12. Tragedi

278 51 26
                                    

Setelah nama Jihan resmi dibersihkan, gosip di kantor mulai mereda. Meski begitu, dampak dari fitnah Yulia masih sedikit membekas pada Jihan, dan ia berusaha keras untuk kembali fokus pada skripsinya. Dia mulai menyibukkan diri dengan penelitian dan menyelesaikan revisi-revisi terakhirnya. Stevan terus mendukung Jihan dari kejauhan, memastikan dirinya selalu siap membantu jika dibutuhkan.

Suatu pagi, saat Jihan sedang sibuk di perpustakaan kampus, dia melihat pesan dari Stevan yang mengajaknya bertemu sore itu.

Ada kejutan buat kamu, Han. Temui aku di taman dekat kantor jam 5.

Jihan merasa penasaran, dan sore harinya, ia datang ke taman dengan rasa ingin tahu. Stevan sudah menunggunya di bangku taman dengan sebuah kotak kecil di tangannya.

“Ini buat kamu,” kata Stevan sambil tersenyum dan menyerahkan kotak itu.

Jihan membuka kotak itu dan menemukan sebuah pulpen bertuliskan namanya dengan ukiran halus. Pulpen itu tampak elegan dan mewah, sangat berbeda dari yang biasa ia gunakan.

“Pulpen ini untuk tanda kelulusanmu nanti. Aku tau ini masih jauh, tapi aku yakin kamu pasti akan lulus dengan baik, Jihan,” ucap Stevan dengan nada lembut.

Jihan tersenyum, merasa terharu. “Makasih, Kak. Kamu tau nggak, aku dulu nggak pernah ngebayangin bakal punya seseorang yang percaya sama aku seperti kamu.”

Stevan mengangguk. “Dan aku juga nggak nyangka bakal ketemu seseorang yang bikin aku merasa ingin jadi versi terbaik dari diriku.”

Mereka berdua terdiam, membiarkan kata-kata itu menggantung di antara mereka, diiringi dengan angin sore yang lembut. Hubungan mereka mungkin belum memiliki definisi yang pasti, tapi mereka tahu bahwa kepercayaan dan dukungan yang mereka berikan satu sama lain jauh lebih kuat daripada status apa pun.

***

Setelah beberapa minggu tenggelam dalam tugas akhir, Jihan akhirnya hampir menyelesaikan semua revisi skripsinya. Malam itu, ia baru saja keluar dari perpustakaan kampus dengan wajah lelah namun penuh kebahagiaan.

Sambil menahan kantuk, ia melangkah di trotoar sepi menuju halte bus terdekat. Dalam hatinya, ia merasa bangga akan pencapaiannya sejauh ini, membayangkan hari kelulusannya yang semakin dekat.

Di saat yang sama, di lain tempat, Stevan sedang menyelesaikan pekerjaan terakhirnya untuk malam itu. Dia tak sabar untuk menghubungi Jihan dan menanyakan bagaimana progres revisinya.

Sejak mendukung Jihan dalam mengatasi fitnah dan rumor di kantor, Stevan semakin sering memikirkan gadis itu. Baginya, Jihan telah menjadi sosok yang mengisi kekosongan di hatinya.

Namun, kebahagiaan kecil yang mereka rasakan perlahan berubah menjadi malapetaka.

Di tengah perjalanan pulang, Jihan sedang melamun saat ponselnya bergetar. Melihat nama Stevan di layar, dia tersenyum kecil dan segera mengangkatnya. Percakapan mereka penuh canda tawa, membicarakan berbagai rencana setelah lulus.

"Aku seneng banget kamu hampir selesai, Han. Kapan kita rayain?" tanya Stevan di ujung telepon, terdengar antusias.

"Secepatnya, Kak! Doain biar lancar sidangnya," jawab Jihan dengan semangat, meski suaranya terdengar lelah.

Namun, momen hangat itu seketika buyar ketika sebuah truk dari arah berlawanan muncul. Tanpa Jihan sadari, truk itu melaju dengan kecepatan tinggi, seolah tak bisa dikendalikan. Suara klakson memecah keheningan malam, diiringi teriakan orang-orang di sekitar yang memperingatkan Jihan untuk menepi.

"Jihan!" teriak Stevan panik di ujung telepon, menyadari ada sesuatu yang tak beres dari suara latar.

Namun, terlambat. Suara benturan keras terdengar, disusul oleh suara ponsel Jihan yang jatuh ke tanah. Stevan hanya bisa mendengar kekacauan di ujung teleponnya——suara jeritan orang-orang, sirene ambulans yang mulai mendekat, dan kesunyian yang tiba-tiba terasa mencekam.

✅Bergala Bunga Matahari | Kim Soohyun Kim JiwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang