Nyeri di tenggorokanku kian bertambah parah dari waktu ke waktu. Aku memang tak memperhatikan daya tahan tubuhku, karena kesialan terus mengejar-ngejarku tanpa kenal lelah.
Apakah ini pertanda bahwa aku akan mati secepatnya? Konyol sekali.
Semenjak menjadi buronan dari organisasi sialan itu, aku sama sekali tak diberi waktu untuk beristirahat. Jangankan beristirahat, kedua kakiku terus saja menapak bumi, bepergian tanpa kenal waktu.
Aku sudah menyamarkan identitasku sepenuhnya. Dari gaya berpakaian, dialek, bahasa tubuh, serta penampilan wajah. Aku bahkan rela memotong rambutku, rambut panjang itu terlalu mencolok. Lagipula, seorang penjahat tak perlu memikirkan penampilan. Mereka akan selalu di cap buruk, tak peduli apapun yang dilakukannya.
Aku akan berterimakasih pada Nutt. Alien yang satu itu dengan bodohnya memberikanku beberapa unit bom kontrol jarak jauh, yang diberikannya bersamaan dengan pistol laser. Senjata militer yang cukup berbahaya. Aku cukup yakin, dampak dari diaktifkannya benda yang berada di balik mantelku ini akan berakibat besar pada umat manusia.
Tak akan terkejar oleh waktu jikalau aku menargetkan keseluruhan daripada benua yang dihuni. Cepat atau lambat, aku akan segera tertangkap oleh hero-hero sialan. Mereka bisa saja menerobos masuk ke dalam sistem ketahanan yang aku pasang pada jam kuasa milikku, dan melacak keberadaanku untuk segera menangkapku. Aku dikejar oleh waktu.
Aku mewajahi langit. Membiarkan cahaya teriknya matahari menusuk indera penglihatanku. Sudah lama sekali rasanya merasakan kedamaian.
Lokasiku saat ini tak berada jauh dari Malay, aku hanya bepergian ke negeri tetangga yang terdiri dari ribuan pulau— negara archipelago. Yah, kulturasi budayanya tak jauh berbeda dari negara tempat aku besar. Tak akan ada masalah andai kata aku mencoba berbaur dengan masyarakat setempat.
Aku berjalan melewati hutan, sembari memasang seperangkat alat ledak pada salah satu pepohonannya yang rindang. Dirasa beres, aku melangkah maju untuk melanjutkan perjalanan. Umat manusia sudah semakin dekat dengan kehancuran.
—
Tring! Tring!
"Selamat datang ke bakery! Ada yang bisa kami bantu?" Wanita paruh baya itu bertanya dengan riang gembira kepadaku. Ya, aku.
Aku mengangkat jari telunjukku, menunjuk pada empat jenis varian roti yang berbeda. Aku masihlah manusia, aku butuh makanan.
"Ah, ya! Itu saja?" Wanita itu lekas membungkus pesananku dengan kantong kertas.
Aku lekas mengangguk dan mengeluarkan sejumlah uang dari kantong yang bertengger di sisi pinggangku.
Uangnya aku dapatkan dari merampas dompet begal yang kebetulan lewat. Dugaanku sih, begal bego itu sedang mabuk, makanya tak sadar.
"Baik. Terimakasih!" Wanita itu menyerahkan bingkisan pesananku.
Aku berjalan pergi meninggalkan kasir sembari mengunyah roti pembelianku. Rasanya, aku kehilangan indera perasaku. Aku tak lagi dapat merasakan. Sepertinya memang, ajalku semakin dekat.
Tring! Tring!
Aku berjalan melewati pintu keluar, yang kemudian dihadang oleh dua orang bocah kumal berbau busuk. Aku mengernyitkan dahiku.
"Kak.. kami, belum makan dari tadi pagi. Bo-boleh minta sedikit?" Bocah perempuan itu membuka suara. Ia ragu-ragu, tapi akhirnya menyuarakan permintaan yang tidak masuk akal itu.
Sedangkan bocah lelaki yang lebih kecil, bersembunyi disebalik bocah perempuan itu. Netra bulatnya berbinar-binar menatap kantong kertas yang berada pada pelukanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hero Malaya, Different Path | Boboiboy x Reader
FanficSebuah cerita fiksi Boboiboy x Reader | Para manusia membutuhkan pahlawan dari serangan kubu jahat. Tetapi, bisakah pahlawan selalu melindungi manusia-manusia lemah yang membutuhkan perlindungan? Seorang pahlawan terlahir sebagai manusia, diharapkan...