Kaeden masuk ke rumah dengan tergesa-gesa. Dia berlari dan sepertinya ini pertama kalinya pria itu berlari sepanjang hidupnya. Membuat semua orang yang menatapnya kebingungan. Bahkan ibunya yang mempertanyakan ada apa dengannya dia abaikan begitu saja.
Oliver yang ngos-ngosan di belakangnya yang dihentikan oleh Corine yang tadinya sedang sibuk menikmati teh paginya. "Ada apa dengannya? Dia aneh begitu."
Oliver mengatur napas dan menggaruk pelipisnya sendiri.
"Ada apa?" Corine keras kepala ingin tahu.
"Sepertinya Mina di kampusnya dirundung dan ada rumor yang mengatakan bahwa dia hamil oleh pria tua yang membiayainya. Juga mereka mengatainya pelacur." Oliver meringis setelah mengatakannya.
Wajah Corine menjadi buruk mendengarnya. Dia sudah akan melangkah ke kamar Mina menyusul untuk melihat keadaannya. Dia khawatir.
Tapi Oliver menghentikannya. "Tante, bukankah sebaiknya kita menunggu saja di sini? Kakak ipar tadi menangis saat menghubungi Kaeden. Meminta bantuan Kaeden. Bukankah itu artinya kakak ipar tidak mau kau tahu apa yang terjadi padanya? Kau ada di rumah tapi kakak ipar menghubungi Kaeden. Sepertinya yang dia butuhkan saat ini cukup Kaeden. Kita bisa mencari tahu nanti pelan-pelan kalau mereka sudah bicara. Mereka membutuhkan waktu berdua sekarang."
Corine meremas tangannya dengan gusar. "Kau benar. Aku harap Kaeden akan membantunya."
***
Kaeden naik beberapa anak tangga sekaligus, dengan kaki panjangnya, itu mudah dilakukan. Dia masuk ke kamar dan mencari di mana Mina berada. Menemukan gadis itu ada di dekat nakas duduk di lantai dengan airmata deras memandangnya, Kaeden merasa hancur berkeping-keping.
Salahnya, dia harusnya menyelidiki lebih awal dan tidak menunggu sampai gadis itu bercerita. Mina selalu tahu cara menahan cercaan dan kebencian orang lain. Keluarganya sendiri yang membuat dia dapat menerima semua itu. Semakin memikirkannya, semakin Kaeden membenci keluarga itu.
Menjatuhkan diri di depan Mina, Kaeden segera mengusap pipi gadis itu. "Apa yang terjadi?"
Mina bergerak dan memeluk Kaeden. Semakin keras tangisnya saat berada dalam pelukan pria itu. Awalnya segalanya biasa saja sampai Mina menyadari kalau dia harusnya tidak melakukannya, dia tidak boleh terlalu dekat dengan Kaeden secara emosional. Apalagi sekarang Kaeden membalas pelukannya dengan sangat erat seolah tidak mau melepaskannya.
Dan itulah yang terjadi, saat Mina berusaha lepas, Kaeden malah menahan. Mina sampai mendorong dengan keras dan takut. Dia membuat Kaeden menatapnya dengan dalam dan wajah pria itu mengeras entah kenapa.
Kaeden memberikan pandangan mematikan. Gadis itu selalu tahan dengan siksaan orang lain. Selalu menahan diri dan tidak melakukan perlawanan. Tapi kenapa pada Kaeden dia malah seperti memiliki tombolnya sendiri yang membuat Mina berusaha menjauh darinya dan tidak bisa bertahan di sisinya. Itu membuat Kaeden tidak lagi dapat menahan dirinya sendiri.
Melepaskan sedikit gadis itu, dia memberikan tatapan yang akan membuat siapa pun menelan ludah tidak berdaya.
"Kaeden, apa yang ...."
Kedua tangan Kaeden ada di wajah Mina. Dia menekan kedua telapaknya di sana, menyalurkan hangat telapaknya pada wajah Mina. Itu membuat Mina tertegun dengan mata jernih pria itu yang seolah mengolesi akal sehatnya.
Bibir Mina terbuka, hendak bicara lagi karena dia tidak mau terjebak ke dalam pikirannya sendiri yang memiliki begitu banyak pertanyaan. Tapi sebelum Mina sempat menggerakkan bibirnya, bibir Kaeden sudah meraup bibirnya dengan hangat, menekan dan basah.
Mina melebarkan pupil matanya. Ini bukan ciuman pertama mereka. Tapi jelas ciuman ini berbeda dari sebelumnya. Bibir Kaeden yang hangat memberikan sensasi menggelitik yang kuat. Membuat Mina terhanyut dan terbuai.
Beberapa saat setelahnya, setelah bibir itu berhenti, Mina hanya sanggup menatap Kaeden dengan bibir terbuka tidak percaya.
"Sekarang katakan, apa yang terjadi?" tanya Kaeden dengan wajah yang tampak masih santai seolah tidak baru saja memberikan ciuman yang membara.
Mina menelan ludahnya. Dia menatap Kaeden sebentar dan mengalihkan wajahnya. "Ibuku. Dia menghubungiku dan mengatakan kalau aku harus memberikannya uang. Kalau aku tidak mengatakannya, dia akan membuat pengumuman di media sosial mengatakan aku anak durhaka dan aku rela menjual diriku sendiri tapi tidak mau memberikan uang pada keluarganya sendiri. Dia akan merusak nama baikku, Kaeden. Aku tidak mau dia merusak nama baikku. Dia ibuku tapi kenapa dia begitu tega denganku?"
Kaeden mendesah dan mengusap pipi itu lembut dengan ibu jarinya. "Aku akan menyelesaikannya untukmu. Apa hanya itu?"
Mina yang mendengarnya tertegun. Mempertanyakan diri sendiri apakah dia perlu memberitahu perlakuan Shannon padanya? Karena Mina juga tahu yang mengunggah foto itu adalah Shannon. Dia bahkan tidak memakai akun samaran. Jadi semua orang tahu apa yang sudah dia perbuat. Tapi memang tidak akan ada yang berani mengusiknya. Tapi jika Kaeden tahu, mungkinkah Kaeden bisa membantunya agar Shannon tidak mengganggunya?
"Jika kau tidak mengatakannya, aku akan menciummu lagi seperti yang aku lakukan barusan," ancam Kaeden sungguh-sungguh. Mungkin benar-benar berharap Mina tidak mengatakannya. Tapi keinginan untuk mendengar Mina mengatakannya sendiri lebih besar dari itu.
Mina memutuskan dengan agak khawatir Kaeden akan sungguh menyerangnya. "Ada teman kampusku. Namanya Shannon Silva. Ayahnya adalah seorang kepala polisi di pusat kota. Ayahnya donatur terbesar di kampus. Dia sering merundungku. Dia mengataiku beberapa kali dan bahkan pernah merobek pakaianku. Dia melakukan banyak hal padaku, alasannya karena pria yang dia sukai tidak pernah bicara dengannya dan lebih suka bicara denganku."
"Pria?"
"Salah satu teman kampus. Namanya Jackson. Aku sudah coba menjauhinya, tapi pria itu terus bicara denganku membuat aku juga tidak suka. Jadi aku memutuskan cuti saja."
Kaeden mengelus wajah gadis tersebut. "Kenapa tidak pernah mengatakannya padaku? Kau tidak cukup percaya padaku bisa menyelesaikan masalahmu?"
"Mana mungkin aku tidak percaya. Aku hanya tidak mau mengganggumu. Aku sudah terlalu banyak memberikan gangguan padamu. Membuat kau menyediakan tempat tinggal, makanan, pakaian dan bahkan mengantar serta menjemputku. Kalau aku mengatakan lagi masalah yang tidak bisa kuselesaikan, aku khawatir kau akan lebih banyak terganggu olehku."
Kaeden menjatuhkan kepala Mina di atas dadanya. "Mana mungkin kau menggangguku. Kau sama sekali tidak menggangguku. Memilikimu adalah berkah bagiku. Kau tahu itu, kan?"
Mina mendongak, agak tidak percaya. "Bukankah karena aku sedang mengandung anakmu?"
"Itu hanya salah satu alasannya. Dan bukan alasan pertama. Karena alasan pertama adalah kau. Jika bukan kau, aku tidak akan bertindak sejauh ini. Kau tidak dapat merasakannya? Betapa tulusnya aku dan betapa besar perasaanku?"
Mina membeku. Dia tidak merasakannya, tidak, lebih tepatnya dia tidak berani merasakannya. Dia takut kalau segalanya hanya angannya semata. Tapi Kaeden mengatakannya sendiri sekarang. Itu membuat Mina tidak lagi dapat menghindari perasaan yang dia sendiri selama ini takut akui.
***
Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di akuSampai jumpa mingdep 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Darkness (SEN)
RomancePria biksu seperti Kaeden Vaughn pada akhirnya masuk jebakan ibunya. Dengan obat yang sudah ditelan, Kaeden tidak lagi bisa menahan diri menyentuh gadis muda yang jatuh ke pelukannya. Sang gadis sempat memperingatkannya soal pengaman, tapi dengan la...