Pemakaman ayah dan bunda dilakukan keesokan harinya. Langit gelap beserta hujan memberikan kesan duka yang teramat dalam. Shankara tetap berada disana meski seluruh tubuhnya basah kuyup.
Ada banyak hal yang tertahan sesak di dadanya. Jika kemarin seluruh isi hatinya di penuhi oleh kebahagiaan, hari ini berbanding terbalik ketika menatap dua papan nisan di depannya. Hatinya sakit. Shankara ingin menangis tapi tidak ada satupun airmata yang keluar. Ia hanya menatap kosong kedua papan nisan itu.
Mendadak isi kepalanya memutar kembali waktu-waktu yang telah ia lewati. Sepuluh tahun yang sengaja ia abaikan.
"Shan gak pengen pulang dulu? Bentar lagi lebaran, bunda kepengen rayain sama-sama."
Shankara ingat saat itu ia hanya menjawab 'gak bisa pulang, ada ujian'. Shankara juga ingat helaan napas bunda yang kecewa dengan jawabannya.
"Eyang putri sakit. Shan gak mau pulang dulu, eyang putri nyariin kamu."
Masih jelas dalam ingatan Shankara, jawaban singkatnya waktu itu 'Shan belum bisa pulang, bun. Shan doain dari sini aja, semoga eyang putri cepat sembuh'. Begitu jelas helaan napas bunda untuk kesekian kalinya kecewa.
"Shan yakin gak ingin pulang? Ayah ada uang kok untuk beli tiket. Bundamu sudah rindu sekali."
Bahkan ketika ayah membujuknya untuk kesekian kali, bahkan bersedia merelakan uang tabungannya juga tak mampu meruntuhkan tembok keras milik Shankara. Ia hanya menjawab 'uangnya ayah simpan aja, Shan masih belum bisa pulang'. Ayah hanya berdeham pelan sebagai balasan, tapi Shankara tahu ayah juga kecewa.
"Shan, eyang putri meninggal. Shan beneran gak mau pulang? Shan kan paling dekat dengan eyang putri."
Berita itu cukup mengejutkan Shankara. Ia hampir saja membeli tiket demi mendengar kabar duka itu. Namun, segera ia urungkan. Shankara belum bisa pulang. Tidak dengan studinya yang masih setengah jalan.
"Bunda kangen banget, Shan. Ayah juga, walaupun gak bilang, bunda tahu ayah juga kangen banget sama kamu. Jangan lupa pulang ya, nak. Jangan lupa rumahmu disini."
Kenangan demi kenangan itu kembali terputar bak kaset kusut. Terus terulang puluhan kali hingga menciptakan lubang penyesalan di dalam hatinya. Andai bisa mengulang segalanya, Shankara akan memenuhi permintaan bunda untuk pulang sekali-kali. Shankara akan pulang saat mendengar kabar eyang putri sakit. Shankara akan melupakan seluruh kesibukan yang selama ini ia prioritaskan.
Tapi, sekeras dan sedalam apapun penyesalannya, masa lalu tak akan bisa diubah. Meski Shankara memohon bersimpuh di atas makam ayah dan bunda semalaman tetap tidak akan mengubah kejadian pahit kemarin.
Kini hanya ada satu jalan terbentang di depannya, terus maju seraya mendekap seluruh rasa sakit itu.
- to be continued -
KAMU SEDANG MEMBACA
Hadiah
Fiksi Penggemarft. Seungcheol & Sunwoo as sibling Jika luka masa lalu bisa diibaratkan seperti hujan, maka apa yang akan kalian lakukan? Sengaja menghindar agar tidak terkena dinginnya tetesan hujan atau memilih untuk menghadapinya? Dulu ia berpikir dengan menghi...