Keistimewaan Hambalang

979 115 27
                                    

Ruang VIP rumah sakit Sudirman terasa begitu tenang. Pradipta menyadari dengan pasti apa yang telah ia tawarkan pada Dokter Kartika yang biasa dia panggil dengan nama tengahnya, Eka. Pradipta tahu bahwa ia seharusnya tak menawarkan hal itu, namun dirinya yang tak pandai membuka percakapan seolah terbawa suasana, sehingga muncul wacana yang mungkin akan sedikit membawa kebimbangan bagi orang-orang yang bersamanya saat ini. Terutama Indra sang ajudan yang tahu betul dinamika rumah tangganya.

"Nanti saya hubungi kembali. Katakan itu pada ibu." Ucap Pradipta berbisik pada Indra. Bahkan Hassan yang tepat berada disebelahnya tak mendengar itu.

"Apa tidak menjadi masalah pak?." Indra berusaha agar atasannya itu bersedia sebentar saja. Namun siapa yang tak mengenal sifat Pradipta yang ini. Sifat yang tidak ingin mengumbar rumah tangganya dihadapan banyak orang. Pradipta berpikir jika ia meninggalkan orang-orang disekelilingnya hanya demi sebuah panggilan pribadi, rasanya tidaklah sopan. Pradipta menatap Indra sekilas, seakan memberikan sebuah kode untuk menunggu sebentar. Indra yang tak bisa berbuat lebih banyak hanya mengangguk kemudian menjauh.

"Ada apa mas?." Tanya Hassan melihat Pradipta yang memandang Indra menjauh dari mereka.

"Sepertinya saya tidak bisa ikut kalian makan siang di Sky, apa tidak masalah saya tinggal lebih dulu?." Tanya Pradipta menatap secara bergantian adik dan orang-orang disana.

"Kalau memang penting, tidak masalah mas. Saya hanya bertemu teman lama. Melepas rindu, itu saja." Balas Hassan yang sepertinya nampak sedikit bersyukur karena ia tak perlu menjelaskan atau konfirmasi apapun kedepannya.

"Eka, dan kalian semua bisa ikut Hassan saja. Maaf saya tak bisa menemani. Ada sedikit urusan mendadak." Pradipta mengatakan itu sembari menyalami mereka satu persatu yang hanya dibalas anggukan saja dari Dokter Eka dan yang lainnya.

Sebelum Pradipta pergi, Dokter Eka berpesan bahwa jadwal kontrolnya dibulan berikutnya tidaklah boleh terlewat. Mengingat Pradipta yang tak pernah absen bekerja, maka staminanya pun harus benar-benar dipastikan dalam keadaan baik.  Pradipta hanya mengangguk, kemudian berlalu pergi diikuti Indra dan Teja. Sementara Diran mendapat tugas untuk mengantar tamu Pak De Hassannya itu agar bisa bersama sama menuju Sky Restaurant.

Sesampainya didalam mobil. Pradipta meminta hanphonenya pada Indra dan meminta dua orang yang bersamanya itu untuk menunggu diluar mobil, sementara ia menghubungi Trisna.

"Sayang ada apa?." Ucap Pradipta saat telepon itu berhasil tersambung kepada Trisna.

"Mas, sudah selesai pemeriksaannya?, saya tadi kirim pesan ke Indra katanya kamu sudah kontrol." 

"Sudah. Ini baru saja beres. Mas nanti mau bicara." Pradipta menyenderkan punggungnya pada sandaran captain seat mobil. Menghela napas, seakan ia baru selesai berjalan jauh.

"Saya sepertinya sampai Jakarta hari ini sedikit malam. Tiket pesawatnya dicancel mas. Sepertinya mereka ada gangguan." Rupanya Trisna menghubungi Pradipta untuk menyampaikan hal itu.

"Kenapa pesan tiket? Pesawat mas masih baik-baik saja. Tunggu saja di Solo. Saya kesana sekarang."

"Tidak usah mas, tidak enak, Mba Arumi dan Tom sepertinya sudah mencari kelas bisnis pesawat lain. Saya tunggu mereka saja." Trisna merasa tak enak apabila Pradipta terlalu memanjakan dirinya beserta keluarganya yang lain.

"Dengarkan dan turuti saja. Jangan memberi alasan. Kalau kamu merasa tidak nyaman karena saya juga kesana. Maka saya tidak akan kesana, akan saya kirimkan jetnya. Katakan pada Mba Arumi dan Tom, jet saya sudah jalan kesana." Ucap Pradipta tanpa memberikan kesempatan Trisna menolak.

"Terima kasih mas, akan saya tunggu." Balas Trisna kemudian memutus sambungan telepon mereka.

Pradipta memanggil Indra dan Teja untuk segera menuju Kantor Kementrian. Ia berencana akan membereskan beberapa pekerjaannya sembari menunggu istrinya sampai di Jakarta. "Teja, kita ke kantor sebentar dan Indra tolong kirimkan pesan untuk menjemput Trisna di Solo." Tanpa perlu berucap lebih jauh Pradipta sudah yakin bahwa Indra memahami maksudnya.

SETELAH KEMBALITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang