BAB 3

41 18 9
                                    

"Apa ini sungguh hasil karya ku?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa ini sungguh hasil karya ku?"

***

Mataku tak henti menatap lukisan yang kini menggantung di dinding ruang tamu, menjadi pusat perhatian di antara perabot sederhana. Aku masih sulit mempercayai bahwa tangan ini, tanganku sendiri, yang menorehkan setiap garis dan warna di atas kanvas itu. Lukisan itu bukan hanya gambar, melainkan bagaikan jendela yang terbuka lebar menuju dunia lain—dunia di mana ingatan samar itu, ingatan yang terasa begitu nyata, terus menghantuiku.

Flashback
Aku membiarkan diriku sepenuhnya tenggelam dalam lautan ingatan itu. Suasana di sekelilingku berubah.

Aku merasakan sentuhan lembut, melihat sosok seorang pria dengan tubuh atletis yang proporsional, seolah dipahat dari marmer, mengusap lembut rambutku. Mata birunya, sebiru batu safir termurni, menatapku dengan penuh kasih sayang yang melimpah. "Colette," gumamnya lembut, suaranya bagai melodi yang menenangkan, seraya ia mengecup punggung tanganku dengan penuh rasa hormat dan cinta.

Seekor golden retriever mungil yang lincah, mungkin namanya Soza, melompat riang ke pangkuanku. Ekornya mengibas-ngibas penuh kegembiraan, moncongnya menyentuh tanganku seolah meminta perhatian.

Tawa lepas keluar dari bibirku, tawa yang begitu ringan dan bahagia, sesuatu yang jarang kurasakan di kehidupanku sekarang. Suasana itu begitu hangat, begitu damai, begitu nyata, hingga tanpa kusadari, air mata haru menetes, membasahi pipiku.

Namun, kebahagiaan itu mendadak sirna, direnggut paksa. Tangan kasar terasa menarikku kembali ke kenyataan dengan tiba-tiba. Aku tersentak, terengah-engah, pandanganku memburam.

Ketika penglihatanku perlahan kembali fokus, aku menyadari diriku dikelilingi oleh kerumunan orang di taman tadi. Wajah-wajah mereka menunjukkan ekspresi takjub dan heran, mata mereka terpaku pada kanvas di depanku.

"Ada apa ini?" tanyaku bingung, suara serak setelah tersedot ke dalam ingatan.
"Lihat lukisannya! Luar biasa indah!" seru seorang wanita muda di dekatku, nadanya penuh kekaguman.

"Dia pasti seniman berbakat yang tersembunyi," timpal pria di sebelahnya, mengangguk-angguk setuju.

Aku menoleh, pandanganku beralih pada lukisan di kanvas itu. Di sana, tergambar sepasang kekasih berpakaian ala bangsawan atau kerajaan zaman dulu, berdiri anggun di tengah sebuah taman yang luas, dihiasi patung-patung marmer bergaya klasik. Tatapan mata mereka saling bertemu, memancarkan kasih sayang yang begitu dalam dan tulus, terasa hingga ke hatiku yang melihatnya.

"Wah! Cantiknya! Benar-benar realistis dan hidup sekali," ujarku spontan, ikut terpesona pada hasil karyaku sendiri. Wanita paruh baya pemilik stand lukis itu tersenyum dan mengangguk membenarkan.

UDUMBARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang