Chapter 4: Onerrataxia.

12 1 0
                                    

Chapter 4: Onerrataxia.

"The inability to distinguish between fantasy and reality."


______________

______________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kaki jenjang dengan alas sepatu hak hitam setinggi sepuluh senti itu melangkah memasuki restoran———tempat dimana Sevda akan melangsungkan makan malam bersama kedua orang tuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kaki jenjang dengan alas sepatu hak hitam setinggi sepuluh senti itu melangkah memasuki restoran———tempat dimana Sevda akan melangsungkan makan malam bersama kedua orang tuanya. Makan malam yang diadakan secara mendadak dan ia harus membatalkan janji temunya dengan Marlo di Bandung. Pukul dua siang saat ia akan berangkat ke Bandung secara diam-diam, mamanya mengirim pesan bahwa akan mengajak makan malam. Karena ia tak ingin membuat masalah agar mendapatkan restu, ia menurut dan membatalkan janjinya dengan Marlo.

Pandangan matanya tertuju pada pria yang mengenakan pakaian formal di depan sana. Pria yang sudah lama tak ia jumpai karena kesepakatan yang telah mereka buat. Kini, pria itu berbincang hangat dengan papinya dan mereka nampak sangat akrab. Ia ingin sekali pergi karena ia yakin jika tengah di jebak oleh kedua orang tuanya. Namun semuanya sudah terlanjur, maminya menyadari kehadirannya yang berdiri seperti orang bodoh.

Melangkah dengan anggun dan memasang wajah datar karena perasaannya mendadak tak enak. Ia merasa malu dan juga bersalah pada pria yang tengah menatapnya juga itu——Javin. Ia duduk di dekat Javin karena arahan papinya melalui gerakan mata. Dan ia pun menurut karena sedang mencari muka agar mendapatkan restu dengan Marlo.

"Tadi mami gak sengaja ketemu Javin pas di lobi, dia habis ada acara seminar," ungkap maminya dengan semangat seakan sudah lama tak berjumpa. Padahal sering bertemu saat medical check up dan sengaja menemui Javin. Sevda tau itu dan ia hanya tersenyum seakan pertemuan ini tidak disengaja.

"Papi harap, hubungan kamu sama Javin tetap terjalin baik. Apalagi dia rela melepaskan mimpinya demi menolak perjodohan," ucap papinya dengan menatap Sevda sarkas.

Dalam meja makan itu, Sevda dan Javin sama-sama terkejut akan apa yang barusan papi Sevda bilang. Mereka saling menatap menudu dan terlihat sulutan emosi dari dalam mata Sevda. Seharusnya orang tua tak tau tapi kenapa bisa tau. Mereka saling mencurigai satu sama lain dan pemandangan itu menarik senyum miring dari mami Sevda.

SolaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang