6. Maaf, Bun.

508 73 7
                                    

Berbeda dengan tetangganya yang sudah terlelap, satu keluarga itu kini malah berkumpul di ruang tengah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berbeda dengan tetangganya yang sudah terlelap, satu keluarga itu kini malah berkumpul di ruang tengah. Karna siapa lagi jika bukan karna ulah anak-anak mereka sendiri.

Liana dengan telaten mengobati luka di telapak dan punggung tangan Arya. Beruntung baik Arya maupun Arka tidak terluka parah. Hanya beberapa lecet di tubuh mereka.

Sementara Adi mengobati luka di lengan dan kaki Arka. Lengan anak itu tergores lumayan lebar, jaketnya sampai sobek karna beradu dengan aspal akibat ia ikut terseret tadi. Juga lututnya yang tidak absen dari luka gores seperti di tangannya.

"Jelasin ke bunda, kenapa kalian bisa jatuh gini? Atau memang ada yang nabrak? Atau kalian yang nabrak orang?" tanya Liana kembali setelah selesai mengobati tangan Arya.

"Satu-satu dong, bun, tanyanya," balas Arya.

"Bang, gimana ceritanya?" Tatapannya beralih pada Arga yang duduk santai sembari memainkan ponselnya.

"Aku gak tau, bun. Mereka udah balik duluan tadi, terus telpon aku katanya jatuh," jawabnya seadanya.

"Jadi gini bun ... bunda tenang dulu, kita gak nabrak orang kok. Aku sama Arka tadi emang jalan mau pulang. Arka tuh ngebut banget bawa motornya,udah kayak ngajak mati aja. Terus apesnya di gang komplek depan ada kucing lari, dia kaget, remnya juga udah telat, jadi banting stir ke kanan nabrak pohon. Ya udah jadi kayak sekarang ini," jelas Arya.

"Jadi kalian jatuh di gang depan?"

"Iya." Arya terkekeh kecil.

Liana beralih menatap ke samping, anak bungsunya itu terlihat mendesis pelan saat diobati oleh suaminya.

"Aduh, kok aku dipukul sih, bun?" Arka sedikit tersentak akibat pukulan pelan yang Liana layangkan ke bahunya.

"Kamu juga bandel banget. Bunda udah bilang berapa kali kalau bawa motor gak usah ngebut. Kalau udah gini gimana? Kamu sendiri yang sakit, buat bunda sama ayah khawatir aja. Terus kalau tadi kalian nabraknya mobil bukan kucing gimana?" omelnya.

Arka hanya menunjukkan cengirannya. "Gapapa, bun. Aku sama Arya gak kenapa-napa," tekannya lagi.

"Gapapa, gapapa apanya? Luka kayak gini gapapa?! Sakit kan? Bunda tuh takut kalian kenapa-napa."

"Loh, bunda nangis?" Arka dan Arya sontak panik mendengar isakan bundanya.

Liana memang mengomel, tapi dengan isakan lirih.

"Wahh!!! Lo berdua durhaka banget buat bunda nangis. Kutuk aja jadi batu, bun!" Arga yang semula duduk santai di sofa kini ikut mendekat.

Adi malah terkekeh mendengar penuturan anak sulungnya itu. Pria itu sebenarnya sedikit marah setelah mendengar penjelasan alasan mereka jatuh, selain karna kucing, itu juga salah Arka karna mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi.

Namun, mau bagaimana lagi? Usia mereka memang sedang aktif-aktifnya, bisa di bilang mereka dalam usia mencari jati diri dan labil. Adi memaklumi, ia juga pernah muda. Anggap saja kejadian tadi sebagai pembelajaran dan kenangan masa remaja.

ephemeral | 00L TREASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang