Orang Lama

3 0 0
                                    

Setelah beberapa jam lalu Ana pergi ke makan orang tua Kayla kini Ana tengah menatap langit yang mulai berubah warna, awan putih yang sebelumnya menghiasi langit kini berganti dengan awan hitam yang mengancam.

Tetes-tetes hujan mulai jatuh perlahan, menyentuh wajahnya dengan lembut. Rasa rindu kepada kedua orang tuanya mulai menyelinap ke dalam hatinya, namun keegoisan mereka telah membuatnya kesal.

"Masih gerimis, lanjut aja deh lagian ga buat aku jadi putri duyung juga," bisik Ana kepada udara yang berada disekitarnya yang bersautan dengan turunnya sebutir air dari langit yang sudah mulai menggelap.

Meskipun hujan mulai turun, Ana tidak bergegas pulang. Sebaliknya, dia memilih untuk melaju sepedanya menuju taman yang agak jauh dari rumahnya. Gerimis yang awalnya datang perlahan kini berubah menjadi hujan deras, seperti prajurit perang yang haus akan darah.

Gadis berhijab coklat itu merasa sulit untuk melihat jalan karena tetes-tetes hujan yang menerpa wajahnya membuatnya terasa sakit seperti di tampar. Namun, untungnya, tidak jauh dari tempatnya berada, terdapat sebuah warung berbahan kayu yang kokoh berdiri di tengah hujan lebat.

Ana segera membelokkan sepedanya menuju warung tersebut, meskipun sebagian badannya sudah basah kuyup. Saat berteduh di warung, suara seseorang memanggil namanya. "Ana?" Ana menoleh ke sumber suara dan melihat Naffa, teman sekelasnya yang membawa piring kotor.

"Naffa ya?" tanya Ana kurang yakin pada gadis berjilbab hitam disampingnya yang tengah membawa piring kotor.

"Iya! Kita satu tempat kursus di Mr. Andrew!" jawab Naffa sangat semangat.

"Iyaaa benar banget, aku ingat kok!"

"Owh iya mending kamu ganti baju deh, baju aku muat loh di kamu," ajak Naffa.

Ana terlihat canggung karena ini baru ketiga kalinya dia bertegur sapa dengan Naffa. Ana merasa tidak enak memakai pakaian Naffa karena ia belum terbiasa memakai pakaian orang lain, tapi karena paksaan dari Naffa ia pun mau tidak mau memakai baju Naffa.

"Gantinya di situ ya," tunjuk Naffa ke arah pintu sebelah kanan di dalam kamarnya, beberapa menit kemudian Ana keluar menggunakan jaket rajut dan rok plisket milik Naffa.

"Maaf ya Na, ngerepotin, dan maaf aku baru tahu ternyata rumah kita ga terlalu jauh ya cuma beda beberapa gang."

"Santai aja, lagian wajar kamu ga tahu, kita kan jarang ngobrol karena aku yang sering gonta ganti sesi."

"Iya juga, btw aku numpang sampai hujan reda dulu ya Fa."

"Iya Na, santai aja."

Mereka memutuskan untuk mengobrol di luar tepatnya di warung milik orang tua Naffa, di warung tersebut Ana menyeruput air hangat yang telah di berikan oleh Bu Suli ibunya Naffa.

"Makasih Bu."

"Sama-sama."

Langit sore kini sudah mulai mulai kehilangan sedikit warna orennya, Ana yang tidak ingin pulang saat sehabis magrib mulai berpamitan kepada Naffa dan Bu Suli karena hujan sudah mulai berhenti. Ana melanjutkan pelan sepedanya, namun saat ditengah perjalanan Ana mulai merasakan bahwa gerimis sudah tidak menggodanya lagi.

"Beneran udah ga hujan lagi?" batin Ana menatap lurus ke depan.

Namun terlihat dari ujung ekor mata Ana bahwa ada sebuah motor yang malaju pelan disampingnya seakan suara kenalpotnya berirama dengan suara gerimis yang melonpat dipayung bewarna hitam.

"Kamu siapa?!" teriak Ana kepada seseorang disampingnya, mendengar tidak ada jawaban Ana langsung mendorong motor itu kesampingkan menggunakan kakinya, alhasil pengemudinya terjatuh beserta motornya.

SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang