I HATE SCHOOL

183 23 0
                                    

Setelah menempuh perjalanan 20 menit lebih, akhirnya mobil yang mereka kendarai berhenti didepan gerbang sekolah.

"Nona nanti bapak tunggu dimana?" Pak Bram menoleh kebelakang dimana Kinara berada.

Kinara berpikir sejenak, "Bapak pulang aja, nanti kalo udah pulang sekolah Nara telpon."

Pak Bram mengangguk setuju, dia membuka pintu mobil dan mengantarkan Kinara bersama Ansel memasuki gerbang.

"Nona, nanti bapak telpon kepala sekolah."

Menelpon kepala sekolah untuk mengabari jika mereka berdua telah masuk kembali.

Sepertinya kepala sekolah sangat menghormati papa Bima, Kinara berpikir sejenak, bisakah dia menjadi perundung sekolah seperti cerita novel yang sering dia baca?

Kinara terkekeh kecil, selama dia magang di rumah sakit, pandangan Kinara kepada manusia semakin berbeda ketika dia baru memasuki SMA.

Dulu dia berpikir jika manusia tidak sama, mereka mempunyai perbedaan yang jelas.

Memang benar, tidak semua manusia sama, namun mereka tidak berbeda. Ketika Kinara telah menjadi dokter dia tiba-tiba menjadi sangat menghargai kehidupan.

Hati manusia sama, sejahat apapun dia hatinya tetap berbentuk seperti hati pada umumnya.

Ketika Kinara melihat orang yang merundung orang yang lebih lemah, dia berkata, "Atas dasar apa kamu merundungnya?"

"Dia memiliki organ tubuh seperti apa yang kamu miliki, dia memiliki jantung dan paru-paru, kamu juga memiliki nya. Kalian setara, kamu memiliki nyawa dia juga memiliki nya."

"Kamu memiliki perasaan dia juga memiliki nya, mengapa kamu mengaggap jika dirimu lebih tinggi dari dia?"

"Tidak, tidak ada manusia yang lebih tinggi dari manusia lain, tubuhmu memang tinggi tapi otakmu dangkal."

Kinara menghargai setiap nyawa manusia, ada banyak nyawa yang melayang dihadapan nya.

Saat itu Kinara sangat tidak berdaya, dirinya bukan tuhan yang bisa mengembalikan nyawa pasiennya.

Keluarga pasien meraung keras dihadapan Kinara, mereka mengatakan jika dokter harus menyelamatkan keluarga mereka.

Tapi nyawa orang yang sudah meninggal tidak bisa ditarik kembali, dirinya hanya dokter. Dia hanya bisa membantu manusia yang masih memiliki detak jantung.

Sedangkan pasien itu sudah tidak memiliki nya. Bagaimana dia harus menyelamatkan nya?

Sejak saat itu Kinara sangat membenci yang namanya perundangan.

Saat Kinara ingin menaiki tangga, kaki kanannya tidak sengaja tersandung hingga membuat dia terjatuh kedepan.

"Aws!"

"Nara?!"

Ansel dengan cekatan membantu Kinara berdiri, dia menatap kaki Kinara yang memerah sedikit kebiruan.

"Sakit gak?"

Kinara menggeleng, dia menggosok lututnya pelan, "Udah gak sakit lagi."

Mereka berdua kembali berjalan menaiki anak tangga satu persatu. Kelas mereka berdua berada di lantai tiga.

Lantai pertama digunakan para murid SMP, lantai kedua digunakan guru dan lantai ketiga digunakan anak SMA kelas 10 dan 11, dilantai empat digunakan anak kelas 12 dan beberapa ruangan seperti perpustakaan dan laboratorium.

Sekolah mereka mempunyai 4 lantai dan roftop, namun roftop tidak pernah dimasuki siswa dan siswi karena dikunci dengan gembok.

Setelah Kinara berserta Ansel memasuki kelas, seperti biasa kelas dipenuhi dengan suara murid yang bermain dan bergosip satu sama lain.

Kinara menoleh, ternyata Ansel masih menatap luka yang berada di kakinya, "Aku gakpapa." Dia berkata dengan pelan agar Ansel tidak merasa khawatir lagi.

Barulah Ansel mengalihkan perhatian nya, laki-laki tersebut mengangguk percaya lalu ikut duduk di kursinya.

Salah satu seorang siswa menghampiri mereka berdua, "Eh udah lama gak liat kalian, kirain udah gak masuk lagi."

Laki-laki bernametag Reza duduk dikursi yang berada didepan Ansel, "Nama kalian siapa?"

Rambut kribo Reza beserta kulit putih pucatnya menjadi ciri khas Reza, "Gue Reza, cindo disini."

Ouh ternyata dia Cindo? Pantas saja putih dan sipit, "Gue Kinara, dia Ansel." Kinara memperkenalkan dirinya dan Ansel.

Wajah Reza menjadi sangat antusias ketika mendengar nama tersebut, "Kalian anaknya kepala sekolah kita kan?" Suaranya kencang hingga mengundang tatapan dari semua orang.

Murid-murid mengerumuni mereka berdua, "Beneran?"

Kinara menoleh kearah Ansel, dia seperti tidak nyaman berada di tengah-tengah kerumunan.

"Enggak, papa gue sama kepala sekolah cuma kenal doang."

"Ouh gitu?"

"Em, btw kalian bisa jauhan dikit gak? Kakak gue sesak nafas."

Kinara menunjuk Ansel yang terlihat pucat pasi, dia pasti benar-benar tidak merasa nyaman.

Mereka memandangi Ansel dan menyadari jika dia kesulitan bernafas lalu mereka bubar secara teratur.

"Lo punya penyakit apa?"

Reza sepertinya tipe laki-laki yang suka berbicara tanpa menyaring kata-katanya terlebih dahulu. Dia bahkan tanpa rasa bersalah bertanya dengan wajah yang, em, polos?

"Dia gak penyakitan, tapi emang suka gak nyaman di tempat ramai." Balas Kinara.

Reza ber oh ria, dia percaya dan berlalu pergi, bergabung bersama murid yang lain untuk bergosip.

Ceklek!

Pintu kelas terbuka, tanpa sengaja Kinara menatap orang yang baru saja memasuki kelas tersebut.

Dia Vito, adik protagonis didalam film ini!

Vito juga memandangi dirinya, mata mereka berdua bertemu untuk beberapa menit.

"Nara ini cara mainnya gimana?" Ansel menunjuk handphone nya.

Namun tidak ada sahutan dari gadis disebelah, dia menoleh dan menyadari jika Kinara sedang menatap sesuatu didepan.

Ketika matanya ikut menatap kedepan, akhirnya Ansel tau apa yang sedang Kinara lihat. Pria yang Kinara suka.

Vito.

Suasana kelas seperti menjadi hening, Vito yang terdiam didepan pintu sambil menatap Kinara, dan Kinara yang terdiam ditempat ketika matanya bertemu dengan Vito.

Lalu Ansel yang ikut terdiam melihat mereka berdua saling bertatapan.

Tanpa Ansel sadari tangannya terkepal erat dibawah meja, matanya menajam seperti ingin mencakar wajah Vito.

"Woi ketua kelas, masuk juga lo!" Reza berteriak.

Vito tersenyum kecil, dia berjalan kearah Kinara secara perlahan, saat itu waktu seakan melambat dan angin terasa sangat dingin menerpa kulit Kinara.

Krak!

Suara kursi ditarik membuyarkan lamunannya, ternyata Vito duduk tepat di hadapannya, dan Reza duduk disampingnya.

Mata Kinara mengerjab pelan ketika merasakan sebuah tangan hangat menggenggam tangan nya dengan erat.

Dia menoleh, itu Ansel, Ansel yang mencekal tangannya dengan erat seperti takut dirinya kabur.

"Kenapa?" Suara Kinara serak karena gugup.

Ansel menggeleng, matanya kembali menghadap kedepan dengan tangan yang setia menggenggam tangan Kinara.

Kinara ikut terdiam.

Tiba-tiba tubuhnya menegang karena bisikan dari Ansel:

"Kalo Nara liatin dia lagi, Ansel beneran gak mau ke sekolah lagi."

"Aku benci sekolah."

TBC

GET INTO TO FILMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang