski tidak secara langsung, tapi Shankara peka kalau bunda ingin ia segera memiliki pasangan. Shankara menggelengkan kepala, berusaha mengusir pikiran-pikiran ngawur itu. Sebaiknya ia fokus dengan momen penting hari ini.

Namun, satu jam berlalu tanpa kabar. Shankara sudah berkali-kali mengecek ponselnya, berharap ada kabar dari bunda atau ayah. Tapi sampai detik ini, tanda di pojok kolom chat masih setia centang satu.

Shankara mengecek jarak rumahnya ke bandara, tidak terlalu jauh dan kalaupun terkena macet jelas tidak akan selama ini.

Apa mungkin ada urusan mendadak ya? Shankara mencoba berpikir tenang.

Akhirnya ia kembali duduk, menyandarkan punggung ke kursi sambil menghela napas berat. Shankara menatap kaca bening di depannya, memandangi langit gelap yang sepertinya akan menurunkan muatan.

Ketika matanya mulai sayup-sayup tertutup, dering telpon memaksanya kembali terbangun. Shankara bergegas merogoh saku, nyaris terlonjak dari kursi karena senang melihat nama ayah tertampang di layar ponsel.

"Halo, ayah sama bunda dimana? Shan nungguin lama banget lohh." Cerocosnya ketika mengangkat telpon.

"Permisi, dengan Shankara Rasi anak dari bapak Radjasa Wira dan ibu Dyah Lestari?"

Shankara mengernyit bingung, asing mendengar suara yang berbicara du seberang telpon.

"Iya, saya Shankara Rasi. Ini siapa ya? Orang tua saya dimana?"

"Mohon maaf sebelumnya, kami dari pihak kepolisian mengabarkan bahwa pemilik ponsel ini beserta istrinya mengalami kecelakaan tunggal. Mohon untuk keluarga agar segera ke rumah sakit untuk mengiden..."

Kedua tungkai Shankara mendadak lemas, kalimat polisi di seberang telpon tidak bisa ia dengar lagi. Isi kepalanya tiba-tiba kosong. Suara riuh rendah orang-orang di bandara berganti dengan dengung menyakitkan.

... Kecelakaan tunggal? Bagaimana bisa? Batin Shankara menolak keras seluruh informasi yang baru saja ia dapat. Satu jam lalu bunda masih mengirim pesan padanya. Semuanya pasti baik-baik saja. Ini hanya kesalahan kecil.

"Kondisi ibu anda kritis saat ini, secepatnya anda harus segera datang."

Runtuh sudah rangkaian kalimat penenang yang Shankara susun untuk dirinya sendiri. Tangannya terkulai lemas, sementara ponselnya jatuh menghantam permukaan lantai, membuat retak pada layar gadget. Shankara tidak peduli, kesadarannya memaksa untuk segera berlari keluar, meninggalkan barang-barang teronggok tanpa pemilik.

Rintik-rintik hujan turun membasahi tubuhnya saat berlari kesana kemari mencari taksi. Kenapa di situasi mencemaskan ini mendadak taksi di bandara menghilang semua? Shankara nyaris frustasi, tubuhnya telah sempurna basah kuyup. Shankara berdiri mematung, linglung harus melakukan apa.

"Permisi, apakah anda butuh tumpangan? Hari ini taksi bandara tidak bisa beroperasi, ada perubahan kebijakan terkait izin taksi online..."

Shankara tidak peduli dengan penjelasan tentang taksi itu. Sesaat setelah pria paruh baya itu menawarkan tumpangan, Shankara langsung meraih tangan pria tersebut. "Tolong antar saya ke rumah sakit. Orang tua s-saya kecelakaan saat dalam perjalanan menuju kesini."

Raut wajah pria itu berubah, ia segera membuka pintu mobilnya. "Ayo segera masuk! Jangan membuang waktu lagi."

Tanpa pikir panjang, Shankara segera masuk ke dalam mobil. Mengabaikan rasa dingin yang menyeruak ketika AC mobil mengenai tubuh basahnya. Shankara tidak peduli. Ia hanya ingin segera bertemu dengan ayah dan bunda.
.
.
.

"Mohon maaf yang sebesar-besarnya, kami selaku tim dokter sudah berusaha semaksimal mungkin..."

Sejenak tubuh gemetar Shankara limbung sebelum dokter itu menyelesaikan kalimatnya.

- to be continued -

HadiahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang