Selagi kita berdua masih berpijak di bumi yang sama. Maka tidak ada kata terlambat untuk saling mencintai.
-Bilal Abidzar Ar Rasyid
°°°
Mama Lenka hanya menatap pasrah sambil menyeka air matanya yang tumpah. Ia tahu, bahwa sebagai seorang ibu ia sudah sangat mengecewakan anaknya. Tapi, di sisi lain ia juga hanya seorang istri yang tetap harus hormat kepada suaminya.Mama Lenka hanya berharap setiap do'a yang selama ini ia panjatkan akan segera terwujud. Karena jujur, ia juga sudah sangat lelah menghadapi takdir yang begitu menyakitkan ini.
Tidak lama setelahnya, Papa Afzhal berjalan tergesa gesa menuruni tangga. Baru beberapa menit menginjakkan kaki pulang kerumah sekarang ia sudah berniat untuk pergi lagi.
"Mau kemana lagi, Pa?" Tegas Mama Lenka menghentikan langkah suaminya.
"Minggir. Nggak usah ikut campur urusan saya."
"NGGAK."
"Oh. Udah benar benar berani sekarang? Mau saya siksa lagi?"
Mama Lenka tetap berdiri di hadapan Papa Afzhal untuk menghalangi nya pergi.
Urat urat leher Papa Afzhal mulai terangkat. Karena merasa di tantang, ia kembali mengangkat tangannya tepat di wajah Mama Lenka. Tapi, tangannya belum sempat mendarat karena Bilal datang lebih cepat untuk menghentikannya.
Bilal memegang erat tangan Papa Afzhal seakan ikut tersulut emosi. "Maaf, Pa. Tapi, laki laki yang sudah berani mengangkat tangannya dihadapan perempuan. Ia tidak lebih dari seorang pengecut."
Papa Afzhal langsung menarik paksa tangannya agar terlepas dari cengkeraman Bilal. "Nggak usah ikut campur. Ini urusan saya."
"Maaf, Pa. Saya sudah menjadi bagian dari keluarga ini. Jadi saya sangat berhak untuk ikut campur."
"Saya peringatkan sama Papa. Kalau sampai Papa masih berani nyiksa Mama sama Lea lagi. Saya nggak akan segan segan buat laporin Papa ke kantor polisi."
Karena merasa terancam, Papa Afzhal bergegas pergi meninggalkan mereka.
Bilal langsung menoleh ke hadapan Mama Lenka. Seketika air matanya juga ikut tumpah karena melihat wajah Mamanya sudah dipenuhi dengan luka memar. Bahkan tubuhnya juga ikut me merah karena bekas cambukan. "Maafin Bilal, Ma. Seharusnya Bilal datang lebih awal."
"Mama nggak papa, nak."
"Ayo, Ma. Kita kerumah sakit sekarang. Luka Mama harus segera di obatin. Takutnya ada luka yang serius."
"Nggak usah pikiran Mama, nak. Lebih baik sekarang kamu cari Lea. Luka Lea jauh lebih parah di banding Mama."
"Jadi, Lea juga di pukulin sama Papa?"
"I-iya, nak."
"Astagfirullah hal azim. Papa udah bener bener keterlaluan."
"Tolong cari Lea, nak. Mama takut dia kenapa napa."
"Iya, Ma. Bilal akan cari Lea sekarang juga." Ucap Bilal serta langsung bergegas pergi.
Tapi sebelum pergi, Bilal menelpon Dokter terlebih dahulu untuk datang ke rumah mengobati Mama Lenka. Ia juga menyuruh Bi Sumi untuk menemani Mama Lenka agar tidak sendirian.
Di satu sisi, Bilal juga sangat cemas dengan keadaan Lea. Ia menyetir mobilnya dengan kecepatan tinggi menelusuri jalan raya. Kedua bola matanya tidak henti hentinya berputar dari objek satu ke objek lainnya. Ia sangat berharap bisa segera menemukan Lea. "Sayang, kamu dimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentara Untuk Zaujaty [On Going]
Teen Fiction"Ini kisah tentang seorang anak perempuan yang di paksa menikah di usia yang masih sangat muda." Kita tidak pernah tau kehidupan kedepannya seperti apa. Bahkan satu detik kedepannya pun kita tidak akan pernah bisa menebak. Tugas kita sebagai seorang...