5. Remiges

48 5 0
                                    

Wajib follow, vote, dan komen, sebelum membaca!









Bangun-bangun, hal pertama yang kedua mata ini tangkap adalah pemandangan sekolah serta halamannya. Yang membedakan hanyalah warna-warna aneh itu.

Gedung sekolah yang tadinya didominasi oleh warna putih, kini berubah menjadi hitam buram. Rumput, pepohonan, serta benda-benda yang ada di lingkungan sekolah ikut selaras suram, bahkan langit di atas sana pun ikut temaram.

Seakan dunia ini berubah menjadi bayangan kegelapan yang mampu membuat akal sehat terkelabui.

Hanya ada warna hitam dan abu yang ada di penglihatanku sekarang. Ke mana warna-warni dunia yang cantik itu pergi?

"Nessa? Nevan?" Aku meraba kabut kelabu ini mencari kedua sahabatku.

Nihil.

Mereka hilang.
Aku sangat amat yakin mereka ada di dekatku. Sebelum akhirnya hujan remiges hitam itu menyentuh bumi serta isi-isinya.

Aku memijat pangkal hidung yang dirasa nyeri ini. Berusaha bangun dari posisi duduk dan menyeimbangkan tubuh agar menjadi tegap.

Kembali menelisik ke arah sekitar. Benar-benar kosong yang kudapatkan. Ke mana para penghuni bumi pergi? Apa hanya ada aku yang menempati dunia ini sekarang?

Merasakan sesuatu yang geli di tanganku, spontan aku membuka kepalan tangan ini.

Bulu hitam pekat yang sebelumnya kutangkap, kini bergerak dengan tak lazim.

"Ini bulu burung atau ulat bulu?" gumamku mulai meraba remiges unik ini.

Di detik ke tiga, tanpa disangka remiges ini melayang dan berhenti tepat di depan wajahku.

"Ini ada isinya, ya?" Aku menerka-nerka pada remiges itu. Mungkin saja memang benar ada isi yang menempati bulu itu.

Terkadang benda mati bisa bergerak, jika bukan karena ulah angin, ya pasti ulah para makhluk-makhluk astral itu.

Setidaknya itu yang ada di pengalamanku. Atau mungkin remiges ini sakti seperti telah mendapatkan matra khusus dari sesepuh yang menggunakannya untuk media tertentu.

Tengah asik-asiknya berdiskusi dalam batin. Tiba-tiba saja muncul gerutuan suara yang berasal dari remiges itu. Sukses membuatku terperanjat hebat hingga membuang bulu burung itu ke sembarang arah.

"A ..."

Aku mundur beberapa langkah sesaat benda itu mulai mengeluarkan suaranya. Nyatanya mulut saja tak ada, lantas dari mana suara itu dikeluarkan?

"Aa ... aa ..."

Suaranya menggeram kecil, jujur ini membuat nyaliku tergelitik.

Remiges itu tergeletak di rumput hitam itu, sedangkan aku bersembunyi di balik pohon yang kebetulan ada di dekatku.

Di detik kedua, remiges remiges itu kembali bergetar sampai akhirnya melayang tak terarah di udara.

Bersusah payah menelan ludah, aku menunggu reaksi lanjutan dari bulu setan itu.

"A .. aa ... tes-tes ... Ho ... Hohoho ... ho ho ho..."

Reflek sebelah alisku naik ke atas sesaat remiges itu mulai membuat intonasi yang tak asing.

"Woh! Akhirnya bisa ngomong! Aseek!! Siuuuu!!"

Tunggu. Apa katanya?
Itu suaranya? Sepertinya ini mimpi. Terlalu konyol jika ini adalah skenario kehidupan yang asli.

Bayangkan saja, remiges itu tiba-tiba berteriak dengan bahasa gaul dan jangan lupakan selebrasinya.

Warna suaranya seperti perempuan. Ah, tidak, itu lebih ke suara anak laki-laki yang belum mengalami pubertas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Remiges Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang