"Tapi aku gak mau jadi kakak Nara!!" Ansel berteriak pelan.
Matanya memandang Kinara dengan air mata yang sudah terjatuh ke pipi nya, "Kita bukan adik kakak!"
"Kamu marah? Kamu mau putusin hubungan kita cuma karna aku bohong?"
Sebenarnya dirinya tidak berbohong, dia tidak menyukai seseorang, hanya Kinara yang menyukai Vito, bukan dirinya.
Tapi jika dia mengatakan yang sebenarnya, takutnya ketika jiwa Kinara yang asli kembali, dia tidak terima jika dirinya mengatakan itu.
"Kak, aku janji gak akan bohongin kamu lagi, maafin Nara ya?"
Saat ini emosi Ansel tidak baik-baik saja, Ansel memang lebih sensitif dari segi emosi.
Karena itulah Kinara tidak ingin membuat Ansel lebih marah jika tidak mau laki-laki itu drop.
"Aku gak mau sekolah! Nara gak boleh sekolah!"
"Kak, mama sama papa lagi di luar negeri, mereka gak bisa urus surat perpindahan kita, lagipula kita baru masuk sekolah beberapa jam, gak mungkin langsung pindah kan?"
"Nara, kita berhenti sekolah aja ya? Nanti aku suruh mama sama papa sewa guru aja, jangan ke sekolah."
"Aku gak mau Nara ke sekolah, disini banyak orang jahat, nanti Nara dijahatin, Nara mau dijahatin?"
"Ansel, kamu kenapa? Jangan panik, gak ada orang jahat disini!" Melihat Ansel yang gemetar ketakutan, Kinara menjadi tidak tenang.
Ansel menggeleng, dia memeluk tubuh Kinara dengan erat, "A-aku gak panik."
"Kita ke kelas aja ya?"
"Gak mau! Di sana ada orang itu! Gak mau!"
"Nara, Nara bakalan di culik sama dia! Nanti Ansel gak punya temen lagi! Mama sama Papa ada di tempat jauh, nanti gak ada yang mau main sama Ansel lagi!"
"Siapa? Siapa yang mau culik aku?"
Untung saja suara Ansel tidak terlalu kencang hingga tidak membuat mereka berdua menjadi pusat perhatian.
Hanya beberapa orang saja yang menatap mereka berdua dengan wajah keinginan tahun.
"Dia, orang yang Nara suka."
Kinara terdiam, gadis itu tidak tau harus berkata seperti apalagi untuk menenangkan Ansel yang tiba-tiba kumat.
Yang bisa dia lakukan hanya menggosok punggung Ansel agar laki-laki tersebut menjadi lebih tenang.
"Nara, ayo berhenti sekolah, Ansel gak suka disini.."
...
...
...
Kinara tidak menjawab, namun tangannya masih setia mengelus punggung nya.
"Ayo pulang, nanti aku bantu izinin ke guru."
Melihat Ansel yang gemetar dan pucat, dirinya menjadi tak tega, dan memutuskan untuk kembali kerumah.
Biarkan Ansel tenang lebih dahulu, lalu kembali mendiskusikannya lagi nanti.
Ansel mengangguk setuju, ia berjalan menuju pintu kantin, dengan tangan yang mencekal ibu jari Kinara.
"Kayaknya Ansel tipe orang yang mudah overthingking?" Kinara berbatin didalam hatinya.
Setelah mengamati perilaku Ansel beberapa hari ini, Kinara telah mengetahui sebagian sifat dari Ansel.
Mudah overthingking, takut keramaian, suka panikan, sering emosi tanpa sebab, dan memiliki kesabaran setipis tisu.
Namun dibalik itu semua, Ansel adalah laki-laki yang baik, dia polos seperti awan putih, dan tidak pernah mengatakan kebohongan.
Apapun kesalahannya dia akan mengatakan nya dengan jujur dan blak-blakan.
Ansel juga tidak pernah menyakiti orang lain, dia berhati lembut, dan pintar.
Hanya saja kekurangan nya menutupi kelebihannya, tapi bukan berarti kekurangannya menghambat hidupnya.
Ansel selalu berpikir positif, dia tidak pernah merasa insecure dengan kekurangan yang dia miliki, melainkan kekurangan nya selalu dia jadikan sebagai tujuan hidupnya.
Dan Kinara menyukai sifat Ansel yang ini. Dulu ketika dia menjadi Kirana, dirinya selalu merasa seluruh keluarganya menentang keputusan nya untuk menjadi seorang dokter.
Ibunya ingin ia menjadi hakim, sedangkan ayahnya ingin dia menjadi pengusaha, karena itulah Kinara selalu tidak yakin dengan kemampuannya sendiri.
Kinara selalu merasa jika ia tidak mampu untuk menjadi seorang dokter seperti apa yang dikatakan kedua orangtuanya.
Tapi setelah melihat Ansel yang berjuang melawan penyakitnya, berjuang melawan kekurangan nya, bahkan berjuang melawan ucapan jahat orang lain mengenainya.
Laki-laki itu tetap teguh seperti langit. Jika pohon bisa tumbang, dan besi bisa patah, tidak dengan langit, langit tetap akan menjulang tinggi diatas tanpa bisa runtuh.
Seperti itu juga Ansel, dia bersinar seperti matahari dan teguh seperti langit, matanya bahkan lebih murni daripada air embun.
Tanpa sadar, Kinara telah menciptakan image yang baik untuk Ansel didalam hatinya.
"Ansel terlalu sempurna untuk menjadi nyata."
Kinara merasa sedikit getaran dihatinya, perasaan yang tidak pernah dia rasakan selama ini.
Ia merasa sedih ketika mengingat jika Ansel bukan orang yang nyata seperti dirinya, dan merasa kecewa ketika mengingat jika dirinya akan kembali kedunia nya.
Meninggalkan Ansel, dan semua orang disini.
Akankah dia jatuh cinta? Mencintai sosok yang tidak nyata ini? Mencintai wajah orang lain ini? Orang di dunia nya yang menjadi aktor terkenal?
"Nara, Ansel tidur di kamar Nara kan?" Ucapan Ansel membuyarkan lamunan nya.
Kinara menatap keseliling, tidak dia sadari ternyata dirinya dan Ansel sudah berada didalam mobil.
"Hm.."
Tak lama, sopir mobil datang memasuki mobil, "Saya sudah meminta izin ke guru."
Sopir itu tampak tidak kaget dan heran dengan kepulangan mereka yang mendadak, malahan dia seperti sudah menduga hal ini akan terjadi.
"Pak Bram, nanti suruh bibi Julia bikin susu buat Ansel." Kinara menarik tas nya dan memakainya.
Ansel tampak tertarik dengan ucapan nya, "Nara mau kemana?"
"Pak Bram, stop di depan."
"Nara mau kemana?" Ansel bertanya kembali.
Kinara menoleh, "Aku ada urusan, kakak di rumah dulu ya? Nanti aku pulang, gak lama kok."
"Gak mau, Nara pulang bareng sama aku aja."
"Aku beneran ada urusan kak, nanti Nara beliin miniatur damkar ya?"
"Gak!"
"Pak stop-" Kinara keluar dari mobil, sebelum pergi dia menatap Ansel yang sedang menatapnya dengan mata yang memerah, "-Gak lama kok, kakak jangan nakal biar aku gak marah."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
GET INTO TO FILM
FantasyTRANSMIGRASI Hari itu kota jakarta sedang mengalami pemadaman listrik karena kebakaran yang melanda salah satu pemukiman warga. Kirana seorang dokter bedah magang di rumah sakit yang tak jauh dari tempat kebakaran bergegas ke rumahnya yang ikut ter...