Hari-hari Jisoo semakin padat dengan kuliah dan pekerjaannya di Café Aroma. Shift kerjanya dari jam 4 sore sampai 10 malam, bahkan kadang bisa lebih lama. Meskipun lelah, Jisoo tetap semangat karena pekerjaan ini penting untuk membiayai kuliah dan membantu meringankan beban keluarganya.
Suatu malam setelah shift panjang di kafe, Jisoo pulang ke rumah bibi dan paman dengan langkah berat. Dia merasa sangat lelah dan hanya ingin beristirahat. Sesampainya di rumah, Jisoo langsung menuju kamarnya, merebahkan diri di tempat tidur, dan berusaha menenangkan pikiran yang lelah.
Pupus sudah harapan Jisoo untuk beristirahat, sekarang gadis itu sedang duduk di mejanya mencoba menyelesaikan tugas, mengingat tugas kuliah nya harus selesai besok, dia mendengar suara dari ruang tamu. Bibi dan paman Jisoo sedang bercanda dengan Dino dan Jihoon, sementara mereka bermain game. Biasanya, keramaian ini membuatnya nyaman, tetapi kali ini malah terasa semakin menambah stresnya.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar dan panggilan dari Jeonghan muncul.
"Jisoo, kamu di rumah?" tanya Jeonghan, suaranya terdengar cemas.
"Iya, aku lagi ngerjain tugas. Kenapa, Han?"
"Aku lagi bosen sendiri, Boleh aku mampir sebentar?"
Jisoo setuju, merasa sedikit lega karena Jeonghan akan datang. Tak lama kemudian, Jeonghan muncul di depan pintu, menyapa bibi dan paman dengan ramah sebelum langsung ke meja belajarnya.
“Lo kelihatan capek banget,” kata Jeonghan, melihat Jisoo yang tampak lelah dan kewalahan dengan tumpukan tugas. “Tugasnya susah, ya?”
Jisoo mengangguk lemah. “Iya, tugasnya banyak dan gue lagi ngerasain capek banget. Tapi gue bisa atasi kok.”
Jeonghan duduk di samping Jisoo, tanpa banyak tanya, langsung mulai membantu dengan tugas-tugas yang sulit. Sambil belajar bersama, Jeonghan melontarkan lelucon yang membuat Jisoo tersenyum dan merasa lebih rileks.
Dino dan Jihoon datang mendekat, penasaran melihat Jeonghan. Dino, bertanya, “Mbak Jisoo, Mas Jeonghan, lagi pada ngapain?”
Jisoo tersenyum lelah. “Lagi ngerjain tugas kuliah, Dino. Mas Jeonghan lagi bantuin.”
Jihoon, sepupu Jisoo yang lebih muda, ikut mendekat. “Mbak Jisoo, jangan terlalu capek, ya. Istirahat juga kadang-kadang.”
"Iya, mbak akhir akhir ini pulang malam terus, kemana si" tambah dino"Ah itu mbak ada pelajaran tambahan jadi pulang malam" jawab nya bohong, dia tidak mau membuat jeonghan khawatir, lagipula dia pasti akan lebih memilih memarahi jisoo jika tau teman nya ini bekerja di cafe hingga larut malam.
"Mas jeonghan, makasi ya udah bantuin mbak jis"
Jeonghan tersenyum melihat perhatian sepupu-sepupu Jisoo. “ iya sama sama gue bakal bantuin mbak Jisoo biar cepat selesai.”
Setelah beberapa waktu, tugas-tugas Jisoo selesai. Dia merasa sedikit lebih lega. “Han, makasih banget. Gue bener-bener nggak tahu gimana caranya tanpa lo, gue ngrepotin lu banget pasti.”
Jeonghan hanya tersenyum dan merapikan meja. “Kita udah temenan lama, kan? Gue nggak akan ninggalin lo sendirian, ga usah ngerasa sungkan gitu.”
Jisoo menatap Jeonghan dengan penuh rasa terima kasih. Meskipun begitu, dia masih merasa tertarik pada Joshua. Setiap kali memikirkan Joshua, dia merasakan debaran yang berbeda, sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan.
Hari-hari berikutnya, beban tugas dan pekerjaan semakin menumpuk. Jisoo merasa semakin kesulitan mengatur waktu antara kuliah dan kerja, ditambah tekanan dari dosen yang membuatnya stres. Di tengah semua itu, Jeonghan selalu ada untuk membantu.
Suatu sore, setelah kuliah, Jisoo pulang ke rumah merasa lelah. Kritik dari dosen membuatnya merasa terpuruk. Dia sudah menghubungi Bu Rina untuk datang terlambat dan syukur nya beliau memaklumi hal itu, Ketika dia sampai di rumah, dia melihat Dino dan Jihoon bermain di halaman, sementara bibi dan paman sedang menyiapkan makan malam. Jeonghan muncul lagi, kali ini membawa dua gelas minuman dingin.
“Gue denger dari teman-teman lo kalau lo lagi stres banget. Gue bawain ini biar lo ngrasa lebih baik,” kata Jeonghan sambil menyodorkan minuman.
Jisoo terharu melihat perhatian Jeonghan. Dia menerima minuman dan duduk di teras bersama Jeonghan. Tanpa berkata banyak, kehadiran Jeonghan memberikan rasa nyaman yang sangat berarti bagi Jisoo.
“Makasih, Han. Lo selalu ada buat gue,” kata Jisoo dengan tulus.
Jeonghan menatap Jisoo dengan tatapan penuh arti. “Itu karena gue peduli sama lo, Jisoo. Apa pun yang terjadi, gue akan selalu ada buat lo.”
"Jis, besok berangkat bareng gue lagi aja"
Selama dia sudah diterima untuk bekerja menjadi barista, dia tidak ingin merepotkan teman nya ini lagi, dia memilih untuk menggunakan ojol atau jalan kaki saja, beberapa kali jeonghan memaksa untuk berangkat dan pulang bersama, tapi jisoo menolak, namun kali ini dia merasa membutuhkan tumpangan dari jeonghan
"Iya deh berangkat nya gue ikut lu jo"Malam itu, Jisoo merasa sedikit lebih baik meskipun masih merasa lelah dan tertekan. Dia mengirim pesan singkat kepada Joshua, memberitahunya bahwa dia baik-baik saja dan berharap bisa bertemu lagi dalam waktu dekat.
Sudah lama dia tidak bertemu Joshua dia merindukan nya.Tengkyu gays, kalo ada yang ga sreg bilang aja, aku usahain revisi.
Jujur ni otak lagi mikir sana sini.
Maaf ya gays!!
Ga yakin juga cerita ini bakal rame huh
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayang Bayang di Jogja
Fiksi PenggemarBagi banyak orang jogja merupakan kota yang indah dan nyaman untuk di tinggali, namun tidak dengan Kim jisoo yang memiliki banyak kenangan buruk di sana. Aku berharap tidak ada lagi yang mengenali ku ~ Kim jisoo