[ dreißig ]

5 3 9
                                    

][][ 30 ][][

Samudra
Mama tau kalo Andrew mau dipindah ke Munich? Kalo bener gak mungkin gak tau, sih.

Samudra
Sama kenal Benua gak, Ma?

Samudra
Atha juga gak tau siapa, tapi barangkali Mama tau. Ibu-ibu sosialita kan biasanya banyak kenalan.

Geraldine mengerutkan keningnya setelah membaca pesan dari anaknya yang seenak jidat itu. Sambil melihat pemandangan di depannya, Ia melipat ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku belakang celananya. Tangan kanannya merogoh saku lainnya untuk mencari korek, lantas menyalakan rokok yang sudah diapit di bibirnya sedari tadi.

"Rokok mulu. Papa kamu aja gak ngerokok." Geraldine jadi menahan tawa sendirian mengingat baru saja berkata begitu pada anaknya beberapa menit lalu. Arga memang masih konsisten tidak mau menyentuh rokok, tapi anaknya sendiri bahkan tidak tahu kalau Geraldine sudah menjadi penggemar nikotin sejak usia dua puluh.

Memilih duduk di kursi rotan area taman, Geraldine sedang menyaksikan Arga mengobrol cukup serius—atau mungkin tidak—dengan personal caregiver harimaunya. Pria itu selalu suka dengan ide buang-buang uang sampai-sampai terpikirkan untuk membangun kandang harimau di rumah dan mempekerjakan orang-orang khusus hanya untuk merawat anak tambahannya itu. Ah, suaminya itu sepertinya memang suka sekali mengoleksi beban.

Setelah mencoba berinteraksi dengan anak harimau seukuran anjing dewasa yang usianya masih 1 tahun itu, Arga akhirnya menyadari bahwa Geraldine berada di luar kandang dan menunggunya seraya menghisap sebatang rokok. Ia tidak punya kegiatan lain juga untuk berlama-lama di dalam kandang, jadi Ia memilih untuk menghampiri istrinya yang menatapnya berjalan tanpa keraguan. A woman that defines boldness.

"We should make a gender reveal party, in case you're curious."

Geraldine terkekeh. Suaminya itu, entah sejak kapan jadi suka bercanda. Ia tidak ingat, tapi Ia sedikit senang menyadarinya. "You're acting like a mother for a tiger?"

"Because you'll always be the better, greater father here, Geraldine," canda Arga lagi, sebelum beralih pada obrolan lain tentang harimaunya yang sebenarnya tidak ingin Geraldine ketahui. "Dia dari India, loh. Harimau benggala."

Menolak untuk mendengarkan juga tidak mungkin. Geraldine hanya tidak menyukai topik pembicaraannya, bukan orang yang sedang berbicara. "Oh, ya?"

Arga mengangguk. "Sebenernya minta jantan, tapi yang masih kecil mereka cuma punya betina. Padahal aku udah siapin nama Bumi."

"Besok beli lagi macan tutul, Arga. Kasih dia nama Angkasa."

"Kenapa macan tutul? Rencananya aku emang mau pelihara Elang Jawa juga nanti."

Karena tidak ada asbak, Geraldine meringis seraya menekan puntung rokok ke meja yang terbuat dari semen di sebelahnya. Ternyata Arga benar-benar punya rencana untuk memberi nama Angkasa pada peliharaan lainnya. Aneh sekali.

"Ya sudah, your daughter itu, kasih aja nama Kajol, atau Priyanka."

"Tetep Bumi."

Geraldine memutar bola matanya malas, lantas bangun dari duduknya. Hampir lupa tujuannya datang ke kandang, Ge hendak pergi. Tapi untungnya, suaminya itu menahan pergelangan tangannya hingga langkahnya terhenti. "Kamu makin tua makin nyebelin."

"Kamu ngapain nyamperin ke kandang, ngerokok, terus pergi lagi? Aku liat kamu nunggu daritadi, cuma buat gitu doang emangnya?"

Lah, iya. "Oh." Geraldine memicingkan matanya, mencoba mengingat lagi walaupun sebenarnya Ia sudah langsung ingat di detik pertama. Ia lantas kembali duduk di sebelah Arga walaupun pandangannya sengaja diarahkan pada Bumi: harimau sialan itu.

SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang