[ einundzwanzig ]

73 16 54
                                    

][][ 21 ][][

Objek yang sedari tadi dicarinya membuat Atha mengerem mobilnya secara mendadak. Untungnya tepat waktu, tidak sampai menabrak gadis bermata biru dan dua orang pria asing di sampingnya.

Atha membuka pintu mobilnya dan turun, berjalan mendekat ke arah tiga orang tersebut untuk memastikan, itu gadis yang sedang Ia cari, kan? Apa yang Jovanka lakukan di jalan yang gelap nan sepi bersama dua orang... preman?

"Samudra!" teriak Jovanka setengah parau. Suaranya serak, gadis itu hampir menangis.

Apa kata Jovanka barusan? Tidakkah Atha salah mendengar kalau gadis itu meneriakkan nama depannya? Atha jadi bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Atha harus kasihan, atau justru curiga?

"Lo ngapain disini?" tanya Atha, masih santai seraya berjalan mendekat secara perlahan. Andrew belum juga datang. Yang ada di otak Atha sekarang hanyalah pikiran negatif tentang Jovanka. Di benaknya, gadis ini bisa saja ambil peran dalam permainannya, mengingat Jovanka adalah teman dekat Valerie yang merupakan alasan utama perang akan datang. Bagaimana kalau ternyata, Jovanka menjebaknya?

Tidak ada yang tidak mungkin di dunia, apalagi kemungkinan dikhianati orang-orang bertopeng di sekitar kita. Sangat memungkinkan, bukan?

"Jauh-jauh!" perintah salah satu pria berjaket kulit hitam ketika yang satunya menahan kedua tangan Jovanka ke belakang. Tangisan gadis itu semakin menjadi-jadi, membuat Atha menjadi semakin ragu dan ragu.

"Kak Atha, please tolongin gue!" serunya lagi, disertai deraian air mata yang deras, dengan panggilan yang berbeda sekarang. Ini air mata sungguhan, atau Jovanka memang hebat dalam berakting?

"Anak manis ini mau kita bawa," lanjut pria tadi. "Kami tau kamu nggak bakal berani nolong karena lihat kami bawa pisau. Jadi, pergi aja."

Tawaan hambar keluar dari bibir Atha, melebur dengan suara hembusan angin malam yang bersiulan. Atha takut? Pria-pria sok jagoan ini pasti sedang bercanda.

Seolah ancaman pria asing bersenjata ini sama sekali tidak penting, Atha malah semakin berjalan mendekat. Tatapan matanya Ia pusatkan pada Jovanka, menghiraukan dua pria asing yang tidak Ia kenali. "Gue sebenernya pengen kasian, tapi otak gue malah terus-terusan nanya kenapa lo bisa ada disini?"

"Berani sama kami ya?!" ancam satu pria yang berdiri lebih depan. Satu tangannya sudah menggenggam pisau andalannya, mencoba membuat Atha takut dengan benda tajam itu.

Pisau itu bukan apa-apa di mata Atha. Tanpa sedikitpun rasa takut, Atha malah mengambil langkah cepat menghampiri Jovanka untuk meraih lengan atas gadis itu dan melepasnya dari cengkraman pria tadi.

"Kalau lo emang korban, masuk ke mobil gue sekarang," bisik Atha, melepas kasar telapak tangannya dari lengan Atha.

Masih sedikit sesenggukan, Jovanka mengangguk pelan dan menuruti perkataan Atha. Alis Atha semakin berkerut bingung. Bingung sebingung-bingungnya. Jovanka memang misterius.

"Heh!"

Seiring dengan seruan dari pria yang menggenggam pisau, Atha tersentak kaget karena tangannya yang ditarik kasar oleh pria itu. Sementara yang satu berada di hadapannya dengan pisau yang terlihat mengkilap, yang satunya lagi berlari ke belakang Atha untuk menahan kedua lengan Atha agar tidak berontak. Sama seperti yang tadi dilakukannya pada Jovanka.

"Sok jagoan ya," kata si pria. "Mau nolong orang, yang ada kamu mati terus kami dapet cewek sekaligus mobil baru!" Keduanya tertawa. Sungguh, Atha ingin ikut tertawa juga karena ucapan pria itu lucu dan tidak masuk akal. Kalaupun Atha mati di tangan pria-pria brengsek tak berkelas ini, keduanya tidak akan bisa hidup dengan bahagia mengingat Athalarik punya pasukan dimana-mana.

SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang