“Habis merenggut nyawa orang, sekarang kamu merenggut kegadisan anak dari orang itu? Kamu ini maunya apa sih Stevan?”
Papinya menatap Stevan kesal, lelaki itu dihajar habis-habisan oleh sang papi. Sebelumnya, tidak pernah papinya begini. Ini semua karena ia merasa kesalahan Stevan sangat fatal.
Stevan memegangi wajahnya yang terasa nyeri setelah mendapat bogem dari sang ayah. “Yulia nyampur obat ke minuman Jihan, Pi. Stevan mau bawa dia ke rumah sakit, tapi pohon tumbang di jalan, Stevan bawa Jihan ke apartemen.”
Papinya mengurut keningnya, “Mantanmu itu psikopat. Papi bakal urus dia buat dipindah jauh dari kamu. Sementara awasi Jihan untuk sebulan kedepan. Papi gak mau kalau dia sampai hamil tapi baru nikah pas kandungannya besar, apa kata orang nanti? Dia masih kuliah, kan?”
Stevan merasa kesalahannya sudah lebih dari fatal, “Jihan gak akan nerima. Kesalahan Stevan terlalu besar untuk dimaafkan.”
“Papi gak nyuruh kamu minta maaf, papi cuma nyuruh kamu tanggung jawab.” ketus papinya.
“Gimana bisa, Pi? Aku udah hancurin dia, Jihan gak mungkin mau.”
Lelaki setengah abad itu merasa pening sekali, “Ini semua cikal bakalnya adalah mantan kamu itu. Masih cinta kamu sama dia?”
Stevan menunduk, tak berani menjawab. “Stevan lima tahun pacaran sama Yulia, tapi dia bayar semua ini sama perselingkuhan. Rasa cinta sebesar itu lenyap diganti kecewa.” Stevan mengusap ujung matanya yang basah, terasa sakit karena bogeman mentah sang ayah. “Stevan gak yakin bakal buka hati lagi. Lima tahun Stevan ngeyakinin papi kalau Yulia is the one. Ternyata dia milih pelukan laki-laki lain setelah kami berhasil dapet restu dari papi tahun lalu dan langsung tunangan.”
Pria setengah abad itu menepuk pundak putra semata wayangnya, “Lebih baik batal nikah daripada gagal nikah, Stevan. Dengan begini, kamu bisa belajar nata hidup kamu lagi. Sudah lama papi gak mengenali kamu, kamu ini satu-satunya penerus Papi, Nak. Tolong jangan mengecewakan papi lagi, Nak. Tolong dengarkan papi, papi gak mau kamu gagal dalam hidup. Papi sangat menyayangi kamu.” lantas beliau memeluk Stevan, dilanjutkan dengan tangisan Stevan bagai melubangi batu dengan air hujan.
Stevan tau kalau dia masih membutuhkan orang tuanya, Stevan tau bahwa papinya hanya mau yang terbaik. Namun entah kenapa dia dulu terbutakan oleh cinta, cinta yang gagal. Stevan sudah membuka matanya lagi, dia harus menata hidupnya lagi.
Di kantor, Jihan berhasil melakukan perpanjangan kontrak lagi. Gadis itu kembali dan mendapatkan pelukan dari Mia dan Rina, teman divisinya yang bagaikan seorang kakak untuknya.
“Welcome back, Jihan!” ia dipeluk, Jihan merasakan tulusnya pelukan mereka.
“Gak nyangka, kirain dedek gemes ini gak mau balik lagi.” Rina mengusap-usap kening Jihan lembut.
Mia mengangguk, “Untungnya kamu balik, Jihan. Soalnya salah satu dari kita harus nemenin pak Stevan ke Surabaya buat survey lokasi.”
Jihan menelan ludahnya, “Apa hubungannya sama aku balik?”
“Soalnya pas weekend, Jihan. Waktunya tabrakan sama aku tunangan, terus Rina harus qtime sama anak dan suaminya.” Mia menambahkan.
“Loh? Kak Mia mau tunangan? Aku harus datang, dong?” kata Jihan namun mendapat gelengan dari Mia. “Gakpapa, pas aku nikah aja. Tunangan ini sama keluarga inti. Tolong banget Jihan, cuma kamu yang dari divisi kita bisa nemenin pak Stevan ke Surabaya. Entar naik business class kamu.”
Mau tidak mau, akhirnya Jihan lah yang menemani Stevan ke Surabaya.
Di pesawat business class yang nyaman namun terasa canggung, Jihan dan Stevan duduk bersisian dalam keheningan yang hampir menekan. Jihan memandang luar jendela dengan tatapan kosong, matanya mengikuti awan yang bergulir lembut di bawah mereka. Stevan duduk di sampingnya, mencoba mencari cara untuk mencairkan suasana.
KAMU SEDANG MEMBACA
✅Bergala Bunga Matahari | Kim Soohyun Kim Jiwon
FanfictionBatal menikah membuat Stevan melampiaskan kemarahannya pada minuman keras, hingga tengah malam tiba, ia terlibat dalam kecelakaan yang merenggut nyawa seorang lelaki tua. Dalam kekalutannya, seorang gadis muda malah mengulurkan sebotol air minum ali...