Bab 1: Awal dari Rasa Salah

10 1 0
                                    

Pagi itu seperti pagi-pagi sebelumnya. Suara pertengkaran dari ruang tamu sudah menjadi latar musik yang akrab di telinga. Suara-suara itu saling bersahutan, semakin meninggi seiring berjalannya waktu, dan aku tahu-tanpa perlu melihat-bahwa kedua orang tuaku sedang bertengkar lagi. Hati ini kembali terasa berat, penuh dengan beban yang tak terlihat.

Salah satu dari mereka berkata dengan nada tinggi, "Kamu selalu menentang! Kenapa sih kamu keras kepala sekali?!"

Kata-kata itu tak jarang diucapkan kepada satu sama lain, tapi lebih sering lagi diarahkan padaku. Keras kepala, pembangkang, tidak tahu terima kasih-itu adalah label yang selalu tersemat, seolah-olah menjadi bagian dari identitasku yang tak bisa diubah. Tak peduli apa yang aku lakukan, selalu ada kesalahan yang ditemukan.

Di sekolah, aku berusaha keras untuk menjadi yang terbaik-nilai sempurna, ikut kegiatan ekstrakurikuler, menjadi anak yang baik. Tapi semua itu tidak pernah cukup. Setiap kali aku pulang ke rumah, kesalahan yang baru akan ditemukan. Jika bukan karena nilai yang dianggap kurang tinggi, maka sikapku yang dianggap tidak sopan. Apa pun yang kulakukan, selalu ada yang salah di mata mereka.

Ibuku, yang dulunya penuh kasih sayang, kini lebih sering marah-marah. Tatapannya yang dingin membuatku semakin merasa kecil, seolah-olah aku hanyalah beban baginya. Ayahku, yang dulu menjadi tempatku berlindung, sekarang hanya menjadi bayangan yang lewat tanpa pernah benar-benar hadir.

Malam-malamku dihabiskan dalam diam, terbaring di tempat tidur dengan pikiran yang terus berputar. Aku berusaha mencari cara untuk memperbaiki semuanya, untuk menjadi anak yang mereka inginkan. Tapi semakin aku mencoba, semakin aku merasa terjebak dalam lingkaran yang tak pernah berakhir.

Jejak Luar di Balik Pintu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang