bagian kedua

579 34 5
                                    

Ia membuka matanya. Samar samar ia perhatikan isi kamar yang amat berbeda dengan milik kamarnya. Semua tatanan kamar itu membuktikan bahwa ia bukan berada di kamarnya.

Ia bingung. Jelas jelas takut. Tak tahu berada di mana ia sekarang. Tetapi suasana ruangan ini terasa seperti ruang rawatan.

Sayup sayup ia mendengar suara di balik tirai di sebelahnya. Seperti suara orang bercakap cakap. Wonbin menguping dengan penuh waspada.

"Bagus. Dia sempurna."

"Iya. Cantik ya? Padahal dia laki laki."

"Wonbin sangat sehat. Tubuhnya juga mendukung. Kita bisa melanjutkannya."

Namanya disebut di dalam percakapan itu. Jelas tidak ada yang beres, pelan ia berjalan ke arah pintu dan membukanya. Namun sialnya itu terkunci.

Bangsat...

"Wonbin mau kabur ya?" Ia menoleh dengan mata melotot dan langsung menendang perut orang itu.

"Akkh! Sial, sakit!" Ia memegangi perutnya. "Tahan dia!"

Jika dihitung ada tiga orang. Tetapi secara keseluruhan ada empat orang. Mau tidak mau, dengan takut takut ia menghajarnya. Ilmu bela diri khas Korea Selatan, Taekwondo terpakai dalam situasi menjebak ini.

Sebagai laki laki, ia tidak takut. Tetapi tubuh mereka yang lebih besar dari Wonbin sendiri lah yang membuatnya takut.

Empat orang lawan satu, jelas Wonbin tidak akan menang. Wonbin hanya modal kuda kuda, sementara mereka punya pisau, atau bahkan pistol.

Ini mengerikan. Dan lagipula mengapa bisa ia berada di sini?

Bahkan lantai saja sudah penuh darah. Tetapi Wonbin maupun dokter berambut hitam itu tetap tak mau berhenti. Salah satu diantara mereka muak, menembak salah satu kaki Wonbin sehingga Wonbin ambruk ke lantai dengan mengerang.

Darah semakin banyak dan menggenang. Salah seorang dokter lainnya memasukkan suntikan bius ke nadinya. Lalu samar samar ia menatap mereka, yang tersenyum kemenangan.

"Ganas juga dia."

Tubuhnya dibaringkan ke atas brankar. Lalu sepersekian detik kemudian kesadarannya menghilang. Si rambut coklat menempelkan stetoskop di dadanya. Bersyukur Wonbin masih hidup rupanya.

Pintu kamar dibuka. Langkah langkah kaki menghampiri mereka. "Banyak sekali darahnya. Kalian habis apa?" Rautnya sedikit panik, tetapi penuh penasaran.

"Tidak apa apa Shotaro. Kita habis menghajar klien kita ini."

Shotaro adalah sosok yang tadi bertanya. Ia makin terkejut. "Memangnya ada apa dengan klien kita?"

"Yah sepertinya sih sudah menyadari apa yang sudah terjadi. Lalu dia menghajar perut kak Sungchan. Itu sebabnya aku, Anton, Kak Eunseok dan Kak Sungchan balas menghajarnya."

"Ya ampun..setelah ini kita harus bersihkan tempatnya. Demi tuhan, aku tidak akan bisa menelan makanan kita kalau ada bau darah menyengat begini." Yang di sebelah Shotaro, juga sama sama berambut coklat. Hanya saja tubuhnya lebih pendek beberapa Centi dibandingkan dengan Sungchan, Eunseok dan juga Anton.

"Bisakah kita keluarkan dulu peluru di kaki Wonbin? Aku khawatir apabila peluru itu bersarang lebih sama di dalam hanya akan membuat lukanya menjadi sangat serius." Ujar Anton.

"Kau benar. Ayo kita lakukan. Kita juga harus mengobati Wonbin dan kalian." Jawab Shotaro. Kemudian masing masing dari mereka memakai sarung tangannya.

"Apa kakak memesankan mie ramen untukku?" Tanya Sungchan pada Shotaro.

"Ya. Tentu saja. Tonkatsu ramen?"

Unexpected [Wonbin harem]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang