16

49 4 1
                                    

Kenapa ia harus berada di posisi seperti ini?

Kadang Hazfi dibuat bertanya-tanya, kenapa dari banyak orang yang hadir di hidupnya kenapa ia harus jatuh dalam pesona Mahesa?

Tidak bisakah ia hanya menganggap Mahesa sebagai sahabat?

Kenapa rasanya sangat sulit membayangkan Mahesa bergandengan dengan orang lain?

Hazfi ingin sekali menghapus perasaan yang ia miliki untuk Mahesa, Hazfi sangat ingin hubungan mereka seperti dulu.

Hanya berteman, tanpa melibatkan perasaan di dalamnya.

Seandainya Hazfi tak menuruti perasaannya, dan langsung mematikan perasaan itu ketika mulai tumbuh, mungkin hubungan mereka tak akan berada di posisi seperti ini, canggung.

Meskipun hubungan mereka saat ini bisa dikatakan membaik, tapi itu tak mengubah kemungkinan ada rasa canggung di dalamnya, mereka tak sedekat dulu. Seakan ada batas tak kasat mata di antara mereka.

Ini semua salahnya, Hazfi mengakui itu. Karena bagaimanapun ia yang mematik sumbu masalah di antara mereka.

Kalau saja ia bisa menahan hati dan perasaannya, mungkin saja persahabatan mereka tak akan pernah ada masalah. Persahabatan mereka akan tetap erat selayaknya dulu, tak ada keretakan, bahkan takkan sempat hancur.

Lagi-lagi ini semua karena ulahnya tak dapat mengontrol hati dan perasaannya.

Sebegitu kesepiannya kah dirinya? Sampai-sampai ia merasa tak cukup hanya dijadikan sebagai sahabat?

Sekurang kasih sayang itukah dirinya? Sampai-sampai ia mengemis perhatian dari Mahesa dengan menginginkan lelaki itu menjadi kekasihnya.

Apa selama ini perhatian dan kasih sayang yang Mahesa berikan padanya belum juga cukup? Kenapa ia harus menginginkan Mahesa untuk dirinya sendiri?

Kenapa ia menjadi begitu egois?

Pantas saja Mahesa sempat menjauh darinya, siapa yang ingin dekat dengan orang yang hanya mementingkan perasaannya sendiri?

Hazfi merasa seperti pengemis tak tau malu, sudah diberi tapi selalu merasa tak cukup. Ia bahkan bukan lagi meminta, ia sudah dalam tahap memaksa ketika ia tak diberi apa yang ia mau.

Hazfi pernah dalam tahap memaksa Mahesa untuk menerima perasaannya, bahkan ia pernah memaksa Mahesa menerima cintanya.

Meskipun penolakan seringkali Hazfi terima, tapi itu tak membuatnya gentar. Ia bahkan akan lebih semangat memperjuangkan cintanya, hatinya semakin menggebu ingin menunjukkan bahwa cintanya layak diperhitungkan.

Munafik jika Hazfi mengatakan bahwa ia hanya ingin Mahesa tahu perasaannya tanpa lelaki itu membalasnya. Meskipun memang begitu, tapi jauh di dalam lubuk hati Hazfi ia ingin cintanya berbalas, ia tak ingin perasaannya hanya satu arah.

Maka Hazfi seringkali berjuang untuk cintanya, ia merasa cintanya layak untuk Mahesa. Sampai-sampai ia lupa bahwa Mahesa juga memiliki perasaan.

Hazfi lupa kalau Mahesa punya hati yang tak bisa dipaksakan. Ia hanya fokus pada perasaannya tanpa pernah memikirkan perasaan Mahesa yang mungkin saja merasa tak nyaman.

Namun, Hazfi tak pernah berpikir ke sana. Fokusnya saat itu adalah perasaannya.

Kenapa Mahesa menjauh darinya? Kenapa Mahesa menghindar darinya? Apa perasaannya salah? Apa rasa cintanya tak layak? Apa cintanya sesuatu yang tak pantas untuk dimiliki?

Hazfi tak pernah berpikir bagaimana perasaan Mahesa yang mungkin saja itu sesuatu yang tak bisa lelaki itu terima. Mungkin saja perasaan yang Hazfi miliki untuknya masih terasa asing dan mengganjal di hatinya.

ABHINAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang