Kepergian ayah membuat segalanya berubah. Aku tidak hanya kehilangan sosok pelindung, tetapi juga kehilangan rasa identitas diriku sendiri. Setiap hari, aku merasa seperti berjalan di atas pecahan kaca, takut melakukan kesalahan yang bisa memicu amarah ibuku. Di sekolah, aku berusaha keras untuk menjaga citra sebagai siswa teladan, tetapi di dalam diriku, ada kekosongan yang semakin lama semakin besar.
Teman-teman mulai memperhatikan perubahan dalam diriku. Mereka bertanya, tapi aku tidak tahu bagaimana harus menjawab. Bagaimana bisa aku menceritakan tentang rumah yang tidak lagi terasa seperti rumah? Bagaimana bisa aku menjelaskan rasa sakit yang tidak bisa dilihat dari luar?
Aku mulai menarik diri dari mereka, merasa semakin terisolasi. Waktu di taman menjadi satu-satunya momen di mana aku merasa sedikit bebas, tetapi bahkan itu tidak cukup untuk mengisi kekosongan yang ada di dalam diriku. Tulisanku menjadi semakin gelap, penuh dengan rasa putus asa dan kebencian terhadap diriku sendiri. Aku mulai merasa bahwa semua ini adalah kesalahanku—bahwa jika aku bisa menjadi anak yang lebih baik, semua ini tidak akan terjadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Luar di Balik Pintu
Short StoryCerpen ini mengisahkan perjalanan hidup seorang remaja perempuan yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang tidak harmonis. Dalam setiap langkahnya, dia selalu merasa salah di mata kedua orang tuanya, dianggap keras kepala, dan disalahkan atas segal...