"Santai aja napa sih Tar?"
Maya jelas menyadari gerak-gerik gelisah Tara yang sedari tadi hanya membongkar pasang kameranya gak selesai-selesai.
"Duh! Pake lensa yang mana ya? Gue takut nanti fotonya jadi gak bagus. Yang berapa mm ya? Atau yang paling mahal??"
Sang asisten memutar bola matanya. Dia pun sebenarnya gugup, tapi gak separah Tara. Sambil menghela napas, Maya berdiri dan menghampiri Tara.
"Dengar dulu deh sini," ujarnya memegang kedua bahu Tara, membuatnya mau gak mau menatap Maya dan menghentikan aktivitasnya.
"May, gue udah keluar uang banyak banget. Cuma demi ini. Kalau hari ini pemotretannya gagal dan gak masuk dalam kriteria CC, bisa mampus gue."
"Tar,"
"Your hand is a gift. Percayain aja semua sama tangan dan kedua mata lo." ucapan Maya sukses membuat Tara terdiam dalam haru. Tapi masih gelisah of course."Gue kerja sama lo bertahun-tahun. Gue tahu semuanya tentang lo dan fotografi. Selama ini, gak ada sebuah foto pun dari hasil karya lo yang mengecewakan buat gue."
"Dia sama lo tuh jodoh banget Tar."
"Coba lo bayangin. Perwira itu model profesional, tapi somehow dia mau ambil job ini. Kenapa? Potong kuping gue kalau bukan karena dia lihat portofolio lo yang amazing itu. Menurut dia, kita cukup capable untuk mengambil foto dia."
"Terus, coba aja lo pikir-pikir berapa ratus atau bahkan berapa ribu photographer yang pengen punya project sama dia? Pada akhirnya dia milih siapa? Kita kan? Bener gak?"
"Bersyukur Tar." tambah Maya sebelum melengos pergi mengatur softbox dan lighting di tengah studio bersama crew lainnya.
Tara terdiam beberapa saat. Membenarkan apa yang Maya katakan. Dia seharusnya bersyukur, dan cukup mengerahkan segala kemampuannya untuk mengabadikan pose-pose Perwira nantinya.
Tepat setelah Tara meyakinkan diri untuk merakit kamera sesuai dengan instingnya, terdengar suara pintu studio digeser terbuka. Reflek Tara melirik jam tangan, waktunya tepat. 10.00 WIB.
Tubuhnya yang semula udah rileks, langsung tegang lagi dan menoleh ke arah sumber suara. Suara Soni, managernya Perwira.
"Hai guys!"
Ya Lord.
Tara membatin begitu melihat sesosok yang tak asing menyusul Soni masuk ke dalam studionya.Gak ada satupun yang menjawab sapaan Soni. Semuanya terperangah dalam kagum. Lagipula siapa sih yang gak salfok melihat sosok Perwira yang berdiri menjulang disamping managernya itu?
Laki-laki berambut panjang itu membuka kacamata hitamnya sambil mengibaskan rambut. Kalau dibayangkan, agak seperti iklan shampoo sih. Tapi entah kenapa saat Perwira yang melakukannya, Tara rasanya ingin buru-buru membidiknya dengan kamera dan mulai memotret.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Scene!
RomanceMana pernah Tara sangka kalau sang model majalah dewasa, Perwira Darrieux malah memintanya menjadi photographer (dan pemuas) pribadinya? As always, *MENGANDUNG KONTEN DEWASA* 21+