8. One Step Closer

491 84 61
                                    

wagelaseh lebih dari sebulan dari aku up terakhir. chapter ini spesial buat NuriAprianiPurba  yg tiap hari selalu setia nungguin Jihan Stevan up😭😭😭 aku merasa bersalah😭😭😭 semoga masih menghibur ya guys tolongg bgt inimah
















Jihan duduk di samping ranjang rumah sakit, tatapannya terpaku pada sosok Stevan yang terbaring dengan mata terpejam. Ruang rawat inap itu sunyi, hanya terdengar detak mesin monitor yang mengawasi kondisi Stevan. Di hadapannya, sebuah baskom kecil berisi air hangat, kapas, dan salep untuk mengobati luka-luka Stevan yang belum sepenuhnya pulih.

Jihan menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Tangannya bergetar saat ia mengambil kapas, mencelupkannya ke dalam air, lalu mulai mengoleskan pelan ke lengan Stevan yang terluka. Meskipun tubuhnya kaku dan canggung, ia tak bisa membiarkan Stevan merawat dirinya sendiri dalam kondisi seperti ini.

"Maaf ya kalau sakit," bisik Jihan dengan suara hampir tak terdengar.

Stevan membuka sedikit matanya, sebuah senyum lemah terbentuk di sudut bibirnya. "Nggak apa-apa, kamu udah hati-hati. Aku baik-baik aja."

Jihan menelan ludahnya, melanjutkan mengoleskan salep pada bekas luka di lengan Stevan. Saat tangannya menyentuh kulit Stevan, ada perasaan aneh yang merambat di tubuhnya. Rasa syukur karena Stevan telah menyelamatkannya bercampur dengan penyesalan karena kini harus terjebak dalam situasi yang begitu canggung.

Beberapa menit berlalu, dan ketika Jihan selesai, dia kembali ke kursi, menyiapkan makanan yang ia pesan dari kantin rumah sakit. Sambil menata nampan di meja kecil, ia berkata, "Kak Stevan, mau makan sekarang?"

Stevan membuka matanya, lalu mengangguk pelan. "Kalau kamu yang nyuapin, mungkin aku mau."

Wajah Jihan langsung memerah. "Apa? Kakak nggak bisa makan sendiri?"

Stevan hanya tertawa kecil, meski napasnya masih terdengar sedikit berat. "Coba deh, barangkali tangan ini masih terlalu lemah."

Jihan mendesah, lalu mengambil sendok dan mulai menyuapkan bubur ke mulut Stevan. Tangan mereka bersentuhan sesaat ketika Stevan memegang sendok itu. Jihan merasakan degup jantungnya semakin cepat, namun ia mencoba tetap tenang.

"Terima kasih," gumam Stevan setelah menelan suapan pertama. "Kamu perhatian banget."

Jihan menunduk, berusaha menyembunyikan senyum kecil yang tak bisa ia tahan. Namun di balik semua itu, ada perasaan bersalah yang tak bisa ia abaikan. Seharusnya, semua ini tidak perlu terjadi. Kalau saja Stevan tidak menyelamatkannya waktu itu, mungkin sekarang dia tidak harus melihat Stevan terbaring lemah begini.

 Kalau saja Stevan tidak menyelamatkannya waktu itu, mungkin sekarang dia tidak harus melihat Stevan terbaring lemah begini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

Beberapa hari setelah Stevan keluar dari rumah sakit, kehidupan mulai kembali normal. Namun, tak disangka-sangka, Jihan bertemu dengan Stevan lagi di sebuah toko bunga di Jakarta. Di antara rak-rak penuh bunga, Jihan sedang memilih bunga mawar putih, berpikir bunga apa yang paling cocok untuk dibawa ke makam mendiang ibunya yang hari ini berulang tahun.

✅Bergala Bunga Matahari | Kim Soohyun Kim JiwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang