06. memastikan

149 27 3
                                    

[ BAGIAN ENAM ]

°
°
°
°
°

Malamnya, Bima langsung memberi tahu Dikta soal yang dibicarakan dirinya dan Diana saat tadi dikampus. Dikta yang mendengar, hanya memasang wajah datar. Walaupun sebenarnya ia  cukup tenang dan mulai semangat untuk mendekati Diana dan ingin cepat melamarnya sebelum diambil orang lain.

Sementara itu. Dikediaman Diana dijalan Cendana No.8 sedang kedatangan tamu. Hardi dan kedua orang tuanya yaitu Pak Baskhara dan Ibu Lucy adalah tamu nya. Tentu saja kedatangan keluarga Dananjaya memiliki maksud tertentu.

Saat semuanya sedang berada dimeja makan. Diana terlihat tidak fokus, ia beberapa kali kepergok sedang melamun oleh Ibunya.

"Hush, Di. Melamun saja kamu tuh, mikirin apa sih Nduk.." tanya Ambar yang berada disamping Diana dengan pelan. Diana sontak langsung terkejut, tapi ia bisa mengendalikan.

"Tidak apa apa kok Bu, Dian cuma lagi mikirin tugas kuliah saja" Diana berbohong. Sebenarnya ia bukan memikirkan tugas kuliah, melainkan memikirkan tentang maksud keluarga Dananjaya yang tiba tiba makan malam bersama dirumah Cendana. Diana yang memiliki otak cerdas nan kritis sudah pasti merasa ada yang janggal.

Meskipun Keluarga Dananjaya belum membicarakan suatu hal, tetapi Diana sudah merasa curiga dan menerka nerka apa maksud mereka datang tiba tiba.

Saat semuanya sudah selesai makan. Akhirnya Pak Baskhara membuka percakapan dengan Jendral Rahandika dan membahas soal putra dan putri mereka, termasuk Diana.

"Jadi setelah Diana lulus kuliah, apa kau sudah ada rencana untuk anak bungsu mu itu, Dik?" Tanya Pak Baskhara kepada Jendral Rahandika.

"Belum tau pasti, tapi sepertinya saya akan membiarkan dia memilih jalannya sendiri. Agar bisa mandiri" jawab Jendral Rahandika dengan tenang.

"Saya ada ide. Bagaimana kalau Diana dan Hardi, dijodohkan saja? Toh juga keduanya sudah saling dekat bukan, dan kita kan sudah bersahabat dari tempo dulu" tentu saja ucapan Pak Baskhara membuat suasanya menjadi hening, kebetulan dimeja makan itu hanya tersisa Diana, Hardi, Pak Baskhara, Jendral Rahandika, dan kakak keempat Diana, yaitu Darsa Prambudhi Rahandika.

"Ah saya rasa jangan. Saya takut kalau kita besanan dan anak kita sedang ada masalah rumah tangga, bisa membuat persahabatan kita putus, Bas" balas Jendral Rahandika

Diana yang mendengar itu semua hanya diam dan menunduk, padahal sedari tadi Hardi terus memandang wajah Diana terang terangan. Mendengar ucapan dari orang tua dihadapannya membuat Diana gelisah dan mulai berpikir macam macam. Darsa yang melihat gelagat adiknya tentu saja langsung paham akan perasaan yang dirasa oleh Diana, ia mencoba mengalihkan pembicaraan orang tua didepannya itu dan mencoba mencairkan suasana yang canggung itu.

"Eh om mau coba pudding buatan Bi Sumi tidak? Pudding buatan Bi Sumi tuh pudding paling enak se Cendana" ucap Darsa sambil menyodorkan pudding itu kepada Pak Baskhara dengan tersenyum. Belum ada balasan dari Pak Baskhara tiba tiba saja Bi Sumi muncul dan merubah susana menjadi lebih cair.

"Se Cendana? Bukan se dunia nih, Mas Dar?"  Sautan dari Bi Sumi yang sudah ada di dekat mereka dengan membawa beberapa cemilan.

"Waduh, Bi. Sepertinya kalau se dunia sulit deh" balas Darsa tertawa lepas sambil melirik Diana untuk memastikan kondisi adiknya itu. Diana yang sadar akan hal itu hanya memasang senyum tipis. "Terimakasih ya, Mas Dar. Kamu memang kakak yang paling mengerti perasaan adiknya"

***

Hari ini, Diana tidak ke kampus. Kepalanya tiba tiba saja terasa pusing, mungkin karena ia terus terusan memikirkan yang terjadi semalam dimeja makan.

Diana Et Son Amour [ ENDING ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang