1. Perkara Dasi.

856 93 6
                                    

⚠️ Cuma fiksi ⚠️
⚠️ Slow update ⚠️
⚠️ Banyak mengandung kata kasar ⚠️
⚠️ Bahasa campuran, non baku ⚠️
⚠️ Enjoy this story :) ⚠️

⚠️ Cuma fiksi ⚠️⚠️ Slow update ⚠️⚠️ Banyak mengandung kata kasar ⚠️⚠️ Bahasa campuran, non baku ⚠️⚠️ Enjoy this story :) ⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi yang cerah, secerah suasana kediaman si kembar tiga. Si sulung terlihat sibuk kesana kemari sebab mencari barang yang tidak kunjung ia temukan.

"Bun, dasi aku mana?"

"Kamu taruh mana sih, bang? Coba cari lagi di lemari sebelah kiri barisan kedua."

Arga kembali menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya.

"Dibuang sama Arka," celetuk pemuda yang memiliki paras tidak jauh berbeda dengannya.

Sementara yang dituduh masih makan dengan tenang di sampingnya. Sama sekali tidak menghiraukan obrolan antara bunda dan juga kembarannya.

Tidak berselang lama Arga kembali turun. "Gak ada, bun," ujarnya.

"Adek, beneran kamu buang?"

Liana-wanita yang memasuki usia akhir kepala tiga itu berkacak pinggang dengan sebuah spatula yang diarahkan pada si bungsu.

Arga segera menoleh dan melayangkan tatapan sengit, bersiap memberi pelajaran pada kembarannya itu jika memang benar dia yang membuang dasinya.

Si pelaku kini melirik sang bunda dan Arga bergantian, lalu mengendikkan bahu tidak peduli.

"Kerjaan lo kan?!" sungut Arga.

"Gue gak tau. Cari lagi sana yang bener. Carinya pake mata, jangan mulut doang," kata Arka, lalu kembali menyuapkan sarapannya.

"Ini kenapa pagi-pagi sudah ribut gini?"

Sang kepala keluarga baru saja tiba di meja makan dan sudah disuguhi oleh kedua anaknya yang sedang bersungut-sungut. Hanya anak tengahnya yang makan dengan tenang di sana.

"Jadi begini bapak Adiwijaya yang terhormat, dasi aku gak ada, Arya bilang Arka yang buang, tapi dia gak mau ngaku. Nanti kalo pas upacara anak sulung bapak Wijaya ini kena hukum gimana? Ayah gak malu?" jelas Arga mendramatisir.

Arya maupun Arka menatap jengah kelakuan saudaranya itu.

"Masih punya malu lo?" sarkas si bungsu.

"Cepetan bilang deh, lo buang kemana dasi gue?" sungutnya kembali.

Liana menarik napas dalam, lalu berjalan ke sisi di mana Arga berdiri. Wanita itu menarik pelan tubuh anak sulungnya agar duduk bersama yang lain di meja makan.

"Udah, biar bunda yang cari. Sekarang kamu sarapan dulu, nanti kalau bicara terus kamu telat gak sempet sarapan," tuturnya.

Arga mengulas senyum. Hanya bunda saja yang paling pengertian memang. "Makasih, bun-"

ephemeral | 00L TREASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang