'Tatapan itu, tatapan yang aku rindukan sejak lama. Bu... Aku berhasil menemukannya. Wanita ini telah mengembalikannya.' Batin lelaki itu dalam hati.
"Hilya!!!" Anisa berteriak setelah memarkirkan mobilnya di pinggiran jalan karena melihat Hilya yang berada dalam pelukan lelaki.
Hilya sadar dengan panggilan itu dan langsung mengalihkan pandangannya.
Anisa menangkap tangan Hilya setelah di lepaskan oleh lelaki itu, menuntun Hilya untuk duduk di sebuah kursi kayu yang tak jauh dari tempatnya.
"Kamu gak papa?" tanya Anisa yang sedikit khawatir karena Hilya hanya diam saja.
"iya, aku gak papa kok?!" jawab Hilya membuat Anisa sedikit tenang.
Anisa memeluknya dari samping,
"Tadi aku jemput kamu di rumah, tapi tante Zahra bilang kamu udah berangkat, aku gak tau kalo kamu bakal jalan kaki, bayangin aja kamu mau jalan kaki sampe RS, kan jauh banget, Hil. Kamu itu jangan aneh-aneh deh...!" Anisa mengeluarkan semua kekhwatirannya.
"Tadi aku pengen jalan kaki aja sih nis,!" jawab Hilya, melepaskan pelukannya.
"Ekhemm," Filman berdeham untuk menyadarkan mereka.
"eh, kok kamu belum pergi sih,?" Anisa menanyainya kebingungan karena bukannya ia pergi, malah ia tetap diam di tempatnya memperhatikan keduanya tadi.
"saya ga bisa pergi kalo saya belum mendapatkan maaf dari..--" Ucapnya terhenti karena tidak tau harus menyebut Hilya siapa, karena ia belum tau namarnya. Sebagai isyarat, ia mengarahkan tangannya pada Hilya dengan tatapan kebingungan.
Hilya menyadarinya.
"Hilya" ucap Hilya dengan menyatukan kedua tangannya di depan dadanya.
"Filman" Ujarnya membalas Hilya, juga melakukan hal yang sama dengan Hilya.
"Maafkan aku, Hilya. Aku tidak berniat buruk atas kejadian tadi, hanya murni untuk menolong"
ucapnya tulus dan merasa sedikit gugup karena pandangannya tak bisa ia lepaskan saat matanya memandang Hilya."Tak apa, aku memaafkanmu Filman. Maaf, karena tadi aku juga kurang fokus" Jawab Hilya sedikit memandang ke Filman yang sedari tadi melihatnya tanpa henti.
"Yaudah, ayo Hil... kita udah mau terlambat nih..." Anisa membuka suaranya, menyadarkan Filman yang sedari tadi terus saja melihat Hilya, memutuskan kontak mata yang terjadi cukup lama.
"Kami pergi dulu Filman. Assalamu'alaikum" pamit Anisa dan membantu Hilya berjalan menuju mobilnya.
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh" Filman terdiam.
Filman termenung sejenak, tatapannya tak lepas dari sebuah mobil yang membawa Hilya pergi.
"Allah... Jaga hati hamba" Bantinnya dalam hati.
Filman duduk di sebuah kursi taman, mengenang kembali sebuah ingatan yang sudah ia lama simpan.
Entah kenapa dirinya tidak bisa lupa pada tatapan mata yang tadi sempat terjadi. Tatapan yang ia cari selama ini.Iya, Filman telah kehilangan tatapan teduh seorang wanita sejak ibunya meninggal dunia karena serangan jantung. Dari situ ia juga kehilangan tatapan teduh seorang wanita yang membuatnya tenang dan damai.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince Al-mulk (Tahap Revisi)
Dla nastolatkówSebuah penantian yang sangat lama ketika seorang akhy dan ukhty saling berjanji untuk bersama. Walaupun mereka tau mereka tidak bisa menuliskan takdirnya sendiri tapi mereka hanya berharap dan berdoa padaNYA untuk di pertemukan lagi nanti.