Bagian : 4

413 63 11
                                    

"Zivara Elara"

Gracia bergumam sambil terus memandangi goresan pensil yang indah itu.

"Eh Pak disini ga ada ekskul seni ya?" Tanya Gracia tentu pada Pak Bakrie karena di jam makan siang seperti ini Pak Bakrie paling tepat waktu untuk membuka bekal dari istri tercintanya.

"Iya, Bu Melody ga terlalu suka ekskul yang ga relevan kayak gitu"

"Loh padahal bakat anak-anak kan bisa di asah di berbagai bidang pak, contoh nya ini.. ini gambaran Zivara Elara, dia bisa gambar sebagus ini Pak"

Pak Bakri menghentikan suapan nya hanya untuk memperhatikan gambar yang Gracia tunjukan.

"Ini mah si Zee, dia malah ikut ekskul Sains, pinter anak nya, tuh piala-piala itu hasil juara dia ikut olimpiade"

Pandangan Gracia beralih pada lemari piala di sudut kantor dan ternyata ada beberapa foto Zee yang sedang memegang piala bersama guru-guru lain.

"Mungkin aja bakat nya Zee itu di seni pak, sayang kalau sekolah ini ga ada wadah untuk anak-anak ngembangin bakat nya"

"Kalau itu saya ga bisa berbuat banyak, cuma Bu Melody yang punya wewenang"

Gracia menghela nafasnya, kembali ia melihat gambar buatan Zee yang selalu membuatnya takjub. Sekolahnya saat ini terasa monoton tidak seperti dulu, setiap murid bisa dengan bebas memilih apapun ekskul sesuai dengan minat mereka.

Sore ini beberapa kelas sudah terlihat kosong, jelas saja karena jam pulang sekolah sudah lewat lima belas menit yang lalu, yang tersisa hanya beberapa siswa yang terlibat ekskul basket, voli dan beberapa anggota osis.

Gracia berjalan menuju ruang musik, sering kali Gracia berandai jika klub ini bisa hidup kembali mungkin keseharian nya disini tak akan membosankan.

"Awaaass Bu Awaass!!"

Suara keras dari Gracia yang di tambak hingga jatuh cukup keras di telinga, sesekali Gracia merintih sambil memegang sikut nya yang cukup pedih menghantam lantai dengan keras, Sudah dua kali ia bertabrakan hari ini.

"Aduh, maaf Bu maaf"

"Aksara langit!! Badung banget anak ini!" Teriak seorang guru wanita bertubuh tinggi, dia adalah Shania, guru sejarah sekaligus wakil kepala sekolah disini.

"Aduh Bu ampun"

Ara memekik kesakitan merasakan perih di telinganya yang di putar oleh jari lentik Shania.

"Rusak fasilitas sekolah sekarang kamu bikin Bu Gracia jatoh kayak gitu, pokok nya kamu saya hukum!" Tegas Shania. Mendengar nama Aksara Langit membuat Gracia langsung teringat murid yang ia cari tadi siang.

"Bu.. biar saya aja yang kasih hukuman ya, kebetulan tadi dia juga ga masuk di jam saya" ucap Gracia, membuat Ara semakin menatap ngeri karena ada dua Guru yang berebut ingin menghukum nya.

"Hadeuh, mau jadi apa kamu Ra.. ya sudah, saya serahin semua nya ke Bu Gre deh, terserah mau di hukum apapun"

Ara semakin cemberut tapi kali ini ia tak bisa kabur lagi karena kedua bahunya sudah di tahan oleh tangan Gracia.

Shania berlalu pergi menyisakan Ara yang hanya menunduk tak berani menatap Gracia, karena ia pun baru tau jika guru seni nya itu adalah bos baru nya di cafe.

"Jangan pecat saya ya kak" ucap Ara tapi kalimat itu justru membuat Gracia tertawa.

"Kamu ini terancam dikeluarin dari sekolah, malah minta nya jangan di pecat" ucap Gracia.

"Gapapa asalkan jangan pecat saya dari cafe ya kak "

Kali ini Ara mengangkat kedua tangan nya membentuk isyarat meminta maaf pada Gracia tentu dengan wajah memelas nya. Tapi Gracia masih saja merasa heran dengan sikap murid nya ini.

The Last NoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang