bab 1

122 5 3
                                    

Februari, 2023

"Pepaya yang aku kirim kemarin udah kak Tristan makan?"

Tristan mendapat rentetan kata tersebut begitu mengangkat panggilan suara pertama yang masuk ke smartphone-nya pada pagi hari ini. Ekspressi laki-laki itu berubah, dari yang tadinya masih terkantuk-kantuk–karena baru saja bangun tidur, kini menjadi sadar sepenuhnya. Satu senyuman pun terbit di bibir mungil Tristan. Oh, betapa dia merindukan suara lembut milik adik perempuannya itu! "Udah kumakan, Tar! Ini lagi ngupasin kulitnya," jawab Tristan antusias. "Makasi banyak, loh!"

Begitu pepaya kiriman Tara–nama panggilan adik kandung Tristan— setengah kulitnya sudah tuntas dikupas, laki-laki itu lalu memotongnya menjadi potongan dadu ukuran sedang. Tak lupa, dia juga singkirkan semua bijinya terlebih dahulu sebelum melahap satu persatu potongan pepaya tersebut menggunakan garpu–langsung dari talenannya. Kedua mata Tristan sempat berbinar-binar setelah mencicipinya. "Manis banget, enak! Kamu dapet dari mana ini, Tar?"

"Neneknya Bhaskara ngasi ke aku kemarin, Kak. Lagi panen banyak kebunnya, jadi aku bagi ke Kakak juga. Beliau 'kan baru aja bikin kebun khusus pepaya tahun lalu," ujar Tara di seberang sana.

Tristan terkekeh geli mendengar satu informasi tersebut. Dia memang selalu gemas sendiri dengan kisah asmara antara adiknya dengan sang kekasih. "Anjir, kamu udah direstuin banget kayaknya jadi mantu di keluarga Bhaskara!" gurau si kakak laki-laki.

Tara tak kunjung membalas gurauan Tristan barusan. Ada jeda sejenak di dalam percakapan mereka, sebelum akhirnya perempuan itu kembali berucap. "Tapi.. apa kenyang sarapan pake pepaya aja, Kak? Perlu kuminta tolong Bhaskara anterin bubur ayam ke sana? Dia 'kan lagi kerja di—"

"Tar, kamu lupa apa kerjaanku?"  tandas Tristan seketika.

Perasaan laki-laki berumur 27 tahun itu menjadi campur aduk, berulang kali juga helaan napas panjang lolos dari mulutnya. Jujur saja, Tristan paling tidak suka kalau sang adik kesayangan sudah mulai mengkhawatirkan keadaannya begini di saat perempuan itu sendiri tengah berada di tanah rantauan–ya, Tara merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran tahun kelima di Universitas Gadjah Mada yang sedang menetap di Yogyakarta sampai tahun depan. "Aku ini model, Tar! Kalo lagi ada job, emang gak boleh sarapan yang terlalu berat!" tegas laki-laki itu. "Bentar lagi aku harus siap-siap ke studio, ada job baru dari salah satu brand makeup lokal yang mau aku jadi talent mereka. Mukaku gak boleh bengkak karena sarapan terlalu banyak!"

Puas memakan beberapa potong pepaya langsung dari talenan, Tristan lalu buru-buru memasukkan sisa pepayanya ke dalam kulkas sembari membersihkan dapur apartemen sekadarnya. Smartphone laki-laki itu masih dalam keadaan loud speaker dinyalakan guna tak menghambat telepon dari Tara meski dia kini sibuk beberes di dapur. "Lagian, Tar! Jangan sering-sering ngirimin aku makanan, oke? Kamu fokus aja sama koas kamu di sana, gak usah repot-repot ngurusin aku di sini! Aku baik-baik aja, kok!"

Tara kembali bungkam selama beberapa saat. Dia baru bicara lagi di dalam telepon setelah mengeluarkan helaan napas gusar. "Aku.. aku sama sekali gak ngerasa direpotin sama kak Tristan, kok. Justru, aku malah ngerasa bersalah karena udah nyusahin Kakak selama ini. Kakak pasti capek kerja pontang-panting demi biayain sekolahku sampe sekarang sejak Mama sama Papa—"

Tristan langsung memejamkan mata kuat-kuat. Sial, dia kembali teringat akan pengalaman terburuk dalam hidupnya 10 tahun silam! "Tara, jangan bahas itu lagi!" bentak si lelaki bermarga Wisesa menggunakan nada tinggi. "Kak Tristan gak pernah ngerasa keberatan buat biayain sekolah kamu, oke? Kepala keluarga kita itu sekarang aku, dan kamu satu-satunya keluarga yang masih aku punya!"

Moonstruck || SailubPon auTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang