Terhitung sudah dua hari sejak Wonbin dioperasikan, Kedua mata Wonbin terbuka perlahan. Wonbin merasakan ia sangat sakit dan lemah sekarang. Ada apa? Apa yang sudah terjadi? Pikirnya demikian.
Jari-jemari mulai bergerak. Wonbin perlahan lahan mulai bangun. Namun rasanya begitu menyakitkan. Terutama pada area perutnya. "A-awh! Akkhh!"
Wonbin kemudian menyadari, bahwa kini dirinya tengah diinfus. Ia tampak seperti pasien sekarang. Tetapi tunggu, kenapa dengan perutnya? Mengapa diperban dan rasanya menyakitkan? Terutama pada bagian bawah. Ngilu dirasanya.
Bagaimana ini semua bisa terjadi? Apa ia dulunya kecelakaan?
Rasa sakitnya semakin tak tertahankan. Sudah bukan ngilu lagi, Wonbin semakin menjerit kesakitan. Mati matian ia berusaha menahannya. Sementara darah dari perutnya terus merembes. Amisnya darah tercium ke hidungnya. Oh rasanya Wonbin ingin segera pingsan. Tetapi setidaknya ia harus mencari bantuan.
Ia menangis, sakitnya bukan main untuknya. Entah apa yang terluka, tetapi ini menyiksa Wonbin.
Bantuan kecil rupanya ada. Ada nurse bell di dekat ranjangnya. Berusaha ia tekan tombolnya. Lampu kecilnya yang tak hidup berubah jadi hijau. "H-halo...t-tolong..." suaranya memohon. Ia segera memutuskan panggilannya karena tak sanggup bertahan lebih lama.
Pintu ruangannya terbuka keras. Tampak seorang dokter yang bertubuh tinggi datang bersama dokter lainnya. Yang satu mengotak atik tabung gas oksigen di sebelah Wonbin sambil memakaikannya padanya. "Nafas! Nafas Wonbin! Tarik, buang!"
Sementara dokter yang satunya lagi mulai memberikan bius padanya dan mempersiapkan peralatannya.
"Wonbin. Tolong di tahan sebentar. Aku akan menjahitnya dengan cepat." Dokter itu mulai menjahit perutnya. Rasanya Wonbin semakin pusing. Ia merasa bingung, sekaligus ini menyakitkan. Ia bahkan tak dapat bernafas dengan benar. Jantungnya berdegup kencang dan keringat mulai membasahi keningnya. Samar samar ia menatap dokter yang tengah mengatur nafasnya. Rasa takut saat itu juga muncul.
Bahkan ia ingat ketika kakinya ditembak oleh dokter itu.
Kaki. Kaki Wonbin juga sakit. Kakinya nyeri juga. Tetapi tentu saja pemenang rasa sakit saat ini adalah perut di bagian bawahnya. Yang saat ini juga sedang dijahit cepat oleh dokter yang satunya.
"Ekhh....hkkhh-akkh..."
"Terus bernafas Wonbin! Nafas!"
Bulir bulir air mata menetes. Jelas ia takkan lupa sosok ini. Sosok yang menembak kakinya hingga ambruk ke lantai dibantu oleh teman temannya untuk membiusnya.
Ia takkan lupa apa perbuatan mereka yang menyekapnya.
Namun sekarang ia tak tahu apa yang dilakukan oleh para dokter aneh itu. Mengapa sekarang ia terbaring lemah bagai pasien pasca operasi? Apa yang sudah mereka lakukan?
Jelas ini mengerikan.
Memakan waktu kira kira lebih dari 10 menit, dokter itu mengakhiri jahitannya. Ia memperbaiki selimut Wonbin lalu melepas sarung tangannya. Wonbin pun bernafas lega. Dokter yang tadi itu mengusap pundak Wonbin. "Sudah selesai sayang. Selanjutnya teman temanku akan melakukan visit padamu." Jelas dokter itu. "Ayo Anton." Ucapnya pada dokter yang memeluk Wonbin yang tadi ketakutan.
"Baik kak Taro." Anton kemudian melirik Wonbin. "Istirahatlah Wonbin."
Mereka pergi dari ruangannya. Sementara Wonbin menangis karena bingung, tak mengerti dengan semuanya.
Ini menakutkan. Semuanya aneh dan rumit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected [Wonbin harem]
Fanfiction¡harem series! "I never expected my life would change like this.."