14

137 41 3
                                    

Mina berdeham mengalihkan tatapannya, dia menatap ke arah dinding dengan tubuh panas dingin tidak wajar. Dia menunggu Kaeden selesai melakukannya seperti sedang menunggu keputusan hakim dalam penghukuman. Begitu mendebarkan dan begitu menggetarkan. Sampai rasanya Kaeden sengaja membuatnya lebih lama.

Hingga waktu membawa segala penyiksaan hati itu berakhir. Kaeden mengangkat tangannya dan selesai.

Mina mendesah dengan lega. Dia segera bangun dan duduk, bersandar di kepala ranjang. Siap melihat kepergian Kaeden agar dia segera bisa menenangkan diri.

Tapi Kaeden tidak beranjak. Membuat Mina menatap tidak yakin.

"Sekarang lepaskan semua pakaianmu," pinta Kaeden tanpa menahan suaranya sama sekali. Dia mengatakannya dengan datar tanpa emosi.

Tapi jelas perkataannya meledakkan perasaan Mina. Meski Kaeden sudah pernah melihat tubuhnya, itu tidak lantas membuat Mina ingin memperlihatkannya lagi dalam kondisi ini. "Apa?" Mina segera meraup semua selimut dan membungkus diri dengan benda itu. Seolah Kaeden akan menyerangnya, jadi dia butuh menamengi dirinya.

"Minyaknya juga harus dioleskan di beberapa tempat lain."

"Di mana saja?" tanya Mina dengan perasaan was-was.

"Lipatan ketiak. Sikut. Dengkul dan juga pantat," timpal pria itu santai."

"A..apa? Pantat?"

Kaeden mengangguk.

Mina tanpa menunggu waktu segera mengambil minyak dari tangan Kaeden. Menatap pria itu dengan wajah yang coba bersikap biasa seperti sikap yang ditunjukkan pria itu. Tapi tidak mudah melakukannya saat pria itu benar-benar membuat dia membayangkan sentuhannya di area tersebut.

Wajah keras kepala Mina membuat Kaeden mundur, tidak mau memaksakan. Mendekati pelan-pelan adalah jawabannya. Dia akan melakukannya dengan hati-hati. Karena gadis kecil ini benar-benar menguasai segala aspek kehidupan Kaeden. Bahkan sisi tergelapnya pun bersuka cita dengan kehadiran gadis ini.

"Kau yakin bisa melakukannya sendiri?"

Mina langsung memberikan anggukan tanpa menunggu detik berlalu.

"Aku sudah memperlihatkan caranya. Lakukan seperti yang aku lakukan."

"Aku akan melakukannya. Terima kasih."

Kaeden menatap sejenak dan kemudian berbalik lalu melangkah meninggalkan. Menutup pintu meninggalkan Mina sendirian.

Setelah sendiri, Mina langsung membuang botol itu ke nakasnya. Dia bergidik ngeri sendiri dengan apa yang hampir dilakukan Kaeden padanya. Dia lebih suka memiliki bekas melahirkan dari pada membiarkan Antonio melakukan hal itu padanya.

Mina tidak jadi mengoleskan minyak itu pada dirinya. Dia lebih dulu membayangkan hal-hal yang tidak patut di bayangkan. Mina masuk ke selimut dan berbaring dengan mimpi yang segera menjemputnya.

Kaeden sudah masuk ke mobil setelah yakin Mina tidak akan pergi ke kampus. Dia tidak perlu mengantarnya karena gadis itu dengan tegas mengatakan dia akan cuti kuliah. Kaeden tahu ada sesuatu yang salah, Mina jelas bukan orang yang akan menyerah pada apa yang dia sukai begitu saja. Kaeden harus mencari tahu.

Kaeden yang sejak tadi menutup mata dengan satu tangan menyangga dagu segera membuka matanya dan menatap ke arah Oliver yang duduk di samping supir. "Kau sudah lakukan apa yang aku perintahkan?"

Oliver menatap ke belakang.

"Keluarga Mina. Kau sudah menghancurkan mereka?"

"Seperti yang kau inginkan. Aku membuat mereka membayar mahal pada apa yang mereka lakukan terhadap Mina. Kedua kakaknya kehilangan pendidikannya karena mereka memang masuk kampus bergengsi dengan bayaran mahal dari kedua orangtuanya. Sedangkan ayah dan ibuny tidak lagi memiliki pekerjaan. Mereka sibuk mencari Mina. Aku sudah memblokir semua akses mereka untuk dapat menemukan Mina."

"Bagus. Apa ada lain?" Kaeden bertanya dengan mata yang kembali terpejam.

"Hm ... sebenarnya ...."

Kaeden membuka mata lagi menatap tajam ke arah Oliver yang dipenuhi dengan keraguan. "Sejak kapan kau tidak bisa menyelesaikan kalimatmu? Katakan, ada sesuatu yang harusnya aku tahu?"

Oliver mendesah dan akhirnya menyerahkan tabletnya pada Kaeden. "Kau harus melihatnya sendiri."

Kaeden meraih tablet itu dan menatap ke arah foto yang sepertinya dia kenali. Dia menatap seksama foto itu dan yakin memang mengenalnya. Foto itu diambil saat dia memeluk Mina di waktu hujan. Saat gadis itu menunggunya dalam basah kuyup. Foto itu diambil dari posisi belakang Kaeden. Yang membuat hanya wajah Mina yang tampak sedang Kaeden hanya ditunjukkan punggungnya.

Yang membuat Kaeden hampir bisa merasakan dadanya terbakar adalah beberapa komentar soal Mina yang hamil oleh pria tua. Bahkan hidupnya dibiayai si pria tua buncit jelek. Mereka mengatainya sebagai mata duitan dan beberapa lebih parah yang bahkan bilang kalau Mina pelacur jalanan.

Kaeden melemparkan tablet itu dengan keras. Layarnya segera retak yang membuat suasana di dalam mobil hening sesaat. Bahkan supir merasakan gemetar pada tangannya saat mereka sama-sama tahu, mengusik kemarahan Kaeden bukan sesuatu yang menyenangkan.

"Apa dia tahu?"

Oliver mengangguk pelan. "Dia harusnya sudah membacanya mungkin pagi ini. Karena itu masuk ke buletin kampus yang di mana wajahnya diblur. Tapi jelas beberapa ada yang tidak. Membuat dia menjadi gunjingan banyak orang di kampusnya."

Kaeden menekan tangannya ke tulang hidungnya. "Itu makanya wajahnya suram saat sarapan tadi. Dia tidak mengatakan apa pun padaku. Beraninya dia tidak mengatakannya!" wajah merah dengan mata menyala itu memberikan siapa pun yang melihat akan merasa tertekan dan tercekik sendiri.

"Kaeden, satu lagi ...."

Wajah membunuh Kaeden segera membuat wajah Oliver memucat.

"Sepertinya kakak ipar mengalami perundungan di kampusnya. Aku sudah menyelidikinya dan pihak kampus yang tahu hanya diam saja. Karena mereka tidak berani mengatakan apa pun. Perundungnya kudengar salah satu donatur terbesar di kampus itu. Mereka tidak tahu siapa kakak ipar. Itu makanya mereka berbuat seperti itu. Apa kau akan melakukan tindakan?"

"Tentu akan kulakukan. Tapi sebelum itu dia harus mengatakan yang sebenarnya padaku. Dia tidak harusnya menyembunyikan hal sebesar ini dariku. Bagaimana dia bisa menghadapi segalanya sendirian selama ini? Dia bahkan tertekan sendiri."

"Kakak ipar memang kuat."

"Kirimkan daftar nama-nama yang merundungnya, dan ...." Kaeden menghentikan suara saat mendengar ponselnya bergetar. Dia segera meraih ponsel di saku jasnya dan menatap ke layarnya untuk menemukan nama Mina di sana. Kaeden mendesah dan segera menjawab panggilan itu, "halo?"

"Kaeden," suara Mina terisak.

Kaeden segera duduk dengan tegak. Wajahnya tegang dan kemarahan itu sekejap berubah menjadi kekhawatiran. "Ada apa? Kau menangis? Apa yang terjadi?"

"Kaeden, bisakah kau membantuku. Aku membutuhkan bantuanmu."

"Aku akan segera pulang. Tunggu aku." Dan Kaeden mematikan sambungannya segera.

Oliver menatap tidak yakin.

"Putar balik. Sesuatu terjadi pada Mina. Sekarang!"

Supir segera memutar mobilnya dan tidak peduli dengan beberapa klakson yang terganggu. Supir mengebut karena wajah bosnya seperti hendak memakan orang sekarang.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

My Little Darkness (SEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang