[ zweiundzwanzig ]

53 9 41
                                    

][][ 22 ][][

Deringan nyaring bel membuat keempat remaja yang berada dalam satu ruangan mengalihkan pandangan mereka pada sebuah pintu kayu berwarna coklat.

"Coba cek," usul salah satu di antaranya.

Valerie hanya diam mematung. Entah apa yang membuatnya setakut ini, tapi gadis cantik itu masih gemetar. Padahal, Valerie sama sekali tidak mengerti situasinya. Tapi, Ia dibuat bingung sendiri karena jadi tidak tahu harus senang atau takut di masa liburannya. Apalagi bersama Atha.

Beda dengan Akmal. Cowok itu langsung berdiri dengan degupan jantung yang tetap kencang, was-was kalau yang datang bukanlah Atha. Tapi langkahnya telah mendorong Akmal untuk mengetahui bahwa Atha benar-benar telah kembali bersama gadis yang Ia khawatirkan.

Dengan segera, Akmal membuka pintu itu, menampakkan dua orang yang sedari tadi di tunggu-tunggu olehnya. Melihatnya, Valerie langsung berdiri menghampiri, diikuti oleh Raka juga Clara.

"Jovan." Raut panik nan khawatir tercetak jelas di wajah Akmal. Terlihat dari cara Akmal menyebut nama Jovanka, dan bagaimana Ia langsung menarik gadis itu ke dalam rengkuhan hangatnya.

"Kak─ Kak Atha! Jovanka? Ish," gumam Valerie ribet sendiri, ingin bicara namun bingung harus memulainya dari mana. "Jovan abis darimana, sih? Kalian nggak kenapa-napa? Kak Atha gak pa-pa?"

"Keliatannya?"

Valerie berdecak kesal. Atha selalu saja begini. Kadang manis, kadang dingin, kadang keduanya. Menyebalkan.

Tidak. Tidak bisa. Semua tahu Atha cuek, tapi entah sejak kapan cowok itu tidak bisa melihat Valerie marah apalagi sedih. Atha menutup pintu perlahan, lantas menghampiri Valerie. "Gue gak pa-pa, Val. Jovanka juga gak pa-pa, kan?"

"Hm," deham Valerie, berlagak merajuk. "Tapi abis dari mana?"

"Gue gak tau temen lo abis pergi ke mana, tapi kebetulan aja ketemu dia di jalan jadi gue ajak pulang bareng," jelas Atha dengan matanya yang terfokus pada wajah Valerie. Anehnya, gadis itu malah mengalihkan matanya ke mana-mana. "Liat gue, Val."

Entah tidak mendengar atau hanya pura-pura saja, Valerie enggan menjawab Atha. Atha juga tidak ingin membuang waktu dengan banyak bicara. Maka dari itu, Samudra Athalarik memilih untuk menarik Valerie ke dalam dekapannya.

"Eh eh! Ini kenapa pada pelukan?!" seru Clara heboh, namun tak digubris oleh satupun orang yang ada di sana. "Gue nggak ada yang peluk ini?!"

Raka terkekeh. "Lucu lo ngodenya." Lantas tanpa patahan kata lagi, Raka juga memeluk Clara agar gadis itu senang dan terhibur.

Salah satu lengan Atha berada di bahu Valerie, mendekapnya erat-erat. Sementara itu, tangan satunya terangkat untuk menyelipkan rambut Valerie ke belakang telinga. Setelahnya, Ia menaruh telapak tangannya di tengkuk Valerie seiring menundukkan kepalanya untuk mendekat ke telinga Valerie agar dapat berbisik di sana.

"Kak Atha,"

"Jadi jalan?"

"IH!" teriak Valerie kencang-kencang, tidak hanya mengejutkan Atha namun juga empat orang lain dalam ruangan. Gadis itu mendorong bahu Atha hingga pelukannya terlepas, disusul dengan dua pasangan lain yang juga ikut menyudahi acara berbagi kehangatan mereka. "JADI, LAH!"

"Hah? Apa?"

"Kenapa, Val?"

"Enggak," jawab Atha mewakili. "Gue sama Valerie mau keluar sebentar. Kalian di sini aja, besok kita jalan."

"Mau kemana, Kak?" tanya Clara.

"Jam 9 gue sama Vally balik."

"Clara nanya lo pergi kemana, bukan balik jam berapa," cerca Jovanka, menatap Atha dengan berani.

SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang