"Mommy kenapa gak coba modelling aja sama aku?"
Perwira menyelinap duduk di belakangku mempersempit sofa. Ia melingkarkan kaki dan tangannya merengkuhku dari belakang, persis seperti koala. Aku menghiraukannya sembari menyortir hasil foto kemarin yang ternyata hasilnya... sangat wow.
Iyalah bagus. Modelnya Perwira. Aku juga gak yakin akan sebagus ini kalau modelnya yang lain.
"Kalo aku jadi model, yang foto kamu siapa?" tanyaku sembari menyeruput kopi.
Perwira menaruh dagunya di pundak kiriku dan menggumam, "Cari photographer baru."
"Enteng banget."
"I mean, look at all that Mom. You look... phenomenal." kata Perwira sambil menunjuk foto yang sedang aku buka.
"Bukan yang sebagus itu untuk jadi model."
"Bagus kok. Cantik."
Ah. Sialan.
Perwira menambahkan, "Dibanding semua model yang pernah foto sama aku, aku lebih suka sama Mommy."
Aku langsung menoleh. Melihat Perwira yang sedang senyum-senyum melihat foto-foto kita.
Aduh jantungku mendadak tidak sabaran.
Untuk mengalihkan pikiran, akhirnya aku berhenti sortir foto dan membuka aplikasi mengedit. Ada beberapa foto Perwira sendiri yang menarik untuk segera aku otak-atik untuk sosial mediaku.
Dia memperhatikan semua yang aku lakukan tanpa bicara apapun. Seolah sudah mengerti kalau aku sedang mengedit dan butuh konsentrasi tinggi. Bahkan gerakannya pun minim. Tapi di satu sisi, aku kegerahan sendiri merasa gerak-gerikku diawasi.
"Mommy,"
"Hm?" jawabku spontan.
"Semua foto ini buat apa?"
"Buat portofolio. Biar semakin banyak brand yang mau kerjasama sama kita."
Perwira mengangguk-angguk seolah dia paham maksudnya.
"Coba edit yang itu?" tiba-tiba dia menunjuk ke arah laptop.
"Yang mana?"
"Itu, yang foto kita berdua." karena tangannya gak sampe untuk meraih laptopku, aku jadi bingung foto yang mana yang dimaksud.
"Ini?"
Aku membuka file foto yang dia maksud. Tapi Perwira menggeleng.
Jadi aku menggeser beberapa foto sampai dia bilang, "Stop. Yang ini."
Mukaku auto panas melihatnya. Tadi perasaan pas aku lihat hasilnya, gak ada yang seperti ini. Karena hasil foto diakhir-akhir sesi kemarin yang tak senonoh itu mayoritas ngeblur dan sebenarnya aku lega jadi wajahku tidak terekspos. Tapi yang ini...
Bagaimana ya mendeskripsikannya. Aku jadi malu.
Well, ini foto disaat setelah aku membuka baju, bra dan celana pendekku. Perwira mendudukkan aku di pangkuannya yang ditutup selimut. Tangan kirinya menopang punggungku, tangan kanannya memegang area pipi dan telinga karena aku ingat dimomen ini dia hendak menciumku pelan. Tangan kiriku memegang area tengkuk Perwira.
Memang sih wajahku hanya kelihatan sedikit karena lebarnya tangan Perwira. Dan bagian dada juga tertutup sikunya.
Kuteliti lagi lebih jauh, perutku kelihatan rata. Untungnya!
Bibir kami di foto itu juga belum menempel. Masih kelihatan jaraknya meskipun tipis. Hmm, kayaknya kalo dilihat dari jauh pun, orang gak akan mengira kalo aku yang jadi partner Perwira di foto itu. Bagus sih. Chemistry-nya berasa di foto ini. Ini pandangan aku sebagai fotografer ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Scene!
RomanceMana pernah Tara sangka kalau sang model majalah dewasa, Perwira Darrieux malah memintanya menjadi photographer (dan pemuas) pribadinya? As always, *MENGANDUNG KONTEN DEWASA* 21+