10

167 47 1
                                    

Dengan beberapa pandangan yang coba dia abaikan, Mina membeli beberapa makanan dan kembali ke kelas. Dia memakai mantel yang memang dia bawa di tas. Dia tidak tahu kalau dia akan membutuhkannya. Untung saja Corine memaksanya membawa mantel itu. Kalau-kalau Mina membutuhkannya. Karena perempuan hamil rentan dengan cuaca dingin.

Mina memakai mantelnya dan segera memakan makanannya dengan lahap. Tidak peduli apa yang terjadi padanya, tidak peduli dengan penghinaan mereka, Mina hanya ingin kedua bayinya tumbuh dengan sehat. Dia akan mengabaikan segalanya, dia hanya sedang kena sial saja.

Tapi jelas kesialannya belum berakhir karena Jackson sekarang berdiri di depan mejanya, membuat dia mendongak menatap ke arah pria itu.

"Terjadi sesuatu padamu?"

Mina menggeleng. "Aku sedang makan. Bisa kau tidak mengganggumu."

"Jadi maksudmu aku mengganggumu? Itu yang membuat kau mengabaikanku?"

"Aku tidak ...." Mina segera menatap ke arah pintu, menemukan Shannon dan dua temannya baru saja masuk dan jelas mata mereka yang menusuk mengarah ke Mina. Itu membuat Mina mendesah dengan keras. "Ya. Kau mengganggu. Jadi bisa kau pergi?"

Jackson yang mendengarnya menatap dengan agak kecewa. Tapi dia kemudian meletakkan pulpen di dekat Mina. "Aku hanya ingin mengembalikan barangmu. Kau menjatuhkannya. Maaf karena aku mengganggu." Jackson berbalik dan pergi.

Mina sudah hendak bicara mungkin menahannya, tapi kemudian dia berpikir. Setelahnya apa yang akan terjadi? Membuat Jackson kembali dan mereka bicara dengan lebih baik? tiga pasang mata binatang itu mengawasinya. Jadi mana mungkin dia melakukannya. Mina hanya kembali dengan makanannya dan berusaha mengabaikan sekitarnya. Meski tentu saja dia tidak bisa melakukannya dengan tenang. Apalagi tawa ketiga perempuan jahanam itu segera menghampiri telinganya.

Mina bisa bernapas dengan lega kemudian setelah jam kampusnya selesai. Mina melangkah keluar dari kampus dan menemukan mobil mewah milik Kaeden sudah menunggunya. Mina menengok ke kaca dan Kaeden ada di sana. Dia benar-benar menjemput Mina.

Segera masuk ke mobil, Mina hanya menatap ke depan tidak menatap Kaeden.

"Pasang sabuk pengamanmu. Jangan sampai terjadi hal yang buruk nantinya," peringat Kaeden.

Mina melakukannya tanpa banyak bicara. Dia hanya sibuk memikirkan bagaimana dengan masa depannya di kampus. Shannon jelas tidak akan selesai dengannya. Dia menjanjikan banyak hal buruk ke depannya. Apalagi dengan Jackson yang tidak mau bicara dengannya. Shannon jelas menyalahkannya.

Perasaan membuat orang bersikap berlebihan. Tapi tampaknya Shannon berada ditahap hilang kewarasannya.

Sampai di rumah kepala pelayan menyambut mereka. "Nyonya Muda, anda ingin saya siapkan makan?"

Mina menggeleng dengan lesu. "Aku akan ke kamar dulu." Mina mengangguk pada Kaeden tapi dia bahkan tidak menatap pria itu. Dia hanya melangkah dengan lesu.

Tatapan Kaeden mengiringi kepergiannya.

Mina masuk ke kamar dan duduk di dekat ranjang. Dia duduk di lantai sembari memeluk lututnya sendiri. Tasnya masih berada di tangan dan tampak tidak akan melepaskannya dalam waktu dekat. Suara-suara Shannon masih membayangi kepala dan perasaannya. Itu membuat Mina menjatuhkan kepalanya ke ranjang dengan airmata yang jatuh.

Dia meratapi hidupnya sendiri di mana tidak ada yang menginginkannya. Tidak keluarganya dan tidak juga Kaeden. Pria itu hanya membuat dia berada di sini sebab bayi yang dikandungnya. Kalau dia tidak hamil, mana mungkin dia akan bisa berada di sisi Kaeden. Mana bisa dia ada di rumah ini dan memakai barang-barang mewah ini. Kalau dia tidak hamil ... apakah hidup Mina akan lebih baik?

Pintu terbuka membuat Mina terkejut. Dia menatap ke arah pintu dan menemukan Kaeden yang berdiri di sana dengan terkejut. Mina juga terkejut, dia segera mengusap airmatanya yang jatuh ke pipi kemudian mengalihkan tatapannya dengan malu karena ketahuan sedang menangis.

"Apa yang terjadi?" Kaeden mendekat, berlutut di depannya dengan coba menyentuh pipi Mina.

Mina mendorong tangan Kaeden tidak ingin disentuh.

"Apa aku melakukan kesalahan?" tanya Kaeden dengan masih suara tenangnya tapi ada getar tidak terbaca pada bibir itu. "Jika aku melakukan kesalahan maka aku minta maaf. Ini pertama kalinya aku berurusan dengan perempuan dan tidak bisa melakukan banyak hal pada situasi semacam ini. Jadi, maafkan aku, ya?"

Mina yang mendengarnya segera memandang Kaeden dengan tidak percaya. Pria dingin dan tanpa cacat cela itu bisa mengatakan maafnya juga? Mina tidak akan percaya jika dia tidak mendengarnya sendiri. "Aku tidak apa-apa. Kau tidak perlu minta maaf. Ini hanya karena lelah."

"Aku akan menghubungi dokter untuk memeriksamu."

Mina sudah akan mencegahnya tapi Kaeden sudah berdiri dan meraih ponselnya dan pria itu sudah menghubungi seseorang. Mina hanya mendongak menatapnya dengan tidak berdaya.

Beberapa saat kemudian dokter sudah datang dan memeriksanya. Membaringkannya di ata ranjang dan dokter memberikan beberapa pertanyaan seputar kehamilan. Mungkin hanya sepuluh menit dan dokter selesai sambil menatap ke arah Kaeden yang memang berdiri menunggu di sudut. Pria itu sama sekali tidak beranjak pergi. Malah diam seperti patung bernapas di sana dan membuat Mina juga dokternya tidak nyaman.

Saat tahu dokter selesai, Kaeden mendekat. "Apa yang terjadi dengannya?"

"Tidak ada masalah dengan kandungannya. Tapi perasaannya benar-benar harus dijaga. Dia tidak boleh dibiarkan memikirkan terlalu banyak hal. Untuk usia semuda ini dan hamil, memang resikonya terlalu besar. Jadi cobalah untuk terus membuat dia bahagia, Tuan Vaaughn."

"Terima kasih. Pelayan akan mengantarmu ke depan, Dokter."

Dokter itu mengangguk dan segera meninggalkan tempat tersebut.

Kaeden kemudian bergerak ke arah Mina yang sedang berbaring dengan tatapan mengarah ke langit-langit ranjang. Kaeden duduk di sisi gadis itu dan meraih tangannya, memegangnya dengan lembut dan sedikit menekan-nekannya untuk membuat Mina tidak terlalu banyak berpikir.

"Apa ada sesuatu yang terjadi yang membuatmu banyak berpikir?" Kaeden coba memastikan.

Mina menggeleng. "Hanya beberapa urusan di kampus."

"Kalau memang terlalu melelahkan, bagaimana kalau cuti sekalian? Satu tahu saja. Setelah si kembar lahir, kau bisa ke kampus lagi."

Mina langsung bangun dengan wajah keras kepala menolak. "Aku tidak mau. Aku mau tetap ke kampus. Aku suka belajar."

Kaeden mendesah. Dia mengangguk kemudian tidak mau memaksakan. "Kalau begitu tidurlah. Aku akan membangunkanmu saat makan malam."

Mina mengangguk dan tatapan mengarah ke Kaeden yang berlalu pergi. Saat Kaeden berbalik menatapnya, dia segera memejamkan mata. Berusaha terlihat memang sedang tidur.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa ya
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

My Little Darkness (SEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang