15

193 15 4
                                    

"Kak Mahe? Sejak kapan Kaka ada di sini?" Hazfi balik bertanya.

"Jawab pertanyaan gue, habis dari mana lo pulang jam segini?"

Mahesa menatap Hazfi dengan tatapan menusuk.

"Gue abis pergi bareng Juan."

"Dan pulang selarut ini?"

Hazfi mendongak, seketika pandangannya bertemu dengan netra Mahesa yang memancarkan kekhawatiran.

Perlahan tanpa diminta rasa bersalah mulai merayap memenuhi isi hati Hazfi.

"Maaf, karena gue gak ngabarin lo," ujar Harfi seraya menunduk dalam.

Menghela napas, tangan Mahesa terulur untuk membelai rambut Hazfi. "Lain kali kabarin gue kalau mau pergi, gue khawatir karena waktu gue mau main ke sini lo gak ada."

Hazfi mengangguk patuh. "Iya, Kak."

"Ya udah sekarang kamu masuk, abis itu ganti baju. Gue mau nyiapin makan malam dulu."

Lagi, Hazfi hanya mengangguk sebagai jawaban.

Setelah itu, Hazfi berjalan masuk ke dalam rumah yang diikuti Mahesa di belakangnya.

Sementara Hazfi sibuk dengan urusan bersih-bersih, Mahesa juga disibukan dengan hidangan makan malam yang sudah ia masak.

Sebenarnya masakan itu sudah selesai, Mahesa hanya menghangatkan makanan itu karena sudah dingin menunggu kedatangan Hazfi.

Setelah selesai menata hidangan itu di atas meja makan. Mahesa menunggu kedatangan Hazfi dengan bermain ponsel. Sesekali ia membalas pesan yang masuk.

Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki mendekat. Mahesa mengangkat pandangannya dan melihat Hazfi berjalan menghampiri meja makan.

Mendudukkan dirinya di atas kursi, netra Hazfi berbinar ketika melihat makanan yang tersaji di atas meja. Bahkan air liurnya hampir menetes karena saking terpesonanya dengan hidangan yang disajikan oleh Mahesa.

Masakan Mahesa tak pernah gagal membuat ia meneguk air liurnya. Bahkan aromanya mampu mengundang rasa lapar.

Lihat cumi asin itu, sangat menggugah selera. Apalagi ayam kuah kuning itu, rasanya Hazfi langsung ingin melahapnya.

Tanpa berbasa-basi Hazfi langsung menyendok nasi beserta lauknya. Mengabaikan Mahesa yang sedari tadi memandang wajah berbinar itu dengan senyuman geli.

"Pelan-pelan makannya, Fi. Gak bakal ada yang ngambil makanan lo kok." Mahesa berkata dengan masih tersenyum.

Menelan makanan di mulutnya, Hazfi pun membalas perkataan Mahesa dengan gelengan. "Gak bisa kak. Masakan Kak Mahe terlalu enak, jadi gue gak bisa berhenti makan."

Jawaban Hazfi sukses membuat Mahesa terkekeh. "Apa itu sebuah pujian?"

"Bukan."

"Lalu?"

"Itu bukan pujian, tapi fakta."

Lagi, Mahesa tertawa. Sepertinya lelaki itu cukup banyak tertawa karena ulah Hazfi.

Setelah itu mereka fokus pada makanan masing-masing.

"Kak Mahesa mau nginep atau pulang?" tanya Hazfi setelah menghabiskan makanannya.

Diam sejenak, Mahesa terlihat sedang berpikir. "Lo maunya gimana?"

"Kalau nginep aja gimana? Tenang, gue gak bakal ngapa-ngapain Kak Mahe kok," ujar Hazfi lalu terkekeh kecil.

Mahesa mendekatkan wajahnya pada Hazfi, memangkas jarak di antara mereka. Hal itu sukses membuat Hazfi menahan napas.

Demi apa pun, wajah Mahesa sangat dekat dengan wajah dirinya. Sedikit dorongan saja maka bibir mereka akan bertemu. Hazfi dibuat mati gaya.

ABHINAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang