Ribut

89 8 0
                                    

Please vote before or after reading and thankyou for support this story💚
.
Enjoy 🦦

"Yaudah, lo juga kan di perpus sampe malem. Tolong lah si Cala, radio malem dia hari ini." Nalen hanya bergumam menanggapi suara Mahen dari handphonenya.

"Jawab yang bener, Nalen." omel Mahen.

"Iya iya, emang Cala siape lo sih?" balas Nalen ikutan kesal karena kebawelan Mahen.

"Siapa kek, tinggal jemput doang bawel amat."

"Nggak ada sopan-sopannya lo sama gue."

Nalen langsung mematikan telfonnya sepihak. Ia meletakan kembali handphonenya ke atas meja. Melihat langit diluar sudah menggelap disusul pengumuman perpustakaan akan segera tutup, Nalen mengambil kembali handphonenya untuk menelfon Cala.

"Kenapa, Len?" suara Cala yang terdengar cukup keras karena mode speaker, membuat beberapa orang yang sedang merapikan mejanya menatap kearah Nalen.

Nalen yang ikut terkejut langsung menonaktifkan mode speaker, dan meletakan handphonenya ke telinga."Halo, lo udah selesai siaran belum?" tanya Nalen sembari membereskan barang-barangnya.

"Udah dari tadi, kapan jemputnya sih?" tanya Cala setengah kesal."Gelap banget deh ini parkiran belakang." lanjutnya.

"Ngapain di parkiran belakang, bahaya. Ke lobby aja, gue jemput disana." ucap Nalen langsung mematikan telfonnya agar lebih cepat menghampiri Cala.

Untuk sampai ke gedung UKM, dimana semua kegiatan mahasiswa se-universitas dilaksanakan, hanya perlu waktu sekitar lima menit dengan motor. Sesampainya di lobby gedung UKM, Nalen langsung membuka handphonenya untuk mengabari Cala.

"Kemana sih? Udah disuruh ke lobby dari tadi, jangan bilang masih di parkiran belakang bocahnya." gumam Nalen.

Nalen yang khawatir langsung turun dari motornya dan berlari ke arah parkiran belakang, tanpa peduli motornya yang terparkir sembarangan.

"Rektor gila, bayaran mahal tapi selorong ini gelap semua." gumam Nalen melihat lorong parkiran belakang yang gelap, hanya ada beberapa lampu, itupun remang-remang.

Nalen mengamati sekitarnya, tidak ada tanda-tanda keberadaan Cala sama sekali disana."Bisa gila gue, kemana sih ni anak." gumam Nalen frustasi.

"Udah gue bilang! Gue nggak mau! Lepasin nggak, sialan!"

Mendengar suara teriakan yang familiar, Nalen langsung berlari ke arah suara ribut itu. Tidak jauh dari posisi Nalen sebelumnya, ada sebuah bangunan kecil seperti gudang untuk meletakan barang-barang milik UKM anak alam.

Tepat disamping gedung itu ada area kosong untuk para mahasiswaa duduk yang menembus ke area kantin, diarea kosong itulah Nalen menemukan Cala.

"Wah, anj*ng." umpat Nalen melihat Cala yang terpojoki oleh tiga laki-laki.

Nalen mendorong laki-laki yang ada dihadapan Cala."Jangan ngalangin jalan dong, jelek banget." sinis Nalen.

Kehadiran Nalen saat ini benar-benar membuat Cala lega."Lo ngapain si disini? Udah gue bilang tunggu di lobby." omel Nalen sembari menarik Cala untuk pergi dari kumpulan laki-laki itu.

Baru beberapa langkah mereka pergi dari sana, Nalen merasakan ada benda yang menyentuh kepalanya. Nalen memutar tubuhnya, melihat tangan laki-laki yang di dorongnya tadi memegang batu kerikil, menyadari itu membuat Nalen terkekeh.

"Ngapain lo ngelempar kerikil? Harusnya pake batu bata kalo mau lempar ke kepala gue. Kerikil mana bisa buat gue pingsan, t*lol!" gertak Nalen.

Melihat ekspresi Nalen yang berubah menjadi seram, Cala langsung menarik Nalen menjauh dari laki-laki itu."Nggak usah diladenin, ayo pulang aja." Ajak Cala.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rumah Jakarta 20 | Lee In NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang