"M*TI AJA LO!" suara seruan seorang ibu rumah tangga terdengar menggelegar di dalam rumah kecil berlantai dua itu.
"JADI ANAK GADIS KAGAK ADA GUNANYA LO! PERCUMA GUA BANTING TULANG NYARI DUIT BUAT NYEKOLAIN ELO!"
"PRANG! GUBRAK!" suara beberapa peralatan dapur yang dibanting sana-sini pun terdengar semakin riuh.
"TIDUR AJA TEROOS! BISANYA MAEN HP, MAKAN, AMA TIDUR DOANG LO! KUPING KALO ADA ORANG NGOMONG DIPAKE! JANGAN BUAT PAJANGAN DOANG! TOL*L LO!"
...
Jadi, malam ini Fikri datang ke rumah Devano untuk belajar matematika sesuai janji tadi sore. Selepas shalat isya berjamaah di masjid komplek, Fikri langsung tancap gas menuju kampung dekat komplek yang merupakan lingkungan rumah Devano Adelio Syah Putra; anak berkacamata yang paling akrab dengan Fikri untuk saat ini.
Dengan penuh percaya diri, Devano menjelaskan semua materi yang akan diujikan lusa. Dan Fikri pun berusaha mati-matian untuk memahami semua penjelasan Devano. Lumayan, walaupun bukan seorang peraih peringkat tertinggi di angkatan, tapi penjelasan Devano cukup jelas dan mudah dimengerti oleh Fikri.
Saat Fikri masih sibuk berpikir dan menghitung soal yang Devano berikan, tiba-tiba saja terdengar suara ibu Devano berseru, "Phin! Dephina!"
Devina Adelia Syah Putri, adalah kakak perempuan Devano yang sekarang tengah duduk di bangku kuliah semester tiga. Beberapa kali Fikri bertemu Devina kalau berkunjung ke rumah Devano. Dia adalah seorang gadis cantik berkacamata dengan tinggi badan yang tidak begitu tinggi, mungkin hanya 150 cm saja. Meski begitu kepribadian Devina sangat berlawanan dengan Devano yang cukup supel dan ramah, Devina adalah tipe cewek introvert yang nampak jutek.
"Apa Bu?!" Jawab Devina dengan lantang.
"Ibu mau kerumah Mpok Atiek! Tolong cuciin rantang katering sama masikin Aer sepanci ya! Buat bikin es batu!" Seru ibu Devano panjang lebar.
"Iya!" Jawab Devina singkat.
Beberapa menit kemudian suasana kembali hening, lalu ibu Devano terdengar kembali berseru, "Dephin! Jangan lupa ya! Masakin Aer sepanci!"
"Iyaa!!" Jawab Devina cepat.
...
Waktu terus bergulir, dan Fikri masih memutar otak untuk mengerjakan soal yang Devano berikan. Padahal cuma lima soal, tapi butuh waktu belasan menit untuk menyelesaikan salah satunya saja.
Dalam kondisi seperti itu, tiba-tiba Devano keluar kamar dan memanggil kakaknya, "Phin! Dephin! Tadi ibu nyuruh apa?! Lu udah kerjain belom?!"
Lalu dengan cepat Devina menyahutinya dengan berseru, "Aaah! Iya!!! Lupa gua!!"
Devano kembali memperhatikan Fikri yang masih pusing mengerjakan soal. Lalu suara Devina yang tengah berbenah pun terdengar begitu sibuk. Sampai suara dering telepon terdengar menggunakan seisi rumah, dan Devina terdengar berlari untuk mengangkat panggilan itu.
"Halo Mel! Kenapa?"
"..."
"Oh! Tugas dari pak Loren? Ada lagi kah?"
"..."
"Oh!! Oke.. makasih udah ngabarin Mel!"
Dan suasana kembali tenang. Detik demi detik berlalu, dan Fikri mulai tak sanggup menyelesaikan soal yang Devano berikan. "Van! Ini apa maksudnya?!" Tanya Fikri tak sabar.
Devano pun menjelaskan dengan sabar, sampai Fikri mengangguk-angguk paham dan kembali fokus menghitung.
Sebenarnya Fikri sudah merasa sangat bosan dan mengantuk. Kesadarannya pun mulai kabur dan kepalanya mulai mengangguk-angguk karena setengah sadar. Devano tertawa melihat tingkah Fikri itu, lalu memotret momen yang sangat kocak menurutnya itu.
...
"DEPHINA! NGAPAIN AJA LO?!" seruan ibu Devano pun menyadarkan Fikri dari kantuknya seketika.
"AER KERING NIH!! KALO MASAK DILIAT-LIAT NAPA!!" sambung ibu Devano yang diikuti dengan suara kompor yang dimatikan dan suara tutup panci yang dibanting kasar ke meja.
Suara Devina yang berlari buru-buru dari kamarnya pun terdengar riuh. Dia terdengar panik sambil berseru, "Yah! Lupa Bu!!"
"LUPA! LUPA! NGAPAIN AJA LO?! RANTANG KATERING JUGA KAGAK DICUCIIN!!"
Detak jantung Fikri rasanya ikut berpacu, sedangkan Devano nampak menghela nafas resah sambil bergumam, "lupa lagi dia?"
"Tadi ada tugas mendadak, terus..."
"PLAK!!"
Suara tamparan pun terdengar nyaring. Lalu ibu Devano berseru, "ALESAN! ABIS MAEN HP KAN LO?!""HAH?!" dengus Devina yang mulai emosi juga. "APAAAN SIH?!" tanya nya hambar. Lalu terdengar suara langkah kasar menaiki tangga, dan diakhiri dengan suara pintu yang dibanting keras.
"TADI AKU KETIDURAN! PUAS?!" seru Devina dari dalam kamarnya.
"DURHAKA LO SAMA ORANG TUA!" seru ibu Devano semakin menjadi.
"M*TI AJA LO!"
Dan kali ini Fikri merasa sangat terkejut. Bisa-bisanya seorang ibu kandung bicara begitu. Sedangkan Devano nampak tersenyum pasrah sambil berkata, "sorry ye, Lo malah jadi dengerin nyokap gue ngomel-ngomel..""Sans Van, nyokap gue juga biasanya gitu.. walaupun kagak ampe nyuruh gue m*tidak juga sih.." jawab Fikri santai.
Devano pun tertawa lega mendengarnya. Lalu sambil mengemas buku dan alat tulis nya Fikri kembali berkata, "gue juga dah pening mikirin MTK.. lanjut besok aja ye"
"JADI ANAK GADIS KAGAK ADA GUNANYA LO! PERCUMA GUA BANTING TULANG NYARI DUIT BUAT NYEKOLAIN ELO!"
"PRANG! GUBRAK!" suara beberapa peralatan dapur yang dibanting sana-sini pun terdengar semakin riuh.
"TIDUR AJA TEROOS! BISANYA MAEN HP, MAKAN, AMA TIDUR DOANG LO! KUPING KALO ADA ORANG NGOMONG DIPAKE! JANGAN BUAT PAJANGAN DOANG! TOL*L LO!"
...
Beberapa menit berlalu, dan ibu Devano masih saja memaki-maki putri sulungnya. Emosinya pun mengalir ke tongkat lap pel yang ia tengah gunakan untuk mengepel lantai dapur. "RANTANG KAGAK DICUCIIN.. AER KAGAK DILIATIN.. UBIN PADA BECEK!! KAGAK GUNA LO!"
"Udah Bu!" Celetuk Devano yang tiba-tiba muncul di hadapan ibunya.
Wanita paruh baya itu pun seketika menghentikan amarah nya. Lalu tatapan nya tersorot tajam kepada Devano.
"Bu, masih ada Fikri.." kata Devano yang berusaha tetap lembut.
Ekspresi ibu Devano pun dengan cepat berubah, beliau tersenyum ramah dan meminta maaf kepada Fikri karena sepertinya telah mengganggunya.
"Gapapa Tante, ini udah selesai kok belajarnya.." kata Fikri sopan. Lalu ia memohon pamit pulang dan menyalami ibu Devano.
...
Devano mengantar Fikri sampai motornya yang terparkir di lahan kosong sebelah rumah Devano. Lahan itu memang biasanya dijadikan parkiran motor ataupun mobil oleh orang-orang sekitar, asal motornya dikunci stang dan tidak meninggalkan barang berharga di motor, maling motor tidak akan menyentuh motor itu. Insya Allah.
"Sebenernya gue kesian sama si Dephin.." kata Devano yang tiba-tiba memecah keheningan.
Fikri nampak tidak begitu mendengar suara Devano. Dan dia justru memaki dirinya sendiri yang masih belum memahami materi tentang peluang yang menjadi kisi-kisi ujian MTK lusa. "Anj*r! Ngapain coba nyari peluang angka 4 sama 2 muncul, kalo 2 dadu dilempar lima kali? Kan kuker!" Gerutu Fikri kesal.
Devano menyipit, lalu berkata, "Fik! Gue lagi curhat nih!"
"Oh! Sorry? Jadi?"
"Jadi, kalo yang dicari angka 2 sama 4..."
"Van!!"
"Ya?"
"Kata lu tadi lagi curhat?!"
"Oh! Iya.."
...
![](https://img.wattpad.com/cover/349879095-288-k78653.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
KAKAK ♡
Novela JuvenilKakak P*k*n Adek b*c*t Temen l*kn*t ♡ Everybody.. Cerita ini asli karangan, bukan bermaksud memprovokasi ataupun menyinggung pihak manapun. Semoga yang baca suka ya.. ~Fikri