Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba.
Hari ini Binar akan mulai mengajar les. Sesuai kesepakatan sanggar, ia hanya akan mengajar di sore hari mengingat ia masih seorang pelajar yang dari pagi-sore pergi ke sekolah. Sanggar itu memang terbuka dalam memperkerjakan karyawannya.
Setelah selama seminggu mendapat pelatihan di sanggar, akhirnya Binar sudah diperbolehkan mengajar karena dinilai telah mampu menyampaikan materi dan mengajar dengan baik.
Sore itu begitu bel pulang berbunyi, Binar segera pergi ke toilet dan membersihkan diri seadanya. Mencuci muka, memakai ulang sunscreen, menyikat gigi, dan mengganti pakaian seragamnya menjadi baju bebas. Ia tak mau muridnya mencium aroma matahari dari tubuhnya di hari pertama ia mengajar.
Persiapan itu ditutup dengan Binar menyemprotkan parfum ke tubuhnya yang kini sudah di balut celana bahan kain dan atasan kemeja polos berwarna krem.
Ia lalu mematut diri di cermin, tersenyum memberikan afirmasi positif kepada dirinya sendiri.
Pokoknya, Binar harus memberikan yang terbaik hari ini!
Ketika sedang berjalan menuju halte, Binar menerima sebuah pesan.
'Selamat siang. Halo, ini aku Ansara. Apa ini benar dengan Kak Binar?'
Binar: 'Halo, Ansara. Benar, ini aku Binar. Hari ini kita jadi les, ya?'
Ansara: 'Iya, kak. Alamatnya udah aku kirim. Oiya, kalau nanti sudah hampir sampai, hubungin aku, ya. Trims.'
Binar: 'Oke, Ansara!'
.
Setelah dua kali berganti bus, dan berjalan kaki sejauh 100 meter, Binar memasuki sebuah perumahan elit.
Menurut google maps, ia sudah dinyatakan sampai di titik tujuan. Akan tetapi, Binar tak kunjung menemukan nomor rumah yang tertera di alamat yang ia dapat.
Katanya rumah nomor 8, tapi sejak tadi ia jalan kesana-kesini belum ketemu juga.
Di momen Binar sedang bingung-bingungnya mengitari jalan, melintas sebuah sepeda onthel melewatinya dengan laju pelan.
Sesosok wanita paruh baya terlihat mengendarai sembari menenteng tas berbahan anyaman di sisi kiri dan kanan kemudi sepeda itu. Sepertinya wanita itu baru selesai berbelanja dari pasar.
Tak ada yang aneh, sampai Binar menyadari ada sesuatu yang salah dengan sepeda ontel itu. Binar paham mengapa si ibu itu nampak berat mengayuh pedal.
"Permisi!" katanya nyaring, namun tetap sopan.
Sosok itu menoleh, kontan berhenti mengayuh sepeda.
"Iya, nak?" sahutnya lembut dan ramah.
"Maaf, Bu. Tapi sepertinya ban sepeda ibu bocor. Kempes, ada paku yang menancap," Kata Binar menunjuk ke arah ban belakang sepeda.
"Oh! Ya Ampun! Pantas saja dari tadi rasanya ini sepeda berat banget. Bocor ternyata," ibu itu nampak terkejut dan geli secara bersamaan. Ia tertawa ringan, lantas turun dari sepeda dan memilih untuk menuntunnya.
"Darimana, ya, paku ini menancap?" pikirnya heran.
Binar hanya bisa tersenyum tipis. "Saya bantu dorong, Bu. Ibu tinggal disini?"
Ibu itu balas tersenyum, walau terlihat sudah berkepala 4, senyumnya masih terlihat manis.
"Saya bekerja di sini, tidak usah repot-repot. Rumahnya gak jauh lagi sampai, kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love
RomanceSeorang gadis remaja biasa, Binar, jatuh hati untuk pertama kalinya kepada seorang murid teladan paling berprestasi di sekolah, Aidan Arkatama. Binar dan Aidan sungguh memiliki karakter yang bertolak belakang. Aidan adalah seorang genius dengan segu...