Aku menarik lengannya yang melingkar kuat di sekitar leherku, memberi kode agar dia segera melepasnya. Kulakukan itu sambil mendelik ke arah Perwira yang sedaritadi tak berhenti tersenyum.
Meskipun kesal karena dia tiba-tiba peluk-peluk aku, tapi aku gak bisa bohong bahwa aku sebenarnya tertegun. Baru pertama kali aku melihat Perwira dari jarak sedekat ini. Dia kelihatan jauh lebih muda tanpa makeup dan rambut terikat rapi, lengkap dengan freckles halus di sekitaran hidung dan pipinya.
Dalam jeda singkat ini, aku menatap matanya dan dia pun gak melepaskan eye contact. Sampai akhirnya... aku yang salting sendiri dan buang muka.
"Soni sebentar lagi datang Mommy," ujarnya. Kayaknya Perwira menangkap reaksi jengahku setelah bertatapan dengannya, tapi dia tetap tersenyum sumringah.
Sejujurnya, mendengar Soni akan sampai sebentar lagi, somehow membuatku lega. Meskipun gak tahu untuk apa Soni ke sini, (mungkin mau ngomongin masalah photoshoot yang ditunda ke minggu depan karena kepindahanku hari ini) tapi aku bersyukur, aku aslinya belum siap berduaan sama Perwira di rumah ini. Dan.. duh! Gak tau kenapa ruangan ini jadi panas banget padahal AC-nya ada banyak.
Karena merasa panas dingin menyambar, aku mengalihkannya dengan mengedarkan pandangan ke sekitar (masih tetep dipelototin Perwira).
Rumah ini, sederhana. Gak terlalu banyak barang-barang, pasti karena Perwira tadinya berada di luar negeri dan baru pindah. Lumayan nyaman sih, tangganya dari kayu kokoh dan halaman belakangnya luas. Biar aku tinggal bersama stranger di sini, at least suasana rumah ini bakal bikin aku betah.
"Mbak Tara, tas dan barang-barangnya udah Pak Aris masukkan ke kamar ya..." suara berat khas bapak-bapak membuatku otomatis berhenti meneliti seisi rumah.
Aku tersenyum, "Makasih ya Pak Aris, maaf Tara merepotkan."
"Gapapa Mbak, kan Mbak calonnya majikan saya..."
Hah? Apa?
Calon?
Calon apa?
Calon katanya?
Apaan tuh calon??Aku mengernyit mendengar jawabannya, tapi Pak Aris menunduk permisi sebelum aku bertanya lebih lanjut.
Kini aku melirik Perwira yang udah duduk manis dan rapi, dengan tangan di atas lututnya. Kalau kutanya sama Perwira tentang maksudnya Pak Aris tadi, dia bakal ngerti gak ya?
Ah. Bodo amat.
Daripada ternyata dia dan Soni ngomongin yang aneh-aneh soal aku??"Calon apaan tuh maksudnya?"
Jawaban Perwira di luar dugaanku, "Calon penghuni, benar kan?" jawabnya polos. Padahal aku kira dia gak akan ngerti bahasa Indonesia yang gak formal.
Karena aku gak bisa membantah (soalnya itu benar), jadi aku cuma meng-hmm-kan jawabannya.
Perwira tersenyum merasa menang, dan gak lama kemudian dia merosot duduk di lantai, menarik sesuatu dari bawah meja dihadapanku. Sebuah kotak, besar, dengan gambar Toy Story. Aku masih tau kok yang mana Buzz Lightyear meskipun aku sudah dewasa.
Tapi? Kotak ini untuk apa?
"Mommy, aku boleh main?" detik itu juga dia membuka tutup dari kotak tersebut.
Asli se-asli-aslinya.
Sumpah se-sumpah-sumpahnya.
Aku belum punya kesempatan menjawab, tapi Perwira sudah mengeluarkan seluruh isi kotak itu dihadapanku hingga berserakan.Tebak apa isinya??
MAINAN.Mainan apa?
BANYAK!Dari mulai robot-robotan, mobil-mobilan sampai boneka barbie juga ada. Aku cuma bisa melotot, tanpa bisa bereaksi apapun.
Perwira? Sudah sibuk.
Sibuk mainin hal-hal konyol itu. Yang menurutku sebenarnya gak konyol sama sekali KALAU yang mainin itu benar-benar anak kecil.Tapi ini.....
Woy? WOY!
Laki-laki segede ini, dengan paketan ototnya yang kayaknya sih kalau cewek normal (termasuk aku) bisa kelepek-kelepek, MASA MAINANNYA ROBOT-ROBOTAN SAMA BARBIE? Yang bener aja sih??Aku bener-bener gak ngerti apa-apa soal yang ini. Aku kan cuma tau dia bakalan anggap aku sebagai Mommy-nya, pengasuhnya, dan photographer pribadinya, tapi aku gak tau kalau aku ternyata harus menangani sosok anak kecil yang terjebak dalam tubuh laki-laki dewasa-matang-menggairahkan (eh) ini.....
Aku harus bicara sama Soni, di detik dia sampai di sini. Brengsek Soni.
Aku sampai menjingkat kaget saat Perwira memanggilku lagi, "Mommy? Want to play with me?"
Hanya bisa kulontarkan tatapan penuh tanda tanya, serta tatapan ilfeel tentu saja! Dan entah apa yang merasukiku~ sampai aku bisa bertanya soal ini...
"How old are you?"
"I'm 6 years old Mommy!" jawab Perwira, cepat, dengan suara kecilnya. Suara waktu aku membentaknya saat photoshoot pertama, saat tadi kumarahi waktu telepon....
Dia yang ngaku umur 6 tahun, aku yang terkaget-kaget dan tercengo-cengo. Shock terapi entah untuk keberapakalinya dalam beberapa minggu terakhir ini.
Aku beneran speechless gak bisa menjawab atau merespon apa-apa. Dia bicara seolah-olah dia emang beneran 6 tahun. Dia yakin banget, gak kelihatan bohong ataupun mengada-ada. Gila apa ya?
"Haiiiii guysss!" akhirnya! Tepat saatku untuk menyerang. Soni sudah datang.
"Heh! Soni!" aku berdiri menghampirinya.
"Hai babe. Gimana perjalanan? Duduk dulu yuk? Udah minum? Eh? Belum ya??" Soni melirik ke arah meja dan Perwira.
"Perwira, lain kali kalau ada tamu, bilang sama Bu Ina untuk siapin minum, ya?" kata Soni.
"Ini Mommy kamu loh, masa ga dikasih minum juga? Sana ke Bu Ina dulu."Merengut, Perwira meletakkan semua mainannya dan berjalan menuju dapur (kayaknya). Oke, kugunakan kesempatan ini untuk memaki Soni.
"Son, brengsek lo ya? Lo bilang gue calon apaan ke Pak Aris????"
Soni menaikkan alis, "Calon penghuni, bener kan?"
"Dih, jawabannya sama. Settingan banget?"
"Duh lo mikirnya kemana-mana deh Tar. Jalanin aja dulu sih, lo gak akan diapa-apain sama dia kok selow aja..." Soni melambaikan tangan. Aku diam akhirnya, mikir. Apa iya bener aku yang terlalu kemana-mana mikirnya yah?
"Kecuali lo yang mulai duluan, hehe." kubenci melihat Soni terkekeh seperti itu.
Aku menyanggah, "Gak mungkin! Ogah! Gila-gila aja lo Son. Gue gamungkin macem-macemin laki yang ngakunya umur 6 tahun!"
"Oh? Dah tau toh?" Soni membulatkan bibirnya.
"Tapi ya Tar.. biar ngakunya 6 tahun, badannya dan alat reproduksinya gak bisa bohong kok."Sialan. Aku jadi ngebayangin secara visual kan tuh tentang badan dan alat reproduksi-nya. Hihh!
Melihat ekspresiku yang ingin membalas, Soni bicara lagi, "Udah jangan ngelak mulu ah entar jadi beneran, baper, atau tiba-tiba khilaf ya kan? Pusing sendiri nanti."
"Gak akan. Berasa pedofil gue."
Soni mengendikkan bahu lalu membuka tasnya, mengeluarkan map bertuliskan 'Agreement' di bagian depan. Aku mengerutkan dahi.
"Apa nih? Kontrak kan udah kemarin?"
"Yuk, tanda tangan kontrak lagi yuuk~ Cus."
"Kontrak lagi???" nada suaraku naik.
"Kontrak apaan??""Kontrak hubungan lo sama Perwira." jawab Soni santai.
"Lah yang waktu itu??" tanyaku lagi.
"Kontrak kerja kan?"
"Yang sekarang??"
"Tentang hubungan lo sama Perwira, sayang." terang Soni lagi, masih sabar.
"Hubungan gue sama Perwira emangnya apa?"
"Kerja doang kan? Gue cuma pura-pura jadi emaknya doang kan?""Baca aja." Soni mendorong kontrak tersebut ke arahku. Buru-buru kubuka kontraknya, kubaca perlahan dari awal hingga halaman paling belakang.
Dan aku berakhir menangis.
Keras.
Banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Scene!
RomanceMana pernah Tara sangka kalau sang model majalah dewasa, Perwira Darrieux malah memintanya menjadi photographer (dan pemuas) pribadinya? As always, *MENGANDUNG KONTEN DEWASA* 21+