Prolog

7 1 0
                                    

"Selamat ulang tahun Bumi tersayangku,"

"Namanya Al, bukan Bumi."

"Loh, kan namanya Alfian Bumi Bagaskara."

Anak kecil tampan itu pun tersenyum lebar ketika wanita paruh baya itu memanggil nama lengkapnya. Dia meniup lilin di atas kue yang dipegang oleh Ibundanya. Setelah api diatas lilin itu padam, Bumi bertepuk tangan dengan riang. Diikuti oleh suara ricuh dari pramusaji yang ikut menyanyikan lagu ulang tahun.

Melihat Bundanya sibuk memotong kue, Bumi menyuruh pramusaji untuk memberinya sebuah piring kecil mewah. Ya, keluarga kecil itu sedang merayakan ulang tahun anak tunggalnya yang ke enam tahun di sebuah restoran termewah di kota ini.

Bumi menyodorkan piring pada Bundanya. "Ini piringnya Bun,"

"Sekarang Bumi kasih kue nya ke Papa, ya." suruh Bunda Bumi.

"Kenapa ke Papa dulu? Bumi mau kasih kue nya ke Bunda,"

Namun Bunda tetap menyuruh Bumi untuk menurut. Akhirnya pemuda kecil itu memberikannya pada seorang laki-laki paruh baya yang sibuk memainkan ponselnya. Hubungan mereka terbilang cukup renggang. Terlihat bahwa laki-laki itu tampak biasa saja saat merayakan hari ulang tahunnya.

"Ini untuk Papa."

Laki-laki paruh baya itu menerima sebuah piring kecil dari tangan Bumi.

"Terimakasih."

Bumi kecil pun kurang senang dengan respon Papanya yang tidak antusias. Dia berlari kecil menghampiri Ibundanya dan menikmati kue ulang tahun itu dengan senang.

"Halo? Oh iya benar, saya Bagas. Ada apa?"

Bunda Bumi langsung menghampiri Papanya yang sedang mengangkat telepon. Di sana Bumi dapat melihat raut khawatir Papanya setelah menerima sambungan telepon itu.

"Ada apa?" tanya Bunda Bumi.

"Kita harus segera pulang. Kakek dalam kondisi kritis di rumah sakit," kata Papa Bumi dan mereka berdua pun menoleh ke arah Bumi kecil bersamaan.

"Ajak Al menuju mobil. Kita lanjutkan pestanya di rumah," lanjut Papa Bumi kemudian bergegas menuju mobil sendirian.

"Bunda.."

Bunda Bumi menangkup kedua pipi Bumi. "Kakek sakit, kita harus ke rumah sakit sekarang untuk menjenguk kakek. Nanti pestanya di lanjut di rumah ya sayang?"

"Kakek.. sakit?"

"Iya, sekarang Bumi ikut Papa sama Bunda ya ke rumah sakit,"

Bumi kecil pun menurut dan dia menggandeng tangan Bundanya menuju mobil.

*****

"Apa Ayah baik-baik saja?" tanya Bunda Bumi di dalam mobil.

"Kata Dino, Ayah terkena serangan jantung. Entah karena apa," jawab Papa Bumi. "Saya kan sudah bilang, turutin aja apa kata Ayah yang mau Al melanjutkan bisnisnya. Kamu terlalu memanjakan Al."

"Mas, Bumi itu masih kecil. Dia masih anak-anak, nggak mungkin di umur segini dia harus--"

"Berbisnis itu harus dimulai dari kecil! Biar dia nanti bisa terbiasa dan hasil jerih payahnya nggak akan sia-sia!" sela Bagas pada Mora.

"Masalah itu akan aku atasi. Di umur segini Bumi harus merasakan masa kecil yang berwarna, bukan masa kecil yang hitam dan putih." tutur Mora, karena menurutnya, meski dari kalangan orang kaya mereka harus memberikan pengalaman yang tak bisa dilupakan pada masa kecil.

"Terserah kamu. Saat nantinya Al sudah dewasa dan dia sangat manja, kamu harus bertanggung jawab." balas Bagas. "Sebentar lagi kamu harus mendengarkan ocehan Ayah juga tentang Al yang harus meneruskan bisnis. Jangan buat Ayah semakin tertekan,"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Sweet StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang