1%

8 1 0
                                    

"Terimakasih ya Kak Abbas, udah mau ajarin gue, kalau nggak ada Kak Abbas, kayaknya gue bakalan remedial di ulangan kali ini."

"Iya, sama-sama Celine. Semangat ya untuk ulangannya, semoga lo bisa jawab soal-soalnya dengan baik," balas Abbas kemudian tersenyum tipis.

"Iya, Kak. Gue yakin bakalan bisa ngerjain soal ulangan nanti." Celine menjawab dengan semangat karena sudah belajar dari Abbas. "Oh iya Kak, gue ke kelas duluan, ya, mau review materi," pamit Celine dan dibalas dengan anggukan disertai senyuman oleh Abbas.

Celine sudah pergi, Abbas mengambil buku yang terletak di atas meja perpustakaan kemudian mengusap sampulnya. Abbas membuka buku menurut bookmark yang terselip di salah satu halaman. Tadinya ia sedang membaca buku, tetapi Celine datang dan meminta Abbas untuk mengajarinya pelajaran fisika karena di kelas Celine akan diadakan ulangan harian setelah jam istirahat berakhir.

"Kak Abbas."

Panggilan itu membuat Abbas kembali menutup bukunya setelah meletakkan kembali bookmark di halaman yang sama.

"Iya? Kenapa?"

"Gue ada tugas kimia Kak, tapi nggak paham gimana cara ngerjainnya. Boleh nggak Kak Abbas bantuin gue?" tanya Mikaila.

"Boleh Mikaila, materinya tentang apa?" tanya Abbas, suaranya lembut dan wajahnya ramah membuat orang-orang tidak takut pada sosok Abbas. Meskipun begitu, Abbas tetap disegani oleh orang-orang di sekitarnya karena sangat baik.

"Um, lupa Kak. Soalnya ada di dalam tas, nanti gue hubungi Kak Abbas aja, boleh nggak?"

"Iya, boleh."

Mikaila tersenyum senang kemudian pamit kepada Abbas.

Suara dengusan napas terdengar dari belakang Abbas membuat cowok itu menoleh ke belakang. Ada seorang cewek yang duduk memunggunginya, Abbas yakin dengusan itu berasal darinya.

***

Abbas. Nama lengkapnya Abbas Bahy Amartya, peringkat satu paralel sejak kelas sepuluh. Dia ramah dan akan membantu siapapun yang membutuhkan bantuannya, karena itu banyak orang yang sering bertanya kepada Abbas tentang materi ataupun tugas-tugas. Orang-orang yang bertanya itu bukan dari angkatannya saja, para adik kelas juga sering meminta bantuan Abbas karena cowok itu tidak pernah menolak membuat orang-orang tidak sungkan meminta bantuan.

Selain karena ramah, Abbas yang kepintarannya tidak diragukan lagi membuat orang-orang merasa percaya dengan apa yang diajarkan Abbas. Setidaknya cowok itu tidak akan menyesatkan.

Pintar, tampan, ramah dan tidak sombong. Ciri khas seorang Abbas.

***

Suasana kelas cukup berisik karena pergantian jam pelajaran, guru yang akan mengajar belum tiba, biasanya guru akan telat sekitar sepuluh menitan. Abbas tidak ikut membuat keributan, cowok itu membaca buku Elementary Number Theory yang ia bawa.

"Abbas." Panggilan itu membuat Abbas mengangkat kepalanya yang tadi menunduk karena terlalu larut dalam bukunya.

"Iya, Kirania. Ada apa?"

Kirania menyelipkan rambutnya ke belakang telinga sebelum berbicara, cewek itu merasa gugup karena ditatap seperti itu oleh Abbas.

"Pulang sekolah nanti, lo ada acara nggak?" tanya Kirania. "Ada materi fisika yang kurang gue pahami, lo bisa ajarin gue? Soalnya kalau lo yang ngajarin, jadi mudah dipahami," lanjut Kirania sebelum Abbas menolak ajakannya.

Abbas diam sebentar, menimbang keputusan yang akan dia ambil. "Kalau pulang sekolah nggak bisa Kirania," jawab Abbas kemudian dia menghela napas perlahan, tidak mau jika Kirania merasa tersinggung dengan tindakannya tersebut.

Kirania menunduk dengan raut wajah kecewa meskipun Abbas memang sering menolak untuk pergi bersamanya.

"Kalau ada materi yang nggak lo pahami, gue bisa ajarin di sekolah."

Ucapan Abbas seolah menjadi angin segar bagi Kirania. Abbas memang selalu bisa untuk menghilangkan rasa kecewa yang dirasakannya.

"Lo bisanya kapan?" tanya Kirania dengan semangat.

"Istirahat kedua nanti?" tanya Abbas dan dibalas Kirania dengan anggukan kepala penuh semangat diiringi senyum lebar yang membuatnya terlihat semakin cantik.

"Kenapa istirahat kedua nanti, Bas?" celutuk orang yang duduk di sebelah kiri Abbas.

Wajah Kirania memerah lalu dia kembali ke tempat duduknya sendiri karena merasa malu dengan pertanyaan tadi, padahal sama sekali tidak ada yang perlu dimalukan.

"Gue sama Kirania mau belajar bareng."

Berbeda dengan Kirania yang merasa canggung, Abbas justru bersikap biasa saja.

"Gue boleh join, nggak?"

Tanpa pikir panjang Abbas mengangguk untuk menyetujui, tidak ada masalah baginya jika ada yang ingin ikut belajar bersama. Kirania yang memperhatikan Abbas langsung cemberut mendengar izin yang diberikan Abbas, padahal Kirania hanya ingin berdua dengan Abbas, tidak mau ada orang lain.

"Guys! Istirahat kedua nanti Abbas mau ngajarin gue sama Kirania, ada yang mau join?"

Kirania melotot mendengarnya. Cowok itu bernama Fakhri, ketua kelas 11 MIPA 1. Cowok itu memang cukup jahil, apalagi saat Fakhri tau bahwa Kirania menyukai Abbas, semakin menjadi lah dia.

Teman-teman sekelasnya yang tadi sibuk dengan urusan masing-masing menaruh perhatian pada Fakhri, lebih tepatnya tertarik pada ucapan Fakhri.

"Mau dong!"

Kalimat sejenis itu mengudara di kelas 11 MIPA 1, jelas mereka setuju karena senang jika Abbas mengajar mereka.

"Fakhri kurang ajar," desis Kirania dengan tangan mengepal dan kedua matanya tertuju pada Fakhri yang sedang cengengesan.

Padahal Kirania tidak benar-benar ingin belajar bersama Abbas, dia hanya ingin berduaan dengan cowok yang telah ia sukai sejak kelas sepuluh. Namun lagi-lagi ada saja penghalangnya.

"Belajarnya di kelas aja biar nyaman, ada papan tulis juga," usul seorang cewek yang duduk di barisan paling depan, persis di depan meja guru.

Tentu saja Abbas tak menolak, hal seperti ini bukan pertama kalinya bagi kelas mereka. Sudah beberapa kali Abbas mengajar satu kelas di sela-sela waktu kosong, pernah juga setelah jam pelajaran berakhir.

Makin murung lah Kirania mendengarnya, padahal ini adalah satu-satunya alasan paling tepat yang dimiliki Kirania agar bisa menghabiskan waktu berdua dengan Abbas. Kalau sudah seperti ini, alasan apalagi yang bisa Kirania gunakan?

Kirania semakin menatap Fakhri dengan tatapan tajam, cowok itu sadar dan membalas tatapan Kirania yang penuh amarah. Namun sepertinya Fakhri sama sekali tidak merasa takut ataupun bersalah meskipun sudah mengacaukan rencana Kirania.

Fakhri berdiri dari kursinya dan menghampiri Kirania. "Gue tau lo mau berduaan sama Abbas," bisik Fakhri.

Kirania mengepalkan tangannya. Benar dugaannya, Fakhri memang sengaja melakukan ini.

"Kalau lo tau kenapa ganggu? Ini sama sekali nggak ada hubungannya sama lo," balas Kirania dengan suara pelan.

Fakhri terkekeh mendengar ucapan Kirania. "Gue takut Abbas kenapa-napa."

Tangan Kirania yang masih mengepal semakin menguat, bahkan tangannya sampai gemetar sanking kuatnya kepalan itu.

Fakhri kembali ke tempat duduknya setelah merasa puas dengan tindakannya sendiri, meninggalkan Kirania yang masih diliputi perasaan kesal. Sedangkan Abbas, dia sudah kembali menekuni bukunya.

***

Kamis, 15 Agustus 2024

LOADINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang