3

204 54 3
                                    

Segalanya terjadi begitu cepat. Mina hanya ingat pria itu menghentak-hentakkan tubuhnya bergerak di dalam dirinya dan kemudian mereka mencapai puncak bersama. Setelahnya mereka tidur bersama dan Mina bangun mendengar suara gesekan pakaian. Dia membuka mata dan segera menutup matanya beberapa kali karena silau ole sinar matahari.

Saat Mina sudah dapat beradaptasi, pria itu ternyata sudah menjulang di depannya dengan pakaian rapi. Itu membuat Mina segera bangun dan bersandar di kepala ranjang dengan tatapan mengarah ke pria itu. Mina membungkus diri dengan selimut, ingat kalau di balik selimut itu tidak apa pun yang melindungi tubuhnya.

Pria itu segera meletakkan cek di nakas. "Aku menambahkan uang untukmu. Gunakan dengan bijak."

Dan setelahnya pria itu melangkah pergi. Tidak mengatakan apa pun lagi. Dengan dingin pria itu memunggunginya dan membuat Mina merasa begitu menyedihkan. Tapi memangnya apa yang dia harapkan? Dengan harga tinggi untuk dirinya sendiri, pria itu sudah memberikan pengalaman pertama yang tidak menyisakan trauma saja sudah lebih dari cukup.

Ada beberapa cerita yang Mina dengar tentang mereka yang bertemu pria yang salah. Ada yang disiksa sampai trauma. Ada yang ditiduri dari malam sampai malam lagi. Dan Mina merasa dia bertemu dengan pria paling normal. Hanya mungkin lebih dingin dari manusia biasa pada umumnya.

Wanita yang mengantarnya ke kamar segera masuk setelah tidak lama pria itu meninggalkan kamar. Dia meletakkan cek lain di dekat cek yang diberikan pria itu. Wanita itu tersenyum dengan murah hati. "Sepertinya kau bertemu dengan pria yang sangat royal. Dia menambahkan lagi padamu cukup banyak."

"Ya," timpal Mina tanpa terlihat bahagia sampai sekali.

"Aku membawakan gaun untukmu. Pria itu mengatakan dia merusak gaunmu dan pakaianmu yang semalam jelas tidak bisa kau kenakan lagi. Jadi pakailah gaun ini setelah kau selesai mandi."

Mina mengambil gaun itu dan membawa selimut ke kamar mandi. Dia mandi sebentar dan membersihkan dirinya dengan lebih keras. Kemudian menghilangkan bayangan apa yang terjadi semalam. Setelahnya Mina keluar dengan gaun baru yang dia kenakan.

"Aku akan mengantarmu sampai ke depan. Apa tidak ada masalah serius yang terjadi?"

"Huh?"

"Di area itu." Si wanita memberikan gerakan dengan matanya ke arah bawah Mina.

Mina segera berdehem dengan salah tingkah. "Tidak. Sangat normal. Tidak perlu dikhawatirkan."

"Oh, untungnya kau bertemu pria yang lembut. Kalau begitu ikut aku." Wanita itu sudah melangkah ke arah pintu.

Mina mengejar dan menghentikannya. "Tunggu, bagaimana dengan bayaran di tempat ini? Juga gaun yang rusak? Berapa aku harus membayar?"

"Kau tidak perlu membayar, Cantik. Semuanya pihak sana yang menanggung. Kau hanya perlu membawa uangmu dan apa pun yang kau rencanakan pada hidupmu, semoga itu berjalan dengan baik. Aku mendoakanmu."

"Terima kasih. Sungguh tidak membayar?"

"Tidak, Mina. Tidak akan ada tagihan di belakang hari juga. Kau bisa tenang. Tapi tentu saja, jika kau mau menjadi orang yang bekerja tetap di sini, aku akan coba mengatakan pada bosku untuk mempertimbangkanmu."

Mina menelan ludahnya. "Tidak terima kasih. Aku memiliki rencana masa depan di mana menjadi wanita malam bukan salah satunya. Aku harus menolakmu."

"Aku hanya mencoba menawarkan. Karena kau menolak, kalau begitu ayo aku akan mengantarmu keluar. Kesopnana yang tersisa, jangan kau tolak."

Mina mengangguk tidak keberatan.

***

Sepertinya doa yang diberikan wanita yang bekerja sebagai penyambut tamu di rumah pelacuran itu sama sekali tidak dikabulkan. Dia mengatakan apa pun rencana Mina semoga berjalan dengan baik. Tapi saat dia selesai memeriksa kesehatannya dan menemui dokter pribadi yang menanganinya, Mina harus dibuat tercengang saat dokter itu menyerahkan kertas satu lembar yang mengguncang seluruh dunia dan akal sehatnya.

"Aku baru melihatnya dan kau memang hamil, Mina."

Mina menatap dokter itu tidak percaya. Lebih seperti dia menolak percaya. "Mana mungkin ...."

"Apa kau dua bulan yang lalu berhubungan dengan seseorang?"

Mina menatap kertas itu dengan tatapan kosong. Tidak tahu bagaimana mengatakannya pada dokter. Dia baru saja menata hidupnya, baru saja mendapatkan kebahagiaan kecil dari kesendiriannya di mana dia akhirnya bisa memikirkan dirinya sendiri. Kehidupannya baru saja stabil dan bisa-bisanya dia malah mengandung.

Pria itu jelas-jelas mengatakan kalau dia mandul? Kenapa malah ini terjadi? Apa pria itu membohonginya? Tapi buat apa dia melakukan hal tidak masuk akal seperti itu.

"Mina, katakan sesuatu. Apa ada orang yang memaksamu?" Dokter itu mulai tampak khawatir.

Mina yang tidak mau dokter salah paham segera mengenyahkan segala kekhawatirannya. "Tidak, Dokter. Aku memang pernah melakukannya. Dua bulan yang lalu. Secara sukarela tentu saja."

"Kalau begitu anak itu memang miliknya. Bagaimana kalau kau menhubunginya dan—"

"Aku ingin aborsi, Dokter."

"Apa?"

"Aku ingin menggugurkan anak ini." Mina menyentuh perutnya. Dia tidak mau menunggu dirinya posesif pada janin itu. Jadi dia segera mengambil tindakan. "Bisakah aku melakukannya, Dokter?"

"Tapi kenapa? Hamil anak kembar adalah sesuatu yang langka. Menggugurkannya tidak hanya akan membuat kau kehilangan keduanya. Tapi kau juga bisa-bisa tidak akan bisa hamil lagi di masa depan. Akan sulit mendapatkanya lagi. Kau harus memikirkannya."

Mina terdiam sejenak. Dia menatap hasil USG nya dan menemukan kalau memang ada dua bulatan di sana yang tentu saja akan menjadi bayi yang hidup, bernyawa dan bernapas di masa depan. Tapi lebih dari keinginannya untuk mempertahankan bayi kembarnya, Mina lebih masuk akal dengan tahu kalau dia hanya akan mendatangkan kesengsaraan pada bayinya jika sampai dia melahirkannya. Tidak ada masa depan indah yang menunggu mereka. Lebih banyak penderitaan dan luka.

Sudah cukup Mina yang merasakannya. Dia tidak akan membawa darah dagingnya juga merasakan kepahitan hidup.

"Aku sudah memikirkannya, Dokter. Aku tetap ingin menggugurkannya."

Dokter itu yang melihat kesungguhan di mata Mina, hanya dapat mendesah dan tahu kalau keputusan semacam itu memang terletak pada pasiennya. Bukan dirinya. Dan jelas pasiennya memiliki pertimbangan sendiri dengan apa yang menjadi keputusannya. Tugasnya hanya memberikan saran dan sedikit gambaran. Jika pasien tetap bersikeras dengan apa yang dia inginkan, maka sebagai dokter hanya bisa mengikut. Meski jelas dokter itu menyayangkan.

My Little Darkness (SEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang