Bangunan yang memiliki kesan elegan terlihat dari kedua manik mata Chika, gadis cantik dan sempurna itu menyandarkan kepalanya pada kaca mobil yang ia tumpangi. Kesunyian selalu berada pada sisinya, diam adalah kebiasaannya.
Sang supir melirik sekilas kearah kaca kecil yang menampilkan wajah rupawan putri tuannya, beberapa tahun terakhir ini keadaan keluarga kecil majikannya sedang dilanda permasalahan. Kehilangan juga rasa takut membuat keluarga ini semakin menjauh, tentu nona kecil yang sedang ia supiri adalah korban dari ketidakmampuan kedua orangtua melawan rasa takutnya.
Memilih menjauh dengan alasan pekerjaan adalah hal klasik dalam rumah tangga, mengabaikan sang anak yang hidup dalam kesendirian. Egois memang, tapi setiap manusia juga memiliki titik lemahnya masing-masing. Kita tidak tau tepatnya, mungkin dengan kepergian keduanya adalah hal yang bisa mengosongkan rasa takut dalam hati mereka. Setiap manusia juga butuh pelampiasan atas rasa sakit, begitu juga para orangtua, mereka juga tetap manusia.
Dan titik paling menyedihkan adalah takdir sang anak. Anak tidak bisa melakukan apapun, menerima adalah yang harus para anak lalui. Mencoba mengerti atas kedua orangtuanya, ialah kewajiban bagi setiap anak. Tiada yang lebih sakit dari pada orangtua, kalimat pahit yang membungkam seluruh anak di seluruh dunia, menelan kembali rasa resah dan gelisah mereka. Merasa bahwa para anak tak pantas untuk menyampaikan rasa sakit yang dideritanya, karena sebuah keyakinan dalam diri bahwa tiada yang lebih sakit daripada orang tua.
"Chika engga mau mampir dulu?"
Berniat menghunus rasa sepi pak supir berusaha membangun percakapan pada anak majikannya.Chika yang mendengar ucapan supirnya menggerakkan kepalanya untuk melihat ke arah supirnya, raut wajahnya tak minatnya menatap pantulan kedua manik mata supirnya sesaat. Merasa malas chika menggelengkan kepalanya dan menghembuskan nafas kasar, lalu kembali pada posisi semula bersandar pada kaca mobil. Melihat sekeliling berharap bisa meredakan kekosongan hati yang semakin menyerang jiwanya.
Menerima gestur penolakan dari nona kecilnya membuat pak supir tak bisa melakukan apapun, sebagai orang dewasa dirinya juga bingung harus melakukan apa, ia hanya sebatas supir yang tak sengaja hadir dalam ruang lingkup keluarga Chika. Mencoba mengerti keadaan Chika tapi tetap saja, seseorang tak akan bisa merasakan sesuatu atas orang lainnya.
"Paman terimakasih, Chika duluan masuknya"
Chika beranjak masuk kedalam rumahnya, rumah yang terlalu besar jika hanya di tinggali oleh dirinya sendiri. Dua sepatu putihnya melangkah membawa Chika menuju ke kesempurnaan, tiap derap langkahnya yang menggema semakin menyadarkan betapa sunyi hidupnya.
Bayangan di mana dirinya mampir ke rumah Ara dan neneknya hadir. Sudut bibir Chika terangkat saat mengingat dengan jelas kebahagiaan yang bisa Ara dan neneknya dapatkan. Di pertengahan anak tangga chika berbalik menatap dapur mewahnya, namun dalam pandangan chika dapur itu adalah dapur di rumah Ara dan neneknya yang sederhana.
Nenek!!
Astaga Ara! Kamu ngagetin nenek!
Hehehehe pisss, liat Ara bawa apa... Sini Chika
Atuh Ara yatuhan... Sini nak biar nenek aja yang bawa, kamu jangan mau disuruh-suruh anak nakal itu.
–––
Ini tepung buat bikin adonan ayam geprek, kamu gak taukan Chik, nenekku ini mantannya cef Arnold.
Tapi ra, ini beneran kita warnain?
Aksara!
Kamu yaallah, mana ada ayam geprek warna merah, anak nakal ini!! Pake apa kamu warnain tepungnya?Biar berwarna nek, kasihan ayamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Note
Gizem / Gerilimcollaboration of four authors @aara432 / Aludraa49 @kritisi24 @zaezazizi @lyoghopile- || Perjalan empat siswi dan satu guru muda untuk membentuk dan menghidupkan kembali klub musik di sekolahnya. Perjuangan mereka tentu tidak akan semudah itu, banya...